Ya’ahowu! Yuk, Melihat Tradisi Lompat Batu Nias yang Tersohor

Jika saat ini diajak ke Nias, apa hal yang akan Mama dan keluarga lakukan? Apakah melihat tradisi lompat batu? Jika iya, toss dulu. Ya, Nias memang tersohor dengan tradisi lompat batu yang unik.

Ya’ahowu! Kata sapaan itu dilontarkan beberapa orang asal Nias kepada pengunjung yang datang ke Bawomataluo, salah satu desa adat di Kabupaten Nias Selatan. Masyarakat Nias meyakini kata Ya’ahowu mengandung arti yang baik. Arti Ya’ahowu berarti terberkati atau diberkati.

Sapaan ramah itu membuat siapa saja yang datang semakin antusias melihat tradisi lompat batu yang tersohor dan bahkan mendunia itu.

Bawomataluo berarti bukit matahari. Nama ini sesuai dengan lokasi desa Bawomataluo yang berada di atas bukit dengan ketinggian 324 meter di atas permukaan laut.

Untuk sampai ke Bawomataluo, pengunjung harus melewati lebih dari tujuh puluh anak tangga. Tangga tersebut terbuat dari batu alam, mirip punden berundak. Rupanya tangga itu sudah ada sejak berabad-abad lalu. Meski demikian, kondisi tangga batu masih sangat terawat.

Setelah melewati anak tangga paling tinggi, kita akan melihat omo hada alias rumah tradisional masyarakat Nias Selatan. Rumah-rumah yang terbuat dari kayu ini saling berhadapan dengan jarak sekitar empat meter. Di tengah kompleks tersebut terdapat halaman yang lantainya dari susunan batu. Di sanalah terdapat tumpukan batu yang biasa digunakan untuk lompat batu.

Lompat batu yang disebut juga hombo batu atau fahombo merupakan atraksi menarik yang disuguhkan laki-laki Nias. Tidak sembarang orang bisa melakukannya. Perlu latihan dengan tekun agar mampu melompati batu setinggi 2,2 meter.

Tanpa kemampuan yang mumpuni, batu setinggi itu mustahil dilompati. Jika salah dalam melakukan lompatan, risiko cedera otot hingga patah tulang pun menghantui.

Lompat Batu Kini dan Masa Lalu

Lompat batu di masa lalu adalah untuk mendukung pertahanan saat terjadi perang antarwilayah. Kala itu, mereka harus memanjat pagar setinggi lebih dari dua meter agar bisa mencapai benteng lawan. Tanpa kemampuan ini, mustahil mereka bisa masuk ke area lawan.

Dulu, papan batu ditutupi paku dan bambu runcing. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya ritual lompat batu di mata Suku Nias. Bahkan prajurit muda di masa lalu juga dilatih bisa melompati dinding pertahanan musuh sambil membawa obor di malam hari. Fahombo benar-benar melatih ketangkasan dan kegesitan para pemuda Nias.

Seiring waktu berlalu, ketika perang tak ada lagi, lompat batu menjadi pertanda kedewasaan laki-laki Nias. Jika ingin disebut dewasa dan matang secara fisik, maka seorang laki-laki harus bisa melompati tumpukan batu setinggi dua meter dan setebal 40 cm tersebut.

Bisa melompati batu setinggi dua meter itu adalah sebuah kebanggaan. Tak heran, banyak anak laki-laki Nias yang giat berlatih agar bisa segera menaklukkan tumpukan batu. Mulanya mereka berlatih dengan melompati tali, kemudian membuat batu tumpuan. Awalnya tali dan batu tumpuannya rendah, kemudian perlahan ditambah ketinggiannya. Hingga akhirnya melompati batu dua meter tanpa menyentuhnya sama sekali bukan perkara sulit bagi mereka.

Dikutip dari indonesia.go.id, jika ada pemuda yang sanggup melompati batu untuk pertama kali, maka keluarga akan menggelar semacam syukuran. Keluarganya akan menyembelih beberapa ekor ternak sebagai wujud syukur dan kebanggaan.

Penutup

Saat ini banyak yang menjadikan kegiatan lompat batu di Nias sebagai olahraga. Sementara itu, di beberapa desa adat, lompat batu dilakukan sebagai atraksi untuk menghibur wisatawan yang datang. Biasanya, dengan tarif Rp 150 ribu, dua pemuda desa masing-masing akan melakukan dua kali lompatan.

Lompat batu bukan sekadar kearifan lokal dan salah satu simbol budaya masyarakat Nias. Lebih dari itu, lompat batu juga merupakan ritual adat dan tradisi yang menarik perhatian para wisatawan. 

Menjejak Nias sungguh tak lengkap rasanya tanpa melihat langsung atraksi lompat batu. O, ya, jika Mama dan keluarga berencana melakukan traveling ke wilayah Indonesia lainnya, bisa baca tulisan Trip Seru ke Labuan Bajo.

2 Comments
  1. Uswatun Khasanah says

    Berhasil lompati batu 2 meter, akan sembelih ternak? Udah kayak nikahan dan sunatan ya, Kak 😅 tapi emang gak gampang sih.

  2. Annisa Khairiyyah Rahmi says

    Salah satu budaya yang ingin sekali kulihat langsung. Dulu selalu ada dalam buku pelajaran sejarah. Semoga bisa ke Nias. Meski sama sama di Sumatera Utara, aku belum pernah ke Tano Niha

Leave A Reply

Your email address will not be published.

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.