Corona Omicron Meningkat, Pilih PTM atau PJJ?

“Pembelajaran tatap muka (PTM) dihentikan sementara karena ada satu siswi yang hasil swab menunjukkan positif Covid-19.” Kurang lebih begitulah pengumuman yang disampaikan bu guru tempat anak saya sekolah. Kabar yang mengkhawatirkan di tengah kasus Corona Omicron yang merangkak naik.

Jujur, sejak anak-anak menjalani PTM 100 persen, tiap hari bawaannya khawatir. Betul, seharusnya serahkan semua pada kuasa Allah. Kalau Allah tidak berkehendak, tentu seseorang tidak akan terkena suatu penyakit. Namun, rasa khawatir masih menyusup, apalagi mengingat anak saya sering menurunkan maskernya.

Per 13 Februari 2022, kasus Corona Omicron di Indonesia tercatat 5.106 kasus. Kendati katanya Omicron ini tidak separah varian Delta, saya tetap saja khawatir. Kalau bisa nggak sakit ya jangan sampai sakit dong. Sakit bikin makan nggak enak, beraktivitas juga nggak leluasa.

Ketika kasus Omicron di Indonesia sudah lebih dari 1.500, saya hampir setiap hari menulis komentar di postingan Instagram Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim. Di situ saya minta agar kebijakan PTM 100 persen ditinjau ulang. Kasihan anak-anak, mana anak saya baru vaksin Corona dosis pertama.

PTM di Tengah Corona Omicron

Jujur, saya khawatir anak masih PTM saat kasus omicron meningkat/ Foto: Canva

Anak saya, kelas 2 sekolah dasar (SD), memulai PTM pertamanya di awal Januari 2022. Itu saat dirinya masuk semester genap. Sebelumnya, sejak kelas satu hingga semester ganjil di kelas 2, dia selalu pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Saat PTM, anak saya sekolah sejak pukul 07.00 hingga 11.00 WIB, kecuali hari Kamis dan Jumat hanya sampai pukul 10.00 WIB. Dalam kurun waktu itu, pasti ada masa dia membuka masker, utamanya saat makan bekal.

Meskipun pihak sekolah sudah menerapkan protokol kesehatan yang cukup ketat, tapi namanya anak-anak pasti sulit untuk benar-benar prokes. Mereka berbagi makanan, ngobrol dengan posisi masker diturunkan ke dagu, dan lain-lain.

Sebenarnya saya menyayangkan sekali PTM dilakukan saat sebagian anak baru mendapat vaksin Corona dosis pertama. Selain itu, kenapa PTM langsung digelar 100 persen, bukan lagi PTM terbatas. Opsi PJJ pun sama sekali tidak diberikan.

Saya pun mempertanyakan, beginikah yang namanya merdeka belajar? Harus dan wajib belajar di ruang kelas mana kala ada kasus penyakit yang sedang meningkat drastis dan cepat?

Kalau perkara anak happy menjalani PTM, saya akui anak saya happy sekali. Tentu menyenangkan bisa belajar tanpa gangguan sinyal dan bebas bertanya secara langsung pada guru saat pelajaran. Senang sekali bisa bertemu dan bermain bersama teman-teman sekelas. Namun, kalau buat saya, happy-nya anak bukan alasan memilih PTM.

Selama sekitar sebulan sekolah, sudah empat hari anak saya absen karena sakit. Di minggu kedua Januari, badan si kecil panas badannya, disertai muntah. Untungnya dia masih mau makan. Saya biarkan dia istirahat dan minum penurun panas, alhamdulillah hanya butuh dua hari untuk bisa kembali beraktivitas seperti biasa.

Kemudian, di pekan keempat Januari, anak saya kembali absen dua hari. Badannya panas dan batuk tanpa berhenti. Gara-gara dahak, dia sampai beberapa kali muntah. Akhirnya saya bawa ke dokter. Setelah mendapat inhalasi, anak saya mengaku lebih enakan.

Saat si sulung sakit, anak bungsu juga jadi ketularan. Duh, kalau anak sakit jadi bingung dan serba salah.

Maaf ya, Nak, Kamu PJJ Lagi

Setelah ada kasus positif Covid-19 di sekolah anak saya, PTM 100 persen pun ditiadakan selama sepekan. Setelah itu orang tua diberi opsi untuk PTM 50 persen atau PJJ.

Setelah menimbang-nimbang, akhirnya saya dan suami memutuskan memilih PJJ untuk anak kami. Kami beri pengertian pada anak bahwa dirinya akan PJJ. Khawatirnya anak akan sedih saat tahu teman-temannya ada yang PTM.

Alhamdulillah anak saya paham. Ternyata dia bisa menemukan hal-hal yang membuatnya bahagia meski tidak bertemu teman-temannya. Masya Allah.

“Taqi senang PTM karena ketemu teman-teman. Tapi Taqi juga suka PJJ karena bisa main di rumah lebih lama, bisa baca buku lebih lama juga di rumah, terus kalau hujan jadi nggak kehujanan juga di jalan,” ujar si kecil.

Ada bilang saya terlalu parno, karena Omicron relatif tidak berat, berbeda dengan Corona varian Delta. Namun, tetap saja, karena ini virus baru, ada hal-hal yang mungkin belum diketahui. Lagipula jika banyak orang terkena, khawatirnya akan terjadi mutasi dan muncul varian baru.

Baca juga yuk: 2 Tahun School from Home, Begini Suka Duka Online Learning

“Tidak khawatir learning loss? Sayang lho sudah bayar mahal-mahal, anak belajarnya di rumah saja. Ibunya juga yang stres,” kata seseorang.

Kalau saya sih nggak khawatir dengan learning loss, tapi lebih khawatir saat anak sakit. Itu yang bikin stres. Lagipula saya juga sudah terbiasa dengan PJJ. Sebelum anak masuk SD juga kami sering belajar bersama. Belajar dari buku, dari video, dari activity, dari banyak hal.

Pada akhirnya setiap orang memiliki pilihan masing-masing. Jika memilih mem-PTM-kan anaknya tentu tidak salah karena diputuskan dengan berbagai pertimbangan. Pun saya yang memilih mem-PJJ-kan anak.

Bismillah, semoga keadaan segera membaik, sehingga anak-anak bisa belajar di sekolah dengan lebih leluasa. Aamiin.

Gejala Corona Omicron

Berdasarkan catatan GISAID, per 7 Februari 2022, perkembangan kasus Covid-19 varian Omicron (B.1.1.529) di Indonesia mencapai 3.780 kasus. Secara mingguan, kasus di Indonesia tumbuh 107,92 persen. Angka ini menjadikan Indonesia berada di urutan pertama negara dengan kasus Omicron tertinggi di Asia Tenggara.

Agar lebih waspada, yuk kita-sama ketahui gejala Corona Omicron, Ma. Berikut ini beberapa gejala Corona Omicron yang menonjol, seperti dikutip dari situs NBC News:

Batuk
Kelelahan
Hidung tersumbat dan pilek
Sakit tenggorokan
Sakit kepala

Bukti awal memang menunjukkan Omicron menyebabkan gejala penyakit yang lebih ringan dan menyerupai flu biasa.

Beda gejala flu dan omicron/ Instagram @pandemictalk

Bukti awal menunjukkan bahwa bagi kebanyakan orang, setidaknya mereka yang mengetahui vaksin Covid-19 mereka, omicron tampaknya menyebabkan penyakit yang lebih ringan yang dapat menyerupai flu biasa, bentuk lain dari virus corona.

Varian Covid-19 sebelumnya memberikan gejala hilangnya indra penciuman dan pengecap, tetapi tidak demikian dengan Omicron. Meskipun tampak ringan, tapi jangan sampai membuat kita abai ya, Ma. Salah satu hal yang perlu diwaspadai adalah mutasi virus Corona.

Mutasi Virus Corona

Jadi, virus Corona merupakan kelompok virus RNA. Nah, beberapa jurnal ilmiah menyebut kelompok virus RNA ini mudah mengalami mutasi. Menurut ahli mikrobiologi Universitas Padjadjaran Dr. Mia Miranti, M.P., kemungkinan proses mutasi virus Corona dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor inang.

Vaksinasi memegang peranan penting dalam ikhtiar memerangi virus Corona. Mia bilang pengembangan vaksin perlu selalu dilakukan, tapi mestinya disesuaikan dengan hasil mutasi virusnya.

Potensi terjadinya mutasi virus Corona juga lebih besar ketika semakin banyak kasus orang yang terinfeksi. “Jadi ibarat tempat menumpang hidup, jika penularan tinggi, tentu virus berpindah-pindah atau menular di tempat inang yang baru. Dengan genetik yang berbeda-beda, ini juga akan menghasilkan varian-varian baru,” ujar Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia Cabang Provinsi Sumatra Barat, Defriman Djafri, seperti dikutip dari Republika.

Sebuah penelitian dari Hong Kong menunjukkan Omicron berkembang biak 70 kali lebih cepat di saluran napas daripada varian Delta dan virus SARS-CoV-2 yang asli. Omicron juga tidak mudah bereplikasi di paru-paru. Hal itu ditunjukkan penelitian tentang Omicron yang tumbuh 10 kali lebih lambat di jaringan paru-paru ketimbang varian lainnya.

Baca tulisan ini juga yuk: Tips Agar Tetap Fokus Saat Belajar secara Daring

Hal itu, menurut Dr. Hugh Cassiere, Direktur Layanan Perawatan Kritis di Sandra Atlas Bass Heart Hospital, omicron lebih menyerupai bronkitis daripada pneumonia. Biasanya pasien bronkitis akut cenderung tidak sesak napas. Mereka cenderung batuk dan mengeluarkan dahak. Beda dengan pasien pneumonia yang cenderung sesak napas dan merasa lebih lelah dibandingkan bronkitis.

Untuk tahu seseorang terkena Corona Omicron atau tidak, maka cara yang dilakukan adalah dengan tes PCR. Hasilnya bisa dikonfirmasi melalui laboratorium yang menggunakan genomic sequencing.

Penutup

Setelah beberapa hari memilih PJJ, pihak sekolah anak saya menghentikan PTM terbatas. Penyebabnya adalah karena ada satu guru yang positif Covid-19. Kembali menjalani PJJ bukan berarti dunia berakhir. Anak saya alhamdulillah masih happy menjalaninya. Dia masih bisa ngobrol-ngobrol dengan teman dan gurunya.

PJJ ini kembali mengingatkan saya bahwa pendidikan yang utama bagi anak adalah di rumah. Artinya, saya dan suami sebagai orang tuanyalah yang harus banyak berperan, nggak begitu saja menyerahkan tanggung jawab pendidikan ke sekolah.

Benar, saya sudah membayar SPP ke sekolah yang nominalnya tidak sedikit. Idealnya anak bisa belajar lebih banyak di sekolah. Semoga saya selalu ikhlas dan bisa menasihati diri bahwa pihak sekolah ada partner dalam pendidikan formal anak. Mereka banyak mengingatkan saya tentang hal-hal apa saja yang perlu anak pelajari dan biasakan.

Semoga Corona Omicron adalah mutasi terakhir dari SARS-CoV-2, sehingga ilmuwan bisa lebih berfokus untuk pengendaliannya. Semoga Allah selalu memberi kita sehat, menjaga dari hal buruk, dan segera mengganti pandemi dengan kondisi yang jauh lebih baik. Aamiin.

Referensi:

Databoks Katadata. Update Omicron : Total di Indonesia Ada 5.106 Kasus (Minggu, 13 Februari 2022). https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/02/13/update-omicron–total-di-indonesia-ada-5106-kasus-minggu-13-februari-2022, diakses pada 13 Februari 2021.

NBC News. Omicron symptoms: What we know about illness caused by the new variant. https://www.nbcnews.com/health/health-news/omicron-symptoms-covid-what-to-know-rcna9469, diakses pada 13 Februari 2021.

Yale Medicine. Is Omicron Infection Inevitable? https://www.yalemedicine.org/news/covid-19-omicron-infection-inevitable, diakses pada 13 Februari 2021.

CNET.
How the omicron variant differs from delta. https://www.cnet.com/health/medical/omicron-causes-less-severe-disease-than-delta-but-that-doesnt-mean-its-a-cold/, diakses pada 13 Februari 2021.

UNPAD. Mengapa Virus Corona Bisa Bermutasi? Ini Penjelasannya. https://www.unpad.ac.id/2020/12/mengapa-virus-corona-bisa-bermutasi-ini-penjelasannya/, diakses pada 13 Februari 2021.

Republika. Mutasi Virus Corona Berpotensi Terjadi Ketika Banyak Kasus. https://www.republika.co.id/berita/qn4y0a328/mutasi-virus-corona-berpotensi-terjadi-ketika-banyak-kasus, diakses pada 13 Februari 2021.

Leave A Reply

Your email address will not be published.

www.kirmiziyilan.com