Hal Penting Sebelum Mengajari Anak Membaca dan Menulis
“Gimana sih cara mengajari anak membaca dan menulis?” Adakah Mama yang punya pertanyaan seperti itu? Hmm, mengajari anak membaca dan menulis terkadang cukup menantang. Namun, ada lho kebiasaan yang membuat anak lebih tertarik belajar membaca dan menulis.
Nah, kebiasaan ini adalah hal yang menurut saya penting banget dilakukan sebelum mengajari anak membaca dan menulis. Kebiasaan itu adalah membacakan buku untuk anak. Iya, sesimpel itu.
Beberapa waktu lalu, saya ikut webinar tentang Membacakan Nyaring dan Perannya Mengembangkan Literasi. Webinar ini merupakan pembukaan 21 Hari Teka Teki Literasi Tantangan Keluarga Membacakan Nyaring bersama Lets’Read yang digelar oleh Read Aloud Yuk.
Saya share di tulisan ini ya materi webinarnya. Insya Allah cocok untuk para orang tua yang hendak mengajari anaknya membaca dan menulis, terutama yang ingin anaknya gemar membaca.
Kegiatan Pertama Mengajari Membaca: Bukan Mengenalkan Huruf
Membaca itu ‘kan kegiatan melafalkan rangkaian huruf, bagaimana mungkin kegiatan pertama mengajari anak membaca bukan dengan mengenalkan huruf? Jawabannya adalah karena tahap awal membaca itu adalah anak mendengar konsep.
“Itu makanya di usia dini, mendengarkan itu penting,” kata Dr. Agus Trianto, seorang akademisi yang menjadi salah satu narasumber di webinar.
Otak bayi, lanjutnya, merupakan pengolah kata. Dengan demikian, yang diterima di telinga maka akan jadi kamus buat si bayi di kehidupan nantinya.
Sejak masih di dalam kandungan, alangkah baiknya anak sering diajak bercerita atau dibacakan buku. Dengan memperkenalkan buku sejak dini maka akan membuat anak akrab dengan bacaan. Hal ini akan sangat bermanfaat untuk kehidupan anak di masa mendatang.
Baca juga yuk: Mengenal Bahasa Ibu dari Membaca Nyaring di Let’s Read
Agus menjelaskan cerita adalah konsep berpikir. Saat mendengarkan cerita, tubuh akan menghasilkan zat kimia atau dopamin. Bila kadar dopamin dalam tubuh meningkat, maka akan menyebabkan seseorang mengalami sensasi yang menyenangkan. Dopamin ini memiliki peran besar dalam merespons emosional, gerakan, konsentrasi, dan rasa sakit.
Memapar anak dengan buku cerita yang beragam adalah upaya untuk menumbuhkan kegemaran membaca. Dari cerita yang beragam, kosakata anak juga bisa bertambah. Selanjutnya, anak akan terdorong untuk bisa membaca sendiri cerita di buku.
Ini benar sekali sih, Ma. Saya mengenalkan buku pada anak saya sejak dini. Hal itu membuat dia awalnya pura-pura membaca buku dengan “membaca gambar”. Selanjutnya, dia membaca dan menulis dengan mudah tanpa kesulitan yang berarti. Sebelum usia genap lima tahun, anak sulung saya sudah lancar bisa nyaring. Kemudian, di usia lima tahun, dia bisa membaca buku di dalam hati. Masya Allah tabarakallah.
Sekarang usia anak saya tujuh tahun. Setiap mendapati koran bekas pembungkus atau kardus dan apa pun, pastu tulisannya akan dia baca.
Read Aloud, dari Mendengar Hingga Menulis
Membaca adalah kegiatan yang kompleks. Untuk dapat melakukan keahlian atau keterampilan ini maka harus melakukannya. Disampaikan Rossie Setiawan, founder Readingbugs, di acara yang sama, anak yang paling banyak membaca akan pandai membaca. Selanjutnya mereka akan paling berprestasi dan paling lama bersekolah.
Mengingat manusia adalah pleasure centered, maka perlu cara menyenangkan untuk menjadikan manusia membaca. Cara itu adalah dengan read aloud sejak dini.
Kenapa harus dilakukan sejak dini? Karena kita perlu banget memanfaatkan komunikasi visual yang dimiliki anak di masa awal kehidupannya. Tahun-tahun awal kehidupan adalah masa emas yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Karena itu kita perlu banyak mengajak anak bicara, membacakan buku, juga mengajarkan kebiasaan yang rutin dan disiplin.
Bermula mendengarkan cerita dari buku yang dibacakan, anak akan mengucap kata, kemudian mulai membaca, dan selanjutnya menulis.
Tulisan ini juga menarik lho: Menjajal Tantangan 21 Hari Read Aloud
Saya cerita anak saya lagi ya, Ma. Dia sekarang juga suka menuliskan imajinasinya. Jadi ketika dia ingin tinggal di Mars, dia akan menggambar dan membuat teks cerita. Dengan menulis, dia bisa jadi apa saja, he-he.
Beda banget lho, Ma, anak yang diajari membaca saja dengan anak yang yang ditumbuhkan kesukaannya pada membaca. Anak yang diajari membaca saja biasanya hanya membaca saat disuruh. Dia tidak berminat untuk mencari tahu berbagai macam hal dari buku. Sedangkan anak yang suka membaca, dia akan bersenang-senang dengan bacaannya. Itu makanya anak yang suka membaca cenderung memiliki nilai akademis yang lebih baik.
Saat Kecil Suka Baca, Begitu Besar Kok Anak Malas Baca?
Pernah nggak, Ma, menjumpai fenomena anak yang tidak suka membaca, padahal di waktu kecil sangat suka membaca? Ini bisa terjadi karena minat membaca anak tidak dijaga, sehingga minatnya teralihkan. Biasanya game dan gadget menjadi biang kerok minat baca anak yang menurun dan perlahan hilang.
“Memberi bacaan untuk anak jangan yang terlalu mudah dan jangan juga terlalu sulit. Setiap perkembangan anak harus ditingkatkan. Jangan berhenti saat anak anak masuk SD, misalnya,” tutur Agus.
Sering kali, imbuhnya, anak diberi bahan bacaan yang terasa berat atau sulit. Dengan kosakata yang belum cukup, hal itu justru membuat anak frustrasi. Hal seperti inilah yang kerap membuat anak sekolah gagal memahami teks.
“Jadi sebaiknya selalu dicek kemampuan kosakata anak, jaga terus minat anak. Jangan berhenti ngobrol denga anak, kasih terus buka yang diminati,” saran Agus.
Kesimpulannya, mengajari anak membaca dan menulis itu sebaiknya tidak tiba-tiba menyodorkan abjad dan menyuruh anak menghafalkannya. Mendingan kita sediakan waktu 5-15 menit setiap hari untuk read aloud. Dengan begitu kita sudah berikhtiar menanamkan kegemaran membaca pada anak. Anak yang gemar membaca kelak tidak akan malas membaca, sehingga nggak mudah terjebak informasi hoaks. Yuk, read aloud!