Ini Buktinya Indonesia Darurat Perokok Anak, Masihkah Tak Peduli?

Anak-anak berseragam Pramuka itu berkumpul di pinggir jalan. Tangan kanan mereka kompak memegang rokok yang menyala. Dengan “fasihnya”, mereka mengisap gulungan tembakau itu, lalu mengembuskannya di sela tawa. Meski melihat wajah mereka yang ceria, di dalam hati ini ada sesuatu yang mengiris.

Dari seragam Pramuka dan posturnya, sepertinya anak-anak tersebut masih duduk di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Di usia sekecil itu, mereka sudah sangat akrab dengan rokok. Padahal di dalam satu batang rokok mengandung sekitar 7.000 zat kimia. Dari ribuan zat kimia itu, 200 di antaranya bersifat karsinogenik alias dapat merusak gen dalam tubuh.

Bukan kali ini saja saya melihat fenomena perokok anak. Suatu kali di suatu terminal dekat Jakarta, saya melihat anak-anak usia SD mengisap rokok dengan santainya. Ketika saya menegur agar jangan merokok, mereka malah melotot sambil berlalu. Salah satu dari mereka malah meludah sembarangan pertanda tidak suka.

Hmm, sepertinya Indonesia memang sudah benar-benar dalam kondisi darurat perokok anak. Jika sudah darurat, artinya perlu langkah yang lebih konkret untuk menyelamatkan generasi muda ini dari pengaruh buruk rokok.

Di tulisan kali ini saya akan menyampaikan beberapa bukti bahwa Indonesia darurat perokok anak. Dibahas pula hal-hal yang bisa menyebabkan meningkatnya angka perokok anak, serta upaya tepat yang perlu dilakukan untuk mengatasinya.

Bukti Indonesia Darurat Perokok Anak

darurat perokok anak
Ilustrasi Indonesia darurat perokok anak/ Foto: Canva

Rokok diyakini sebagai salah satu penyebab utama kematian di dunia. Bahkan Survey Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia tahun 2007 menyebutkan setiap jam sekitar 46 orang meninggal dunia akibat penyakit yang berhubungan dengan merokok.

Semengerikan itu dampak rokok, tapi masih banyak yang abai. Bahkan beberapa anak justru merasa keren jika sudah bisa ngebul. Nah, berikut ini beberapa bukti Indonesia darurat perokok anak:

  1. Global Youth Tobacco Survey, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), dan Sentra Informasi Keracunan Nasional (Sikernas) dari BPOM memberi data 3 dari 4 orang mulai merokok di usia kurang dari 20 tahun.
  2. Setiap tahun, prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun terus naik. Pada 2013 prevalensi perokok anak 7,20 persen, lalu naik menjadi 8,80 persen di tahun 2016, naik jadi 9,10 persen tahun 2018, lalu naik menjadi 10,70 persen di tahun 2019.
  3. Menurut data Global Youth Tobacco Survey 2019, sebanyak 19,20 persen pelajar menggunakan produk tembakau. Dari angka tersebut, 35,6 persen merupakan anak laki-laki dan 3,5 persen adalah anak perempuan
  4. Global Youth Tobacco Survey juga mencatat 19,2 persen pelajar adalah perokok aktif. Anak laki-laki yang mengisap rokok meningkat jumlahnya, dari 33,9 persen di tahun 2014 menjadi 38,3 persen di tahun 2019. Sedangkan untuk anak perempuan, penurunannya sedikit sekali, 2,5 persen di tahun 2014 menjadi 2,4 persen di tahun 2019.
  5. Masih catatan di tahun 2019, 1,0 persen pelajar menggunakan tembakau kunyah. Dari angka itu, sebanyak 1,4 persen merupakan anak laki-laki, dan 0,7 persen adalah anak perempuan.
  6. Perokok pemula yang berusia 10-14 tahun mengalami kenaikan 2 kali lipat dalam 10 tahun terakhir, dari 9,5 persen pada tahun 2001 menjadi 17,5 persen pada tahun 2010. Demikian Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010.

Sementara itu, data Riskesdas 2018 memperlihatkan perokok anak yang berusia 10-18 tahun meningkat dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 9,1 persen di 2018. Kesimpulannya, hampir satu dari sepuluh anak di Indonesia mulai merokok.

Setelah melihat angka-angka tersebut, kira-kira apa yang terlintas di benak orang dewasa? “Wah, angkanya terus meningkat, Indonesia darurat perokok anak memang tidak main-main. Kita harus ambil tindakan.”

Jangan-jangan ada orang dewasa yang memilih abai dengan mengatakan, “Angkanya kecil, masih di bawah 25 persen. Tidak usah lebai.”

Hmm, padahal setitik noda jika dibiarkan begitu saja akan menyebar dan membuat kekacauan. Justru mumpung angkanya masih kecil, kendati terus mengalami kenaikan, kita harus segera bertindak agar tidak kelabakan di kemudian hari. Masa iya kita tega anak cucu akan tumbuh sebagai orang dewasa yang justru akrab dengan penyakit akibat rokok.

Penyebab Indonesia Darurat Perokok Anak

Perokok anak tentu tidak muncul begitu saja. Ada beberapa hal yang mendorong anak-anak tertarik untuk mencoba merokok hingga menjadi perokok aktif. Angka perokok anak lantas meningkat, bahkan usia merokoknya pun semakin muda.

Berikut ini beberapa penyebab munculnya perokok anak hingga menjadi kondisi darurat perokok anak.

#1 Melihat Orang di Sekitarnya Merokok

Children see, children do nyata adanya. Jika anak melihat orang tua dan orang-orang di sekitarnya merokok, maka besar kemungkinan mereka akan merokok pula.

Apalagi data dari GYTS 2009, menunjukan 72,4 persen remaja usia 13-15 tahun mempunyai orang tua merokok. Bagaimana mungkin orang tua bisa melarang anaknya merokok jika dirinya sendiri adalah perokok?

Mirisnya lagi, orang tua sering kali menyuruh anaknya membeli rokok di warung dekat rumah. Artinya anak sudah dibiasakan hidup bersama rokok

#2 Coba-coba atau Pengaruh Teman

Dalam webinar “Masihkah Pemerintah Berkomitmen Menurunkan Prevalensi Perokok Anak untuk Mencapai Target RPJMN” yang digelar Lentera Anak dan FCTC Indonesia, pada 28 Juli 2022, ada anak muda yang mengaku adiknya mulai merokok, meskipun rokok elektrik. Ternyata salah satu sebabnya adalah karena teman-teman anak tersebut juga merokok.

Ketika anak-anak melihat tayangan di media sosial yang menampilkan sosok-sosok orang merokok dan dianggap keren, mereka pun ingin mencobanya. Dari aksi coba-coba, anak-anak ini malah jadi perokok aktif.

#3 Iklan Rokok Pemicu Darurat Perokok Anak

Banyaknya iklan rokok di sekitar sekolah, menurut peneliti dari Universitas Dian Nuswantoro di Semarang, Nurjanah, SKM, MKes, menjadi salah satu pemicu anak merokok. Mirisnya, menurut dia, 74 persen iklan rokok berada di radius 300 meter dari sekolah.

Gempuran iklan rokok pada anak bisa jadi pemicu anak untuk mencoba mengisap rokok. Maklum, hampir semua iklan rokok menggambarkan gaya hidup yang keren, gaul, dan hebat. Hal itu menimbulkan rasa penasaran anak, sehingga mereka tertarik mencoba rokok.

Dari studi yang dilakukan Komnas Anak dan UHAMKA 2007, 70 persen remaja mengaku mulai merokok karena terpengaruh iklan, 77 persen mengatakan iklan menyebabkan mereka untuk terus merokok, dan 57 persen menyatakan iklan mendorong mereka kembali merokok setelah berhenti.

#4 Mudah Membeli Rokok Picu Darurat Perokok Anak

Berdasar penelitian sejumlah lembaga seperti Yayasan Lentera Anak, Komnas Pengendalian Tembakau, dan Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) periode April sampai Juni 2020, banyaknya penjual rokok di sekitar sekolah juga menjadi penyumbang kondisi darurat perokok anak.

Rupanya ada berbagai macam cara yang diduga dilakukan para penjual rokok untuk menarik minat anak-anak membeli rokok, misalnya saja:

  • Memajang rokok sejajar mata anak
  • Menyediakan rokok ketengan atau batangan
  • Memajang rokok di dekat permen atau makanan ringan
  • Memperlihatkan poster iklan rokok
  • Mengatur kemasan rokok sedemikian rupa, sehingga peringatan kesehatan tertutupi
  • Memajang slop rokok

Ditambah lagi keberadaan rokok dengan harga murah. Saat ini di pasaran terdapat banyak rokok murah dari golongan 2 dengan tarif cukai lebih murah dibandingkan rokok golongan 1.

#5 Rokok Elektrik Dianggap Aman

darurat perokok anak
Rokok eletrik dan konvensional/ Foto: Canva

Tak hanya rokok konvensional atau tembakau, rokok elektrik juga kian masif menjangkau anak-anak. Dari studi lapangan yang dilakukan Indonesian Youth Council For Tobacco Control (IYCTC), banyak anak dibawah umur yang sudah mulai merokok dengan cara beli sembunyi-sembunyi rokok elektrik.

“Rokok elektrik dianggap lebih simpel, enak, tidak berbahaya. Mereka (produses rokok elektrik) pakai influencer yang diminta menarasikan bahwa kamu akan lebih keren kalau merokok elektrik. Ini menimbulkan missleading pada teman-teman muda,” terang Octavian Denta dari IYCTC di webinar tersebut.

Padahal dari studi literatur yang dilakukan oleh IYTC, kandungan dalam rokok elektrik sama berbahaya dengan rokok konvensional. Liquid di rokok elektrik terdiri dari berbagai kandungan seperti nikotin, formalin, dan lain-lain. Kandungan tersebut diyakini bisa membahayakan kesehatan, bahkan mengakibatkan kanker.

Langkah Nyata Atasi Darurat Perokok Anak

Sesuai RPJMN 2020-2024, target penurunan prevalensi perokok anak adalah menjadi 8,7 persen di tahun 2024. Waktu yang tersisa tidak banyak, maka perlu kerja ekstra keras. Butuh sinergi berbagai kalangan. Perlu langkah konkret yang harus dilakukan segera.

1. Revisi PP No. 109 Tahun 2012 Harus Segera

PP No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan didorong untuk segera direvisi. Harapannya, setelah direvisi PP 109/ 2012 ini bisa lebih kuat dan tegas melindungi masyarakat, khususnya anak-anak, dari bahaya rokok konvensional maupun rokok elektrik.

Pada 29 Juli 2022, Kemenkes RI memasuki tahap uji publik dari revisi PP 109/ 2012. Hal yang sama dilakukan pula oleh Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) pada 27 Juli 2022. Uji publik dilakukan dalam rangka membuka ruang partisipasi masyarakat yang berkepentingan terhadap rancangan revisi PP 109/2012 tersebut.

Ada lima hal pokok dalam revisi PP 109/ 2012, yakni:

  • Ukuran pesan bergambar diperbesar
  • Adanya aturan terkait rokok elektrik
  • Memperketat iklan, promosi, dan sponsorship yang berkaitan produk rokok
  • Larangan penjualan rokok batangan
  • Pengawasan dan sanksi.

2. Orang Tua Memberi Contoh Hidup Sehat

Membangun kebiasaan hidup sehat di rumah dan di sekolah penting dilakukan sebagai salah satu upaya menekan jumlah perokok anak. Salah satunya dengan memberikan contoh Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang salah satunya adalah perilaku tidak merokok.

Jangan lelah pula memberikan edukasi kepada anak tentang bahaya merokok. Bahwa merokok tidak hanya membahayakan kesehatan yang berisiko kematian, tetapi juga bisa membahayakan lingkungan.

3. Atasi Darurat Perokok Anak dengan Tidak Beri Gadget Tanpa Pengawasan

Dalam webinar tersebut, didapati fakta anak-anak melihat iklan rokok di media sosial. Saat ini, kita belum bisa menggantungkan asa pada Kominfo untuk melarang iklan tersebut. Pasalnya, iklan rokok di media sosial belum termasuk yang dilarang.

Hal terbaik yang bisa dilakukan adalah orang tua jangan memberikan gadget pada anak tanpa pengawasan. Sekali kita berikan gadget, dalam hal ini smartphone, pada anak, kita sudah memberikan seisi dunia padanya. Anak bebas melihat, membaca, dan mengetahui apa pun dari gadget di tangannya. Untuk itu, kitalah sebagai orang tua yang harus memberikan batasan dan pengawasan.

4. Jangan Fasilitasi Perokok

Jangan pernah memfasilitasi perokok untuk bisa ngebul seenaknya. Caranya adalah dengan tidak menyediakan asbak. Tidak perlu sungkan pula untuk meminta mereka tidak merokok di dalam rumah atau sekitar rumah kita.

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK, Agus Suprapto, menyarankan hal-hal yang bisa dilakukan sebagai bentuk ketidakberpihakan pada perokok. Misalnya pegawai yang merokok tidak akan naik pangkat.

Di lingkungan masyarakat, misalnya, apabila menggelar hajatan jangan menyediakan rokok. Rokok ditiadakan, sebagai gantinya telur ditambah. Dengan begitu bisa menjadi salah satu cara pula menambah asupan protein masyarakat setempat.

Baca juga: Pengalaman Anak Terkena Roseola Infantum

Penutup

Apakah rela melihat anak-anak kita sejak dini menyalakan rokok dan lalu mengisapnya dengan santai? Relakah pula melihat anak-anak sibuk dengan rokok elektriknya, menyembur-nyemburkan asap karena merasa gagah?

Saya sebagai seorang ibu tidak pernah rela anak saya menjadi pengabdi rokok. Ketimbang merokok, masih ada segudang aktivitas menyenangkan lain yang justru membuat anak-anak lebih sehat dan hebat.

Indonesia dalam kondisi darurat perokok anak. Kita jangan diam saja. Yuk, lakukan hal-hal semampu kita untuk menjaga generasi muda ini tumbuh sehat. Ingat: Indonesia sehat, Indonesia maju.

Referensi

Kemkes. Perokok Anak Masih Banyak, Revisi PP Tembakau Diperlukan, diakses pada 18 Agustus 2022.

Global Youth Tobacco Survey (GYTS). Lembar Informasi Indonesia 2019.

detikHealth. Perokok Anak di Indonesia Meningkat, Survei Ungkap Kemungkinan Penyebabnya, diakses pada 18 Agustus 2022.

Kompas.com, Sambut Momen Hari Anak Nasional, Jumlah Perokok Anak Masih Tinggi, diakses pada 18 Agustus 2022.

Sehat Negeriku Kemkes. Tanya Jawab: Perokok Remaja dan Bahayanya, diakses pada 18 Agustus 2022.

Republika. Darurat Perokok Anak, 6 Organisasi Minta Segera Disahkan Revisi PP Tembakau, diakses pada 18 Agustus 2022.

Leave A Reply

Your email address will not be published.

www.kirmiziyilan.com