Momen Ramadan Era 90-an yang Tak Terlupakan
Setiap masa punya cerita berbeda. Kisah-kisah masa lalu menggunung, menjadi tumpukan kenangan indah yang tak lekang oleh masa. Aneka lakon yang membangkitkan hangat di dada. Mengukir senyum tak berjeda.
Yuk, yang lahir, tumbuh, dan besar di era 90-an merapat sejenak. Menggali benak. Menghadirkan stori lama yang bisa bikin hati bersorak dan mulut tergelak. Menghadirkan momen Ramadan dari era 90-an yang selalu lekat di benak.
Mengisi Buku Kegiatan Ramadan
Pertama, buku kegiatan Ramadan. Buku tipis yang dibawa ke mana-mana, nyaris tak boleh tertinggal meski sekejap saja. Isinya tentang laporan pelaksanaan puasa, tadarus, salat tarawih, dan salat 5 waktu yang wajib ditandatangani orang tua dan imam tempat kita salat tarawih.
Lalu di bagian paling akhir buku terdapat tempat untuk menulis rangkuman khotbah Idul Fitri. Karena buku ini, aku jadi makin semangat ke masjid, juga mendengarkan kultum dan ceramah.
Setiap selesai salat tarawih, imam di masjid langsung sibuk dikerumuni anak-anak. Mirip selebritas yang diserbu para penggemarnya.
Kami sering mengumpulkan buku-buku itu jadi satu, sehingga imamnya nggak kesulitan untuk tanda tangan. Setelah itu, baru deh bukunya dibagikan. Lucunya, kalau ada anak yang naksir, dia dengan suka rela mengambilkan dan menyerahkan buku itu. Aww, so sweet! Hi-hi-hi.
Jalan-jalan Seusai Salat Subuh
Seusai salat subuh di masjid lalu tidur lagi? No, no, no! Biasanya anak-anak era 90-an gemar berjalan-jalan menikmati suasana pagi. Ini adalah momen Ramadan masa kecil yang sangat diingat.
Kebetulan, masa kecil saya di Cilacap, jadilah sering jalan-jalan ke pantai. Seru menikmati langit yang semula gelap menjadi cerah karena munculnya mentari. Lalu menikmati deburan ombak dan bermain air dengan riang hati.
Sering kali sepanjang jalan menuju pantai kotor oleh serpihan kertas. Itu adalah bekas anak-anak yang bermain petasan.
Saat jalan-jalan sering ketemu dengan teman satu sekolah. Kadang diajak orang tua mampir ke pasar untuk belanja. Pulangnya naik becak.
Saat usia beranjak remaja, kegiatan jalan-jalan seusai subuh masih dilakukan. Kadang nggak benar-benar berjalan kaki, tapi menggunakan sepeda motor. Bertemu dengan teman-teman sekolah, juga para gebetan. Cieee!
Membuat Sajian Isi Stoples
Ibu saya bukan orang yang jago bikin kue. Karena itu kami nggak pernah membuat kue-kue kering pengisi stoples. Hanya saja, Ibu suka membuat kacang bawang. Buatannya enak, gurih, empuk.
Nah, setiap kali Ibu hendak membuat kacang bawang, saya diminta membantu. Pekerjaan saya adalah mengupas kulit kacang. Istilah bahasa Jawa-nya adalah “nglocopi kacang”.
Jadi kacang mentah direndam dalam air panas. Setelah airnya suam-suam kuku, baru deh dikupas kulit arinya. Karena kelamaan berendam di dalam air, tangan saya sampai pada keriput. Zaman itu kayanya belum ada yang jual kacang kupas, jadinya effort kami pun berlebih.
Kendati demikian, saya menikmati momen itu. Kini, setelah dewasa saya jadi suka mengenang masa-masa itu. Apalagi setelah Ibu berpulang. Sayangnya, saya tidak pernah minta resep kacang bawang ala Ibu. Duh, menyesalnya baru sekarang.
Selain itu, kami juga sering berbelanja ke supermarket dan mencari makanan favorit untuk isi stoples. Biasanya saya dan adik memilih jenis permen dan cokelat yang jarang ditemukan di meja para tetangga dan kerabat.
Baca tulisan lainnya seputar Ramadan, yuk: Tahan Diri, Jangan Sampai Impulsif Membeli Takjil Ramadan
Kalau Mama gimana? Adakah momen Ramadan yang tak terlupakan?