Kucing Kawin dan Pendidikan Seks untuk Anak

Artikel ini diikutsertakan dalam ODOP ICC X Mubadalah.id

“Ma, sepertinya kucingnya lagi kawin deh.” Teriakan si sulung mengagetkan. Apa? Tidak salah dengarkan kuping ini? Hm, jika anak sudah mulai tahu tentang kawin, artinya pendidikan seks baginya makin bertambah.

Mendengar teriakan si sulung, saya bergegas keluar rumah. Memang benar, ada sepasang kucing yang sedang ‘ena ena’ di halaman. Sulung saya memperhatikan dengan seksama perilaku binatang itu.

“Kucing kok kalau kawin ngigit leher yang betina ya, Ma? Kenapa? Jahat nggak?” tanyanya.
“Mm, setahu mama, kucing itu kalau menggigit lembut tandanya sayang. Soalnya ibu kucing menggendong anaknya dengan cara menggigit leher anaknya kan?”
Dia mengangguk-angguk.

Saya pikir pertanyaan selesai. Rupanya masih ada pertanyaan susulan. “Kenapa dia kawin, Ma?”
“Wah, kenapa ya? Menurut Taqi kenapa?”
“Karena dia ingin punya anak ya, Ma? Di buku, kumbang akan bertelur setelah kawin,” terangnya.
“Iya, betul. Makhluk hidup itu kawin biar punya anak.”
“Waah. Ayah sama mama berarti kawin ya? Terus setelah kawin, mama hamil. Lalu lahir Taqi, lahir Ariq.” Matanya berbinar-binar. Ehem. Saya menelan ludah.

Saya jelaskan padanya, manusia kawin setelah menikah. Pada laki-laki dewasa, Allah menitipkan sperma. Sedangkan pada perempuan, Allah menitipkan sel telur. Saat kawin, sperma dan sel telur bertemu, lalu bisa jadi hamil.

“Oh gitu. Waktu kawin itu ayah menggigit mama, seperti kucing?” tanyanya lagi.
“Setiap makhluk perkawinannya sedikit berbeda. Kucing mungkin menggigit, tapi belalang nggak. Coba kita lihat di buku ensiklopedia Taqi, kita lihat lagi yuk perkawinan binatang,” ujar saya sedikit mengalihkan perhatian.

Pendidikan Seks, Makin Dini Makin Baik

Pendidikan seks untuk anak/ Foto: Bruno Nascimento dari Unsplash

Kadang saat berbicara tentang pendidikan seks untuk anak, orang tua merasa ragu. Seksualitas dianggap tabu. Pembicaraan tentang seksualitas diyakini bisa mendorong anak melakukan aktivitas seksual.

Menanggapi hal itu, psikolog Irma Andriani justru mengatakan yang berbeda. Pendidikan seks untuk anak bukan berarti harus memaparkan dengan gamblang proses berhubungan seks. Sebab pendidikan seks itu sebenarnya luas sekali.

Irma juga bilang waktu paling tepat memberikan pendidikan seks pada anak adalah sedini mungkin. “Makin dini makin baik,” ujarnya beberapa waktu lalu dalam acara yang digelar oleh Orami.

Dimulai saat bayi, pendidikan seks pada anak bisa dilakukan saat mandi atau mengganti diaper. Dalam kegiatan itu, anak dikenalkan jenis kelaminnya. Seiring berkembangnya usia anak, pendidikan seks juga semakin berkembang.

“Misalnya terkait toilet training di usia 2-4 tahun. Kalau anak nggak lulus toilet training di usia itu bisa berpengaruh ke pembelajaran berikutnya,” sambung Irma.

Mungkin suatu kali kita akan mendapati anak-anak laki kita saling membandingkan ukuran organ kelaminnya. Umumnya itu dilakukan saat sedang pipis bareng. Kata Irma, jika sekadar membandingkan ukuran saja, hal itu masih normal.

Baca juga tulisan ini yuk, Ma: Jika Titipan Itu Diambil Pemiliknya

Pendidikan Seks Hindarkan Anak dari Pelecehan Seksual

Mengenalkan jenis kelamin, bahwa ada laki-laki dan perempuan, merupakan bagian dari pendidikan seks. Saat kita datang ke undangan resepsi pernikahan, bisa diselipkan pendidikan seks lho, Ma.

Kita bisa minta anak mengamati pengantin yang duduk di pelaminan. Mereka akan menunjukkan sejumlah perbedaan pengantin laki-laki dan perempuan.

“Lalu kita bisa bilang, setelah menikah tantenya hamil, lalu ada adiknya,” sambung Irma.

Setelah tahu beda-laki dan perempuan dan memahami alat kelaminnya, anak akan lebih peduli pada dirinya sendiri. Kita bisa mengatakan ada bagian-bagian tubuh tertentu yang tidak boleh dilihat dan dipegang orang lain. Bagian tubuh itu antara lain dada, alat kelamin, bokong, dan mulut.

Tulisan menarik lainnya bisa Mama baca di sini: Katanya Bekerja dari Rumah Lebih Santai, Bagaimana Menurutmu?

“Kita bisa kasih tahu ke anak, kalau ada yang pegang, sentuh, peluk bisa bilang tidak mau atau lari,” saran Irma.

Meski begitu, anak juga harus paham ada orang-orang tertentu yang boleh melihat organ intimnya. Orang-orang itu adalah orang tua dan dokter. Namun, boleh melihatnya juga tidak boleh sembarangan. Boleh dilihat hanya pada saat tertentu, misalnya saat ada keluhan sakit dan tidak nyaman.

Ketika usia anak hampir tiga tahun, bisa diajari tentang privacy. Misalnya saat akan ganti baju, dilakukan di ruangan tertutup.

Dari Mana Datangnya Bayi?

Pendidikan seks untuk anak/ Foto: Richard Jaimes dari Unsplash

Ketika anak bertanya dari mana datangnya bayi, kita tidak perlu buru-buru menjawab lho, Ma. Kita bisa balik tanya kepada anak untuk mencari tahu seberapa jauh pemahaman mereka.

“Lalu kita bisa menjelaskan bayi bisa lahir melalui perut, namanya proses c-sectio. Bisa juga lahir dari saluran pipis mama,” kata Irma.

Saat menjelaskan proses kelahiran bayi, kita juga bisa menggunakan buku. Jawaban yang diberikan tidak harus saklek. Itu semua tergantung pada kesiapan anak mencerna informasi. Jika mama kebingungan, bisa juga mengajak anak bersabar untuk kelak menanyakannya pada dokter.

Anak Suka Memegang Alat Kelaminnya

Jika mama punya anak laki-laki, mungkin sering mendapati mereka memegang-megang alat kelaminnya sendiri. Bagaimana respons Mama?

Saran saya, jangan memberikan respons yang mengagetkan anak ya, Ma. Jadi anak-anak sangat gemar mengeksplorasi, termasuk tubuhnya sendiri.

“Kita kasih tahu anak kalau alat kelamin sering dipegang-pegang bisa gatal, bisa bahaya. Lalu anak diajak mencuci tangan. Lalu kita bilang alat kelamin bisa dipegang di waktu tertentu, seperti saat mandi. Sebab saat mandi, semua anggota tubuh perlu dibersihkan,” papar Irma.

Manfaat Pendidikan Seks untuk Anak

Pendidikan seks untuk anak/ Foto: Alexander Dummer dari Unsplash

Membicarakan kesehatan organ reproduksi bersama anak bukan hal tabu. Anak justru bisa belajar banyak hal. Selain mencegah pelecehan seksual, berikut ini beberapa manfaat pendidikan seks untuk anak.

  1. Meningkatkat pengetahuan dan sikap terkait kesehatan, perilaku seksual, dan reproduksi.
  2. Memahami perilaku seksual berisiko, serta penyakit yang mungkin timbul dari aktivitas seksual tidak aman.
  3. Lebih menghargai diri sendiri dan orang lain.
  4. Mendapat informasi memadai dari orang yang tepat, sehingga mereka tidak mencari informasi sendiri.

Pendidikan seks sesuai usia bagi saya penting sekali. Jika dulu masih banyak yang tabu menyebut penis dan vagina pada anak, sekarang tidak perlu lagi. Bukankah penis dan vagina memang nama organ reproduksi? Karena itu kita tidak perlu menggantinya dengan kata-kata lain yang sering kali malah bias.

Bagaimana dengan Mama, apakah sudah memberikan pendidikan seks pada anak?

Referensi:

Brick P. (1985). Sexuality education in the elementary school. SIECUS report, 13(3), 1–4.

Why comprehensive sexuality education is important. https://en.unesco.org/news/why-comprehensive-sexuality-education-important#:~:text=Sexuality%20education%20has%20positive%20effects,or%20STI%2FHIV%20infection%20rates.

Leave A Reply

Your email address will not be published.

www.kirmiziyilan.com