Bukan Sibuk, Mungkin Tidak Jadi Prioritas
“Maaf ya aku sibuk, jadi nggak sempat main ke rumah kamu. Habisnya gimana ya, kerjaan banyak banget, lembur terus, pas weekend tepar deh.” Hmm, sekarang setiap kali orang beralasan sibuk, saya mengartikan dengan “tidak jadi prioritas”.
Iya, kalau memang mau bersilaturahmi dengan keluarga atau kerabat, pasti bisalah kita menyempatkan diri di salah satu hari di weekend yang dimiliki. Nyatanya dalam weekend–weekend itu, kita memilih staycation bersama keluarga, jalan-jalan ke suatu tempat, wisata kuliner, nonton bareng keluarga, atau bikin aneka masakan di rumah.
Baca juga: Journaling, Ikhtiar Hempas Stres, Kesal, Sedih, dan Cemas
Artinya apa? Berkunjung ke rumah keluarga atau kerabat itu bukan prioritas kita. Kita selalu punya 1.001 alasan untuk tidak melakukan kegiatan itu dengan alasan sibuk.
Padahal kalau bilang sibuk, semua orang pasti punya kesibukan. Kita bukan satu-satunya orang di dunia ini yang sibuk berat. Yakin selama 24 jam dalam sehari, tujuh hari dalam sepekan, 30 hari dalam sebulan, dan 365 hari dalam setahun benar-benar tidak ada waktu? Bahkan sebatas membalas What’s App pun tidak sempat. Alasannya lupa saking sibuknya.
Sedihnya Ketika Tidak Jadi Prioritas Orang Terkasih
Suatu kali ada tuh orang yang untuk cuti kerja saja sulit, sebut saja namanya Mawar. Tapi, ketika ada keluarga atau kerabat membutuhkan bantuannya untuk pindah rumah, dia selalu ada. Ada waktu yang sengaja dialokasikan Mawar.
Bagi Mawar, benda pertama yang dipegang saat akan tidur dan bangun tidur adalah laptop. Kerjaan menuntut dia untuk selalu stand by, meskipun dia sedang di rumah. Namun, ketika ada keluarga atau kerabat yang minta diantar ke dokter atau ada yang menitipkan anak, ada waktu yang sengaja dialokasikan. Kendati memang ada konsekuensi yang harus diambil oleh Mawar.
Lalu, ketika Mawar akan pindah rumah, ternyata orang terdekat dan terkasih tidak bisa membantunya. Alasannya sibuk, lantaran harus tetap bekerja meski itu di akhir pekan. Mawar mencoba mengerti dan berpikir positif.
Suatu kali ketika Mawar ada penugasan keluar kota, terpaksa dia tolak. Alasannya karena anaknya yang masih kecil tidak ada yang menjaga. Kenapa tidak dititipkan ke keluarga atau kerabat? Dia cukup tahu diri, dirinya tidak akan sanggup minta tolong pada orang yang selalu sibuk.
Di titik terendahnya, Mawar hanya bisa menangis. Dia mencoba selalu ada untuk orang terdekat dan terkasihnya. Namun, dia tidak bisa berharap yang sama ketika membutuhkan bantuan. Hmm, tidak jadi prioritas orang yang sering kita prioritaskan memang menyedihkan. I’ve been there, Mawar. Kita kayak harus ada buat orang lain, tapi kita juga “dipaksa” paham ketika orang lain nggak bisa ada buat kita. Sesak banget!
Hidup Itu Singkat, Jangan Sampai Menyesal
Hal yang saya paling sesali dalam hidup adalah tidak menyediakan banyak waktu untuk Bapak, bahkan sampai di akhir hidupnya. Saya sibuk dengan berbagai kegiatan di kampus, sehingga pernah mengabaikan ulang tahun Bapak.
Padahal Bapak sudah menyiapkan nasi kuning untuk saya agar dimakan bersama di hari istimewanya. Namun, saya tidak datang. Sesak rasanya mengingat saat itu. Mungkin nasi kuningnya akhirnya berakhir di kandang ayam lantaran sudah basi.
Pada akhirnya saya sadar. Ya, saya memang sibuk kala itu dan saya tidak memprioritaskan Bapak. Saya sangat egois karena hanya memikirkan diri sendiri. Memikirkan sesuatu yang menyenangkan diri sendiri. Memilih berjibaku dengan kesibukan di kampus, bahkan menyempatkan diri sehari saja untuk hari istimewa Bapak saja tidak bisa.
Beberapa bulan kemudian Bapak berpulang. Habis sudah kesempatan saya di dunia ini untuk berlama-lama di samping Bapak. Alhasil rindu pada Bapak di dada harus diredam dengan melangitkan doa. Berharap Bapak di “sana” tidak kesepian, mendapat kelapangan kubur, jauh dari siksa dan adzab kubur, serta kelak dihimpun bersama orang-orang saleh di surga terbaiknya Allah.
Sejak itu, saya bertekad tidak mau menyesal lagi. Saya menyempatkan diri untuk cukup sering pulang kampung demi bertemu dengan Ibu. Dialah satu-satunya orang tua saya saat ini. Meski kami terpisah kota, setidaknya Ibu merasa diperhatikan dan jadi prioritas ketika saya sering pulang kampung.
Kadang kita memang harus jadi lebih lelah ketika memprioritaskan sesuatu. Misalnya, untuk pulang kampung tentu lelah dong di perjalanan. Apalagi bawa dua anak kecil yang super aktif. Belum lagi kalau pas lagi banyak kerjaan, harus makin banyak lemburnya.
Pulang kampung juga butuh biaya. Ada tol, bensin, dan lain-lain. Tapiii, kalau sesuatu itu sudah jadi prioritas, pasti akan kita usahakan, meski secapek apa pun. Kendati harus keluar uang lebih banyak, juga pasti akan dibela-belain. Namanya prioritas gimana sih?
Baca juga: Pernahkah Merasa Lelah Jadi “Tempat Sampah” Orang Lain?
Pokoknya jangan sampai menyesal lantaran diri ini terlalu dilenakan kesibukan sendiri, sehingga jarang hadir dalam hidup orang terdekat dan terkasih. Jangan sampai meminta orang lain memahami dan memaklumi kesibukan kita, tapi lupa lupa bahwa orang lain pun punya kesibukan sendiri.
Karena jarang hadir di kehidupan keluarga dan kerabat, kita lantas merasa hubungan jadi jauh. Lalu akibatnya kita jadi nggak nyaman saat berkumpul bersama mereka. Merasa dicuekin. Alhasil, balik lagi deh, kita memilih lebih sering berjibaku dengan kesibukan kerja atau berkumpul dengan teman-teman ketimbang bersama keluarga. At the end, penyesalan akan menghantui.
Baca juga: Kerja dari Rumah Tidak Selalu Mudah, Sayangnya Tak Semua Orang Paham
Reminder untuk diri saya sendiri, please stop merasa selalu sibuk sehingga mengesampingkan kehadiran diri untuk keluarga dan kerabat. Tidak akan pernah susah bersilaturahmi ke rumah keluarga dan kerabat, at least beberapa bulan sekali, jika saya menjadikan kegiatan itu sebagai prioritas.
Reminder lagi, jika jadi prioritas, pasti saya akan selalu ada waktu untuk membaca dan mentadaburi Alquran, juga melakukan amalan sunnah. Please, Vita, jangan merasa jadi Si Paling Sibuk!