Journaling, Ikhtiar Hempas Stres, Kesal, Sedih, dan Cemas
Hari-hari kita nggak melulu berisi canda dan tawa. Ada kalanya kita merasa kesal, sedih, cemas. Stres membebat erat hingga bikin diri sulit berpikir positif. Jika rasa tidak nyaman pada jiwa melanda, yuk coba journaling.
Journaling adalah kegiatan menulis sesuatu yang dirasakan, dipikirkan, direncanakan, dan sebagainya. Journaling tidak hanya dilakukan dengan cara menulis tangan, tetapi juga bisa melalui gambar, atau diketik. Nah, kegiatan ini ditengarai bisa meningkatkan kesehatan mental.
Baru-baru ini saya ikut Kelas Lingkar Baca #2 bertajuk “Merawat Mental dengan Menulis Jurnal” bersama Smita Dinakaramani, M.Psi., Psikolog. Kelas yang digelar 11 Maret 2022 tersebut digagas oleh Komunitas Lingkar Baca. Seru banget deh, Ma, kelasnya. Saya jadi lebih paham tentang journaling dan manfaatnya.
Buat para mama yang ingin tahu journaling lebih lanjut, yuk baca rangkuman kelas yang saya ikuti.
Alasan Jornaling
Menurut Kak Smita, setidaknya ada empat hal yang jadi alasan seseorang perlu melakukan journaling.
- Memudahkan mengingat
- Meningkatkan produktivitas dan kreativitas
- Mengorganisir pikiran dan melepaskan pikiran
- Merilis stres dan membersihkan perasaan tidak nyaman.
Benar juga sih, jornaling itu bisa jadi “rekaman” dari sesuatu yang kita lakukan dan rasakan. Dengan “merekam”, kita jadi lebih mudah mengingat sesuatu. Kalau pun lupa, bisa melihat “rekaman”-nya kembali.
Jornaling tidak lepas dari kegiatan menulis atau menggambar. Nah, dua jenis kegiatan itu bisa meningkatkan kinerja otak terkait kreativitas. Apalagi menulis itu bukan sekadar menaruh huruf A hingga Z. Perlu merangkai kata dan kalimat agar bisa dipahami. Kegiatan itu sudah tentu membutuhkan pikiran yang terorganisir.
Baca tulisan ini juga yuk: Alasan Mulai Ngeblog: Mengikat Ilmu Hingga Bersenang-senang
Bila journaling dikaitkan dengan merilis stres, saya sepakat sih. Dari dulu, ketika ada tekanan batin dan pikiran, hal pertama yang saya cari adalah buku harian. Bila tidak ada, cukup kertas kosong. Di kertas itu, saya tumpahkan semua. Kadang saya gambar sosok yang bikin kesal, lalu saya kasih gambar itu tanduk, dll. Seketika rasanya lebih plong.
Mengenal Jenis Template Journal
Jujur ya, Ma, saya baru tahu tentang journaling itu baru-baru ini. Namun, rupanya kegiatan ini sudah saya lakukan sejak masih di bangku sekolah. Kegiatan ini lebih masih saat memiliki buku harian, yakni ketika saya SMP.
Ternyata jenis journal yang selama ini saya lakukan adalah brain dump. Brain dump adalah kegiatan mengeluarkan semua yang dipikirkan ke media lain, seperti kertas atau komputer.
Tak hanya brain dump, masih ada beberapa jenis template journal lainnya. Ini dia selengkapnya:
- Tracker
Tracker ada banyak macamnya ya, Ma. Ada mood tracker, habit tracker, exercise tracker, period tracker, social media tracker, blog tracker, dan sebagainya.
Melalui tracker kita jadi bisa melacak hal-hal tertentu. Di suatu ketika, dari tracker yang suah terisi, kita jadi bisa lebih memahami diri sendiri. Misal nih, ketika kita mengisi period tracker, jadi tahu apakah menstruasi datang teratur.
- Brain Dump
Dengan menuliskan apa pun yang terlintas di benak, kita bisa mendapat sejumlah keuntungan. Misalnya saja mengurangi perasaan kewalahan, mengurangi kecemasan, membersihkan kepala dari aneka tumpukan, serta melepaskan energi negatif.
- To Do List
To do list journal akan membantu kita untuk lebih rapi dan terorganisir. Ini cocok banget untuk orang yang sering lupa dan agak berantakan seperti saya. Dengan membuat daftar hal yang harus dilakukan, kita jadi bisa melacak apakah semua tugas sudah dilakukan atau masih ada yang terlewat.
Banyak penelitian menunjukkan to do list journal adalah salah satu cara terbaik untuk mengatur kegiatan dan menjadi lebih produktif.
- Daily Gratitude
Bersyukur itu bisa membuat seseorang merasa cukup. Saya setuju banget sama ini. Tanpa syukur, kita terus menuntut dan jadi sulit bahagia. Padahal jika kita pandai bersyukur, insyaallah Allah akan menambahkan nikmat.
Kadang kita bersyukur di dalam hati saja ‘kan Ma. Nah, ada baiknya kita bikin daily gratitude journal atau jurnal rasa syukur harian. Dengan begitu kita akan berlatih mengingat peristiwa, pengalaman, orang, atau hal baik lainnya dalam hidup, kemudian menikmati emosi baik yang menyertainya.
Baca ini juga ya: Bertemu Jodoh Hingga Mengais Cuan dengan Menulis Blog
Saat menuliskan jurnal rasa syukur, kita perlu menuangkan hal yang spesifik. Alih-alih menulis begini: saya berterima kasih pada suami hari ini yang sudah bersikap baik; lebih baik menulis: saya berterima kasih pada suami yang telah menjaga dan mengurus anak-anak saat saya tidur siang selama satu jam.
Sering kali menuliskan secara rinci sesuatu yang kita syukuri akan lebih banyak mendatangkan manfaat. Nantinya kita akan menyadari ternyata Allah banyak sekali memberi hal baik, meski di tengah keadaan yang tidak baik sekali pun.
4 Langkah Memulai Journaling
Kak Smita bilang journaling itu bagian dari self care. So, kita memang perlu mengalokasikan waktu untuk self care. Berikut ini empat langkah memulai journaling.
- Alokasikan waktu
Journaling tidak butuh waktu lama. Setidaknya kita alokasikan 10 menit saja untuk menuangkannya. Kita bisa melakukan journaling di pagi hari, misalnya setelah selesai salat subuh. Namun, beberapa orang melakukannya juga di malam hari menjelang tidur sebagai bentuk refleksi.
- Siapkan alat perangnya
Alat perang untuk journaling tidak perlu muluk-muluk sehingga kita harus keluar banyak biaya. Cukup buku tulis dan pulpen sudah bisa jadi alat perang yang oke, kok.
Bila enggan menulis tangan, bisa juga menulis journal di handphone atau laptop. Senyamannya kita saja, karena tidak ada patokan khususnya.
- Tentukan tujuannya
Setiap kegiatan tentu ada tujuannya. Untuk itu, ada baiknya kita tentukan duku tujuan journaling kita untuk apa. Misalnya journaling untuk lebih produktif menulis blog, sehingga memilih template blog tracker.
- Just do it!
Hal paling penting dari langkah journaling adalah dengan melakukannya saja. Nggak perlu banyak pertimbangan. Kalau ingin mengeluh, tulis saja. Kesal sama orang, tulis saja. Merasa sedih, tuliskan saja perasaan itu.
“Saat kita baca lagi, jadi refleksi bahwa aku nggak suka diginiin, aku akan hindarkan dari ini. Nulisnya keluhan saja nggak apa-apa kok, karena itu yang dibutuhkan. Nggak semua orang mudah sambat,” tutur Kak Smita.
Journaling itu kegiatan buat diri sendiri, bukan buat orang lain. So, di sini kita bisa jujur dan menjadi diri sendiri. Menulis bukan untuk membuat orang lain terkesan, tapi untuk merilis ketidaknyamanan. Sebab journal kita ada ruang aman dan ruang bebas kita, bukan punya orang lain.
Kelak, saat kita baca lagi journal yang pernah ditulis, akan teringat ternyata perjalanan hidup kita tuh seperti ini. Ada kalanya dalam situasi yang terpuruk, lemah, tidak ada yang peduli. Namun, ternyata saat ini bisa di titik ini, bisa melalui masa-masa berat itu. Pasti ada pelajaran hidup yang bisa diambil dari semua hal di setiap fase hidup.
“Di suatu ketika kita bisa bilang, “Wah aku bisa bertahan sejauh ini”. Kita jadi bisa apresiasi diri sendiri. Dari apresiasi tumbuhlah cinta,” imbuh Kak Smita.
Dalam hidup berserak pilihan. Pilihan untuk bahagia atau berkubang dalam perasaan tidak nyaman. Nah, yang mengupayakan bahagia itu diri sendiri, bukan orang lain. Journaling adalah salah satu ikhtiar untuk lebih bahagia dan menjaga kewarasan.