Ketika Bicara di Depan Umum Lebih Sulit Ketimbang Menulis
Bila disuruh memilih, lebih suka menulis atau bicara di depan umum? Sebagian orang mungkin lebih memilih berbicara. Sedangkan sebagian lainnya memilih menulis, lantaran bicara di hadapan umum terasa begitu syulit.
Saya adalah tipe yang kedua. Ya, buat saya menulis jauh lebih mudah dan menyenangkan dibanding bicara di depan umum. Ini karena saat menulis, saya bisa menghindari tatapan banyak orang.
Bagi saya, tatapan belasan bahkan puluhan pasang mata itu ibarat pisau. Benda tajam yang siap mencabik, merobek, dan menelanjangi. Semengerikan itu. Padahal sebenarnya bisa jadi tidak semenyeramkan yang dibayangkan.
Di tulisan kali ini saya akan menceritakan kaitan karakter introver dan kecenderungan lebih mudah menulis ketimbang bicara. Akan saya kisahkan pula pengalaman bicara di depan umum yang tak terlupakan. Semoga tidak bosan membacanya ya!
Introver Lebih Pilih Menulis Daripada Bicara di Depan Umum
Sebenarnya, saya bukan orang yang antibicara dengan orang lain. Pada saat meeting, saya bisa menyampaikan materi yang sudah disiapkan. Ketika menjadi pewawancara, saya pun bisa melakukan sejumlah wawancara dengan cukup baik. Akan tetapi, berbicara di depan umum, apalagi di hadapan orang-orang yang kurang dikenal, sangat menguras energi.
Saya adalah seseorang dengan kepribadian ambiver. Ini merupakan gabungan ekstrover dan introver. Namun, sisi introver sepertinya sedikit lebih dominan ketimbang ekstrovernya.
Nah, seorang introver memang disebut memiliki masalah dengan berkata-kata secara verbal. Penulis buku The Secret Lives of Introverts, Jenn Granneman, menjelaskan sosok introver lebih suka pada memori jangka panjang. Nah, kebanyakan saat kita berbicara dengan orang lain, melibatkan memori jangka pendek. Hal itu cukup “merepotkan” bagi introver.
Selain itu, menurut Dr. Marti Olsen Laney dalam buku The Introvert Advantage, menulis dan berbicara melibatkan jalur di otak yang berbeda. Pada orang introver, sepertinya lebih berkembang jalur menulisnya. Itu makanya orang introver lebih suka mengirim pesan dan e-mail ketimbang berbicara melalui telepon.
Kesulitan bicara di hadapan umum sering kali diperparah oleh hadirnya kecemasan. Memang sih tidak semua orang introver pasti mengalami gangguan kecemasan. Akan tetapi pada saya, kecemasan lebih mudah menghampiri.
Beberapa kali serangan cemas membuat saya sulit berpikir, sulit fokus, juga sulit mengingat informasi. Konon hal ini dikarenakan dilepaskannya hormon stres, kortisol, yang memang bisa mengganggu konsentrasi.
Pernah suatu kali dalam sebuah acara, saya kehilangan kata-kata. Saya merasa seperti ditelanjangi oleh mata para hadirin yang menunggu saya mengeluarkan kata-kata. Sungguh lelah!
Pengalaman Menjadi Pembicara di Sebuah Simposium
Salah satu pengalaman berbicara di hadapan umum yang paling membekas di benak adalah saat menjadi pembicara di sebuah simposium. Kala itu, saya masih menjadi mahasiswi pascasarjana.
Saya sengaja mengirimkan karya tulis untuk diseleksi dalam simposium bertema terorisme. Semangat begitu membara lantaran tesis yang sedang disusun juga tentang terorisme.
Simposium kala itu berlangsung di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Saya mendapat kesempatan sebagai pembicara kedua. Hadir di sebelah saya adalah seorang dosen dari universitas swasta di Jakarta. Melihat dirinya begitu tenang menjelaskan materi, saya pun tertular.
Peserta simposium adalah mahasiwa S1. Hal itu sedikit membuat rasa percaya diri saya meningkat. Setidaknya, saya adalah “senior” yang sudah melakukan penelitian tentang terorisme. Bahkan pernah bertemu dan wawancara dengan pelaku terorisme pula.
Ketika para mahasiswa memberondong dengan berbagai pertanyaan, saya justru sangat menikmatinya. Rasanya tidak ingin turun dan panggung. Pengalaman yang luar biasa sekali.
Sayangnya setelah itu, keterampilan berbicara di hadapan umum tidak terasah dengan baik. Saya lebih banyak sibuk berada di balik layar. Lingkup paling besar paling bicara di hadapan tim klien yang sedang bertamu ke kantor.
Ketika Kesulitan Bicara di Depan Umum Terjadi
Pada akhirnya, saya harus “mengalahkan” diri sendiri. Menekan rasa takut dan cemas jadi pilihan, sehingga bisa lebih lancar bicara di depan umum.
Bahkan untuk bisa mengatasi ketakutan bicara di depan umum, saya pernah ikut kelas public speaking. Di kelas itu, peserta dituntut untuk tetap percaya diri, kendati melakukan sesuatu yang tidak biasa
Beberapa hal yang beberapa kali saya praktikkan saat akan bicara di depan umum dan berhasil adalah sebagai berikut:
- Berdoa, minta ditenangkan hati dan pikiran oleh Allah.
- Kuasai materi yang akan disampaikan dengan cara banyak membaca.
- Saat diberi kesempatan bicara, edarkan dulu pandangan ke seisi ruangan. Buat saya ini penting sebagai cara menguasai medan.
- Tarik napas dan atur napas agar tidak terburu-buru saat bicara.
- Siapkan kertas contekan bahan bicara itu sah-sah saja.
- Jika merasa seperti kehabisan napas saat bicara, tandanya bicara terlalu cepat karena gugup. Coba usir ketegangan dengan berhenti bicara sejenak. Jangan lupa, tarik napas dalam-dalam.
Penutup
Saya menyadari diri ini bukan pembicara yang baik. Jadi saya nggak akan memaksakan diri untuk harus sempurna menjadi pembicara di depan umum. Jika memang tidak mau dan tidak siap, tidak apa-apa untuk tidak melakukannya.
Lho, nggak mau berkembang dan menyerah begitu saja? Bukan begitu juga sih. Tentu saya bisa mengukur mana kondisi yang perlu “menaklukan tantangan” dan mana yang membiarkan diri berada di zona nyaman. Ya, zona nyaman tidak melulu salah lho. Ada kalanya butuh diam, mendengarkan dan menikmati paparan orang lain. Setelah itu, sibuk ketak-ketik dan hasilnya ditulis di blog.
Bagaimana dengan Mama, termasuk yang lebih suka bicara di depan umum atau menulis?
Baca tulisan lainnya tentang momblogger di sini: Hampir 3 Tahun Resign, dan Saya Masih Menulis
Referensi
introvertdear.com, Why Is Writing Easier Than Speaking for Introverts? Here’s the Science. https://introvertdear.com/news/introverts-words-hard-science/. Diakses pada 14 Februari 2023.
futuruty.org, Writing and Speaking Are Totally Separate in The Brain. https://www.futurity.org/brains-speech-writing-communication-919852/. Diakses pada 14 Februari 2023.