Menumbuhkan Karakter Pantang Menyerah pada Anak
“Ma, lapar. Order pizza aja ya?”
“Ma, aku capek. Order tukang bersih-bersih aja deh buat membersihkan kamarku.”
Apakah si kecil sering berkata seperti itu? Kemudahan teknologi memudahkan hidup di satu sisi. Namun, di sisi lain bisa jadi terlalu memanjakan. Enggan masak, meski perut lapar. Tidak mau bebenah, walau rumah kotor.
Pun ketika menghadapi soal di buku pelajaran yang sulit, Google menjadi andalan. Semua masalah selesai dengan aplikasi di smartphone, jempol, dan uang.
Salah? Nggak juga. Kalau punya uang, banyak hal bisa dilakukan. Cuma menurut saya sebaiknya jangan sampai mengandalkan teknologi semacam itu untuk memenuhi semua kebutuhan. Hal-hal begini bisa ditiru anak. Alhasil mereka kurang mau berusaha sendiri.
Kemajuan teknologi yang memanjakan kerap membuat terlena. Padahal hidup ibarat papan jungkat-jungkit. Di satu titik, perlu ada yang diseimbangkan agar mampu bertahan hidup dan sukses. Titik itu bernama pantang menyerah.
Kembali bangkit saat berada di bawah pasti tidak mudah. Berdamai dengan rasa sakit ketidaknyamanan juga perkara sulit. Itu makanya kita sering tergoda memberikan perlindungan berlebihan pada anak. Proteksi agar anak terhindar dari kekecewaan, kekalahan, atau tantangan yang menakutkan.
Saat selalu mengambil ketidaknyamanan anak, kita tidak sadar sedang melemahkan mereka. Ketahanan diri untuk menjadi sosok yang pantang menyerah tidak pernah tumbuh.
Bila ini terjadi, tentu sedih sekali. Padahal kita nggak akan selamanya membersamai anak. Kalau kita sudah tidak ada di dunia ini, bagaimana mereka bisa bertahan dengan baik jika mudah menyerah?
Seperti Apakah Anak dengan Karakter Pantang Menyerah?
Menumbuhkan karakter anak pantang menyerah/ Foto: Robert Collins dari Unsplash
Suatu kali saya melihat lomba balap karung di dekat rumah. Ada anak yang menang terus sampai masuk ke babak final. Di babak final, mulanya dia paling depan. Namun, entah kenapa dia tiba-tiba jatuh. Akhirnya dia gagal jadi pemenang.
Ekspresi wajahnya menunjukkan perasaan tidak nyaman. Seperti ingin menangis, tetapi nggak mau menangis di depan orang banyak. Oh ya, umur anak itu enam tahun.
Saat itu, ibunya memeluk dia sambil memberikan semangat. Anak-anak itu mengangguk-angguk mendengar ucapan ibunya. Ekspresi ingin menangis itu sontak menghilang. Dia bahkan memberikan selamat pada si pemenang.
Wah! Ini nih contoh nyata anak dengan karakter pantang menyerah. Seperti yang dikatakan psikolog Fathya Artha Utami, karakter pantang menyerah bisa membantu anak meregulasi emosi. Saat menghadapi kegagalan, anak-anak ini tidak akan terlalu lama terpuruk. Mereka memahami bahwa gagal dan sukses adalah hal biasa yang tidak perlu dipikirkan berlarut-larut.
Yuk, baca artikel menarik lainnya di sini: Pentingnya Mengenali Passion Anak
“Rasa tidak nyaman adalah peluang untuk tumbuh menjadi individu yang pantang menyerah,” kata Fathya dalam Popmama Parenting Academy 2020 with Tokopedia pada Oktober 2020 lalu.
Ketidaknyamanan akan banyak dihadapi anak, karena menurut Fathya, anak hidup di ‘VUCA World’. V berarti Volta, artinya cepat mengalami perubahan. U artinya Uncertain, sehingga banyak ketidakpastian yang dihadapi anak-anak. C berarti Complex, lantaran anak-anak dihadapkan pada banyak pilihan yang harus dipertimbangkan. Lalu A yang berarti Ambiguity.
“Mereka hidup di situasi yang penuh dengan ambiguitas. Segala sesuatu tak hanya terdiri dari sisi hitam atau sisi putih saja, namun ada juga sisi abu-abunya,” jelas Fathya.
Pentingnya Karakter Pantang Menyerah Bagi Anak
Jujur, sebagai orang tua, saya nggak mau melihat anak menderita. Bahkan dulu pernah berucap, “Kalau ada yang harus menderita, maka itu mama, bukan kamu, Nak.” Untung waktu itu anak masih bayi, jadi dia belum paham.
Namun, akhirnya saya mengerti, ‘menderita’ itu bukan sesuatu yang buruk. Saya juga meyakini bahwa orang tua bertugas menyiapkan anak siap berpisah darinya. Akan tiba anak harus hidup mandiri. Akan datang waktu anak memiliki dunianya sendiri.
Jika kita membesarkan anak pantang menyerah, maka ada sejumlah manfaat untuk mereka. Nah, ini dia beberapa manfaat karakter pantang menyerah yang saya rangkum.
1. Tidak Mudah Terpuruk
Bayangkan jika anak hidup tanpa kemampuan dan karakter pantang menyerah. Mereka akan lebih mudah terpuruk dan berlarut-larut dalam energi negatif. Anak-anak tidak bisa apa-apa dan tidak berdaya menghadapi kerasnya dunia.
2. Mampu Mengelola Stres
Aneka tantangan menghadirkan stres yang tidak bisa dihindari. Nah, apakah anak kita bisa menghadapi stres? Atau Selama ini kita selalu berupaya menghindarkan mereka dari stres?
Center on the Developing Child at Harvard University menyebut tidak semua stres berbahaya. Ada stres yang bisa dikendalikan. Bahkan dengan dukungan orang tua, anak bisa menghadapi ‘stres positif’ dan belajar banyak dari kondisi itu. Hasilnya, anak akan lebih mampu menghadapi rintangan dan kesulitan dalam hidup.
Ketika anak mendapat ‘latihan’ mengembangkan pantang menyerah, adaptasi mudah dilakukan. Otak dan sistem biologis saling menyelaraskan diri dalam bekerja. Dari waktu ke waktu, kemampuan yang mendasari sikap pantang menyerah justru semakin kuat. Beda halnya jika kemampuan ini baru dipupuk dan dikembangkan saat mereka dewasa.
3. Mampu Menyelesaikan Masalah
Fathya mengingatkan anak adalah makhluk berdaya. Mereka hanya perlu sedikit dorongan dan bantuan dari orang tuanya untuk menghadapi tantangan. Termasuk ketika anak merasakan emosi negatif, mereka pun berkesempatan belajar.
“Mereka jadi berpikir tentang langkah apa selanjutnya yang akan dilakukan,” imbuhnya. Bahkan dari proses yang mungkin tidak menyenangkan, anak bisa belajar menyelesaikan masalah.
4. Menjadi Pribadi yang Optimistis
Penelitian yang diterbitkan di Dialogues in Clinical Neuroscience memaparkan anak-anak dengan karakter pantang menyerah merupakan pribadi penuh optimisme. Mereka memiliki empati terhadap situasi orang lain, sekaligus bisa mengenali dirinya sendiri. Bagaimanapun wawasan tentang suasana hati jadi modal penting dalam menghadapi tantangan.
5. Memiliki Tujuan dan Perencanaan
Individu-individu tangguh lebih memiliki tujuan dan perencanaan matang. Mereka pun memiliki komitmen dalam mencapai tujuannya. Tak heran mereka akan jadi sosok yang berdedikasi, berorientasi pada tugas, dan bertanggung jawab.
Cara Menumbuhkan Karakter Pantang Menyerah pada Anak
Karakter pantang menyerah bisa jadi sudah menjadi bawaan anak sejak lahir. Namun, karakter ini perlu dipupuk agar semakin baik dan kuat. Fathya menganalogikannya sebagai otot.
“Seperti otot, sikap pantang menyerah perlu dilatih karena it takes time, tidak instan. Melatih otot secara konsisten, sedikit demi sedikit agar bisa menjadi lebih kuat,” ujar Fathya.
Berikut ini beberapa cara menumbuhkan karakter pantang menyerah pada anak yang bisa dicoba.
1. Jangan Mudah Mengakomodasi Kebutuhan Anak
“Ma, mama sudah siapkan makanan aku? Aku lapar nih?” teriak anak kita yang berusia sepuluh tahun. Bagaimana respons kita ya?
Lynn Lyons, LICSW, seorang psikoterapis, menyarankan untuk nggak mudah mengakomodasi kebutuhan dan keinginan anak. Alasannya, hal itu akan membuat anak selalu berada di situasi nyaman. Anak akan terlindungi dari hal-hal yang menyulitkan. Akibatnya anak tidak leluasa mengembangkan pemecahan masalah. Bahkan mereka kurang mengenali dirinya sendiri.
2. Jangan Hilangkan Risiko
Pyar! Waduh, anak tidak sengaja memecahkan plastik berisi air di lantai. Lantai licin seketika. Ketika hal ini terjadi, rasanya saya ingin buru-buru mengeringkan lantai, meski sedang repot. Anak jangan sampai terpeleset.
Sering kali orang tua mengeliminasi risiko agar anak-anaknya aman. Akan tetapi, hal ini merampas kemampuan anak belajar tentang ketahanan diri.
Lalu bagaimana agar tindakan yang dilakukan anak tidak membuat orang tua khawatir? “Ajarilah keterampilan penting sejak dini,” saran Lyons.
3. Biarkan Anak Berbuat Kesalahan
Orang tua sering kali ingin anak menorehkan hasil sempurna dalam semua hal. Hal itu membuatnya cemas sehingga overprotective. Dampaknya orang tua berlebihan mengawasi. Anak pun tidak bisa melihat konsekuensi dari tindakannya.
Respons kita saat anak berbuat kesalahan adalah faktor penting dalam pengembangan karakter pantang menyerah. Salah dan gagal adalah hal biasa dalam kehidupan. Dari kesalahan dan kegagalan, anak bisa belajar memperbaiki diri. Di kemudian hari, mereka akan membuat keputusan yang lebih baik. Mereka pun meyakini bahwa proses lebih baik ketimbang fokus pada hasil.
4. Ajari Anak Mengenal dan Mengelola Emosi
Manajemen emosi adalah kunci ketahanan diri untuk menjadi pribadi pantang menyerah. Saat merasakan sesuatu yang tidak nyaman, anak perlu tahu perasaan apa yang mereka rasakan. Selanjutnya orang tua membimbing anak untuk memikirkan apa yang akan dilakukan selanjutnya.
Terkadang anak berulah untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Orang tua sebaiknya tidak buru-buru memperbaiki keadaan. “Sebaiknya jelaskan apakah perilaku anak pantas atau tidak. Anda mungkin bisa mengatakan bahwa perilakunya tidak bisa diterima,” ujar Lyons.
5. Orang Tua Menjadi Role Model
Children see, children do. Mereka belajar dari mengamati perilaku orang tuanya. Mustahil anak akan menjadi sosok yang pantang menyerah jika orang tuanya gampang menyerah.
“Bahkan saat Anda melakukan kesalahan, akui saja. Lalu kita ajak anak membicarakan tentang cara lain untuk mengatasi masalah tersebut,” kata Lyons.
Kalau saya ingin melihat anak-anak tumbuh jadi pribadi pantang menyerah, kuncinya ada di saya dan suami. Kamilah orang tua yang wajib mendidik dan mengarahkan mereka. Apalagi karakter pantang menyerah tidak tumbuh dan berkembang dalam semalam. Sikap dan karakter ini harus ditumbuhkan dan dilatih.
Anak-anak yang tangguh akan tumbuh menjadi orang dewasa yang tangguh pula. Mereka akan bertahan dan mengembangkan diri dalam menghadapi berbagai tekanan dalam hidup. Saat itu, saya tidak akan khawatir. Saya percaya, anak mampu menghadapi tantangannya sendiri. Saya juga yakin, kelak mereka pun akan mewariskan ketangguhannya ini pada anak-anaknya.
Referensi
10 Tips For Raising Resilient Kids. https://psychcentral.com/lib/10-tips-for-raising-resilient-kids#6
Resilience. https://developingchild.harvard.edu/science/key-concepts/resilience/
Levine S. (2003). Psychological and social aspects of resilience: a synthesis of risks and resources. Dialogues in clinical neuroscience, 5(3), 273–280. https://doi.org/10.31887/DCNS.2003.5.3/slevine
Meski belum punya anak, tapi materi pengasuhan anak seperti ini selalu menarik.
Yang selalu saya ingat bagian anak berbuat kesalahan. Sebagai orang luar, terkadang suka reflek kalau ada anak teman pas lagi nongkrong eh dia melakukan kesalahan. Pernah dihalangi orang tua anak untuk menolong si anak, katanya biar dia belajar salah dia apa. Saya jadi belajar untuk tidak menunjukkan emosi kaget baik ekspresi dan ucapan pas kejadian.
Iyak, bener banget, Kak. Kadang juga saya baca banyak banget teori, pas kejadian ambyar semua… Harus bisa mengendalikan diri dan terus belajar…
Aku setuju soal orangtua itu role model. Anak mengganggap orangtua sebagai superman merek. Memang penting sekali anak mencontoh hal yang baik dari orangtuanya ya
Nah, betul banget Koh Deddy. Harus belajar banyak agar jadi contoh yang baik buat anak.