Katanya Bekerja dari Rumah Lebih Santai, Bagaimana Menurutmu?
“Enak ya kamu sekarang kerja dari rumah, nggak lagi kerja kantoran. Jadi lebih santai.” Hm, pernahkah mendengar kalimat seperti ini?
Saya pernah mendengarnya. Karena sayalah yang mengucapkannya. Kalimat itu terlontar dari bibir yang dulu sering disapu lipstik pink, saat masih kerja kantoran. Ketika hari libur pun tetap kerja. Ketika laptop adalah sesuatu yang dipegang pertama kali di pagi hari.
Hari berganti hari. Hari ini, sudah hampir dua tahun saya di rumah saja. Untuk sedikit menambah isi rekening, saya mengambil pekerjaan sebagai penulis lepas. Sepertinya mudah melakukan pekerjaan sambil mengurus anak. Sambil melakukan pekerjaan domestik. Santai. Nyatanya?
Tidak sesantai itu rupanya. Apalagi ketika anak kedua lahir. Si bayi nemplok melulu sama emaknya. Diajak duduk sambil kerja dia berontak. Belum lagi pekerjaan domestik yang tidak berkesudahan. Lalu si sulung yang perlu didampingi saat belajar daring.
Hal-hal semacam itu sukses membuat saya kurang fokus dan beberapa kali menunda melakukan pekerjaan. Akibatnya harus jungkir balik menyelesaikan pekerjaan. Dikerjakan mepet deadline. Bahkan ada yang lewat deadline.
Berbagi Pekerjaan Rumah dengan Pasangan?
Anak dibikin berdua dengan suami, maka (seharusnya) ngurusnya juga berdua. Rumah ditinggali sama-sama ya (seharusnya) diurus sama-sama. Nyatanya? Sulit.
Ya, sulit sekali untuk bisa berbagi beban rumah dengan pasangan. Saat ini, suami baru saja masuk ke tempat kerja baru. Pekerjaannya lebih sulit. Dia harus belajar banyak. Kendati suami bekerja dari rumah di saat pandemi begini, tetap saja tidak bisa berharap banyak padanya.
Masih untung sesekali suami menyapu lantai dan mengepel. Terkadang menjemur pakaian yang sudah semalaman diangkat dari mesin pengering. Terkadang yang lain cuci piring. Tapi ya itu, sesekali saja. Bahkan di saat weekend dia masih sibuk dengan pekerjaannya.
Yuk, baca tulisan lainnya: Komunikasi Produktif Saat Anak Merengek di Tengah PJJ
Saya tidak bisa banyak meminta tolong padanya. Berusaha memahami bahwa pekerjaannya sangat menyita fokus dan perhatiannya. Saya hanya minta pada Allah untuk dikuatkan saat harus bekerja dari rumah. Memohon diberi energi yang banyak, dikuatkan melek dan nggak gampang capek.
Berusaha Lebih Santai Bekerja dari Rumah
Semua tanggung jawab pekerjaan domestik ada di tangan saya. Apalagi di rumah tidak ada asisten rumah tangga.
Kalau saya nggak masak, kami serumah nggak akan makan. Jika saya tidak mencuci piring dan menjemur pakaian, maka tidak ada pakaian bersih. Jika saya tidak membersihkan lantai atas, maka akan seperti itu selama-lamanya.
Ketika deadline tiba, sungguh sulit menjalani semuanya dengan santai. Terkadang terlintas untuk menyudahi semua pekerjaan lepas ini. Namun, kalau nanti suami dipecat nggak ada pemasukan dong. Anak-anak mau dikasih makan apa?
Tidak selalu berhasil, tapi cara-cara ini bisa membuat saya bekerja dari rumah lebih santai.
1. Amankan stok telur
Ketika tidak sempat masak karena mengejar deadline, telur bisa menjadi andalan untuk lauk. Cepat dimasak dan bergizi. By the way, saya kurang suka menjadikan frozen food sebagai stok.
2. Gendong si bayi
Bayi akan lebih tenang saat digendong, sehingga bisa disambil kerja dari rumah. Karena bayi saya nggak betah diajak ngetik di depan laptop, maka handphone jadi andalan. Meski tidak optimal, hajar sajalah, he-he-he.
3. Beri kesibukan untuk anak yang lebih besar
Anak sulung saya kelas satu SD. Sudah lebih mengerti sih saat mamanya ada kerjaan. Nah, biar dia nggak merengek minta melakukan aktivitas bersama, saya menyediakan berbagai hal agar dia sibuk. Misalnya buku bacaan baru dan aneka kertas.
Kebetulan si sulung dibatasi screen time-nya. Setelah selesai belajar daring, dia nggak bisa nonton di handphone atau laptop.
4. Manfaatkan malam dan pagi baik-baik
Setelah anak-anak tidur malam, saya lebih leluasa melakukan pekerjaan. Waktu inilah yang biasanya dimanfaatkan untuk menyelesaikan deadline. Juga di pagi hari ketika anak-anak belum bangun.
Biasanya saya bangun lebih pagi, sekitar pukul 03.00 WIB. Lalu secepat kilat berusaha menyelesaikan pekerjaan.
Sayangnya, kadang anak-anak tidur larut. Si bayi kadang maunya nempel nenen melulu. Alhasil saya jadi ketiduran. Lalu tergopoh-gopoh bangun saat subuh. Eh, tidak lama si bayi ikut bangun. Alamak! Gagal deh mau kerja. Namun, tenang, ini cuma kadang-kadang kok.
5. Manfaatkan jam tidur siang anak
Sebagai ibu yang punya bayi, rasanya memang lebih lelah. Makanya sering disarankan untuk ikut tidur saat bayi tidur di siang hari. Eit! Jika sedang ada kerjaan, tunda dulu tidurnya.
Bayi tidak selalu tidur siang dalam waktu lama. Kadang dia bangun karena suara bising, lalu nggak tidur-tidur. Makanya, ketika bayi tidur, kita harus segera memanfaatkannya baik-baik.
6. Libatkan anak
Anak sulung saya sudah bisa bantu cuci piring, meski yang dia cuci piring bekas makannya sendiri. Namun, ini nggak apa-apa banget.
Kadang saya juga minta si sulung untuk menemani adiknya main, saat saya ngetik. Nggak lama memang, namun 5-10 menit buat saya itu berharga banget.
Obat Lelah dan Obat Kuat
Setelah pekerjaan sampingan beres, seringkali badan saya pegal-pegal. Efek kurang tidur. Obatnya tentu saja tidur.
Selain tidur, ada obat lelah dan obat kuat lain buat saya. Itu adalah perhatian dari si sulung. Pernah suatu kali saya sedang banyak deadline, sedangkan si bayi tidak juga mau tidur. Sementara itu pekerjaan rumah masih banyak.
Seusai salat zuhur bersama si sulung, saya menangis. Mengadu pada Allah dan minta dikuatkan. Mungkin karena iba, si sulung bergegas mencuci semua piring kotor setelah makan siang. Namun, satu piring pecah. Untung tidak melukai tangannya. Hiks, terharu sekali.
Daan, satu lagi. Malam ini saya ada deadline juga. Si bayi tidak juga mau segera tidur malam. Dia menangis-nangis saat ditidurkan di bantal. Saya sampai bingung harus gimana.
Baca ini juga, yuk: Wabah Corona Tak Kunjung Usai, Terpaksa Kencangkan Ikat Pinggang
Ketika sedang istighfar, si sulung memberi sehela kertas. Rupanya dia memberi kata-kata penyemangat. “Mama, Taqi kasihan. Semangat ya. Love mama.” Begitu isi surat sederhana darinya. Ya Allah, saya meleleh banget.
Baik, saya akan lebih semangat. Mumpung ada waktu, ayo bergegas selesaikan. Agar esok hari lebih santai menemani anak belajar daring dan bermain bersama mereka.
Nah, itu dia cara saya agar sedikit lebih santai saat bekerja dari rumah. Mungkin ada ibu-ibu senasib yang nyasar di blog saya bisa menambahkan?
Referensi:
How to work from home with kids around
https://www.poynter.org/business-work/2020/how-to-work-from-home-with-kids-around/