Sesuai EYD, Jangan Lagi Ucapkan “Ayo Segera Absen”
Pernahkah berada di suatu tempat, baik dunia nyata atau virtual, lalu diminta untuk segera absen. Tunggu! Kita ‘kan sudah datang, lantas kenapa diminta untuk absen. Saran saya, saat menjadi penyelenggara, jangan mudah mengucapkan “ayo segera absen”.
Apa yang salah dengan kalimat “ayo segera absen”? Salah, karena kata absen digunakan dengan maksud “daftar hadir”. Kata absen artinya tidak hadir. Jadi kalimat “ayo absen dulu” berarti meminta untuk tidak hadir.
Lantas apa yang benar? “Ayo isi daftar presensi dulu.” Kata presensi memiliki arti kehadiran. Jadi, jangan salah kaprah, ya.
Salah kaprah penggunaan kata “absen” ini terjadi pada saat saya mengikuti kelas daring Ejaan yang Disempurnakan (EYD) Edisi V yang digelar oleh Badan Bahasa, Kemendikbud. Saat itu, di kolom percakapan ada peserta yang bertanya, “Mana link absen-nya?”
Narasumber pun meluruskan, bahwa yang benar bukan “mana absennya” tetapi “mana daftar presensinya”. Jadi, ingat-ingat, ya, jangan lagi ucapkan “ayo segera absen” pada peserta kegiatan.
Kelas daring ini berlangsung selama tiga hari, 3-5 Juni 2024. Waktu pelaksanaannya sejak pukul 08.00-15.00 WIB. Beruntung digelar secara daring, jadi bagi emak-emak seperti saya tidak kerepotan meninggalkan rumah.
Belajar apa lagi di kelas ini? Berikut ini beberapa oleh-oleh yang saya bawa. Semoga bermanfaat bagi siapa pun yang membacanya.
“Di” antara Dipisah dan Digabung Sesuai EYD
Ada yang masih bingungkah membedakan “di” yang harus dipisah dan digabung dengan suatu kata? Perihal ini sebenarnya sudah kita pelajari di bangku sekolah, tetapi terkadang lupa menerapkannya.
“Di” dipisah dari suatu kata yang mengikutinya, apabila merupakan kata depan. Misalnya, “Di mana rumahmu?”
Bicara tentang kata depan, tentu bukan hanya “di” saja. Akan tetapi ada juga “ke” dan “dari”. Sekali lagi, karena merupakan kata depan, maka ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Ke mana ibumu pergi?
Dari mana kamu?
Toni mengadu nasib ke Jakarta.
Pengemis itu menengadahkan tangannya dari rumah ke rumah.
Kembali lagi pada “Di”. “Di” akan digabung dengan kata yang mengikutinya, apabila berfungsi sebagai awalan. Kata-kata dengan awalan di misalnya: diterima, dilempar, dipegang, dimakan, dirasa, dan dimasak.
Riza Sukma, analis bahasa dan sastra di Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (BPPB), yang menjadi salah satu narasumber memberikan tips. “Jika bingung membedakan “di” disambung atau dipisah, cari saja ada “me”-nya atau tidak,” terangnya.
di + luar = di luar (dipisah, karena tidak ada meluar)
di + copot = dicopor (disambung, karena ada mencopot)
Riza juga mengingatkan untuk tidak menjadikan kata “di mana” sebagai penyambung antarklausa. Alasannya, “di mana” hanya digunakan untuk kalimat tanya.
Saya tinggal di desa, di mana Ibu saya dilahirkan. (Salah, karena “di mana” dijadikan penyambung antarklausa).
Di mana kamu tinggal? (Benar, karena “di mana” digunakan dalam kalimat tanya.)
Kata Berimbuhan Sesuai EYD
Kata berimbuhan merupakan kata turunan. Pegertian dari kata turunan adalah kata dasar yang sudah mendapat awalan atau akhiran. Nah, pada beberapa kata, terdapat peluluhan. Jadi, kata dasar yang dimulai huruf “k, t, s, p” maka bentuk turunannya akan mengikuti awalannya alias luluh.
pe + pungut + an = pemungutan
pe + sebar + an = penyebaran
me + periksa = memeriksa
Bagaimana dengan kata ini, mana yang benar “memerhatikan” atau “memperhatikan”? Untuk menjawabnya, kenali dulu kata dasarnya. Kata dasarnya adalah “hati”.
Di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) terdapat lema “perhati” yang berarti amati; cermati. Akan tetapi, perhati adalah kata jadian dari “hati”. Dengan begitu, ketika mendapat awalan me- dan akhiran -kan, menjadi “memperhatikan“.
Dalam kata berimbuhan, ada pula kata yang mendapat bentuk terikat, dan ditulis serangkai. Contoh dari kata ini antara lain: adibusana, aerodinamika, antargolongan, dan antikekerasan.
Sementara itu, kata yang diawali huruf kapital dan mendapat bentuk terikat dirangkaikan dengan tanda hubung (-). Misalnya: non-Indonesia, pan-Afrika, dan pro-Barat.
Lalu, ada pula kata yang ditulis dengan huruf miring dan mendapat bentuk terikat dirangkaikan dengan tanda hubung (-). Contohnya: anti-mainstream, pasca-reshuffle, pra-Aufklaerung, dan super-jegeg.
Penutup
Beruntung banget bisa menjadi bagian dari hampir lima ratus orang yang tergabung dalam kelas daring EYD edisi V ini. Selama tiga hari ini bisa belajar banyak.
Sebagai penulis, menulis sesuai kaidah EYD tentu penting sekali. Bahkan, dalam menjalani peran sebagai ibu, kemampuan ini juga penting lho. Saya jadi bisa mengajari anak-anak untuk berbahasa Indonesia lebih baik lagi.
Omong-omong tentang menulis, baca juga tulisan lain tentang alasan saya menulis, ya.
Oleh-oleh dari kelas daring EYD edisi V bukan ini saja, masih ada oleh-oleh lainnya. Insyaallah akan segera saya rapikan dan saya unggah di mamanesia.com, siapa tahu ada yang sedang membutuhkan.
Menurut Mama sendiri gimana, penting nggak sih belajar kaidah EYD?
waduh berarti selama ini saya salah dalam penggunaan kata “Absen” xixixi. terimakasih kak
nah iya, yang paling sering itu ngomong absen buat isi kehadiran, padahal kurang tepat ya kak. kayaknya udah jadi hal salah yang dinormalisasi ya
Masyaallah… Beruntung banget, Kak bisa ikut. Waktu itu saya telat mendapatkan informasinya.
Wah aku juga termasuj yg masih belum benar memahami absensi, presensi, daftar hadir…sekarang jadi tahu….butuh mereview eyd lagi ini, terimakasih…
Penting banget sih ini kak. Aku tuh kadang masih sering salah tulis yang kemana, harusnya kan ke mana. Hmmm. Makasih ilmunya kakak
Saya juga pernah kepikiran tentang “absen” ini, Mam. Sering juga mendengar orang-orang di sekitar menggunakan istilah absen yang seharusnya daftar hadir. Tapi enggak PD buat mengkritik. Jadi lebih membiasakan menggunakan istilah daftar hadir untuk penggunaan pribadi. Terima kasih sudah berbagi, Mam.
Wah tambah ilmu nih mba terima kasih(eh bener ndak ya ini) hahaha. Kadang aku msih binggung penggunaan di, buka kelas diskusi mba….