Dari Ruang Tinta ke Ruang Kriya: Kisah Mantan Wartawan yang Kini Menumbuhkan UMKM Difabel

Liputan dan menulis artikel adalah aktivitas yang diakrabi Isnurul Naeni bertahun-tahun lalu. Di sela-sela deadline tulisan, dia menenangkan hati dan pikiran melalui kerajinan tangan. Tak disangka, kini dia justru menjadi sosok yang mampu menumbuhkan UMKM difabel melalui kreativitas dan dan ketekunan.

Nyata, keterbatasan bukan akhir, melainkan titik awal. Isna, panggilan akrabnya, membuktikan hal itu melalui setiap karya decoupage, ecoprint, dan UMKM yang dia kembangkan bersama teman-teman difabel.

Kisah perjalanan itu mengalir dengan hangat saat mamanesia.com berkunjung ke kediamannya di Bogor, Jawa Barat. Di rumah nan asri itulah Isna membuat berbagai kerajinan tangan bersama UMKM besutannya, Khanaya Zhafira.

Meski duduk di atas kursi roda, Isna tampak lincah dan gesit. Kata-katanya bernas, dan semangatnya mampu menular ke siapa pun yang berada di sekitarnya. Sambil bercerita, dia memperlihatkan koleksi tas-tas decoupage cantik yang menjadi saksi perjalanan kreativitas dan pemberdayaannya.

Decoupage, Seni Tempel yang Penuh Cerita

tas decoupage
Tas berhias decoupage cantik karya Isna/ Foto: Nurvita Indarini

Teknik decoupage adalah seni menempel tisu dan motif yang dipilih Isna karena fleksibilitasnya. Semua dia pelajari secara otodidak, mencoba-coba hingga menemukan cara yang tepat.

Dulu, Isna adalah wartawan yang pernah menulis untuk Jawa Pos dan Bisnis Indonesia. Di sela-sela deadline laporan dan artikel, dia menenangkan hati dan pikiran melalui kerajinan tangan. Hobi yang kemudian berkembang menjadi jalan baru untuk berkarya dan memberdayakan orang lain.

Menurut Isna, decoupage itu susah-susah gampang. Jika terlalu banyak lem, hasil karya bisa berantakan. Dari pengalaman itu, dia belajar menyelaraskan warna, motif, dan model tas, sekaligus menyesuaikan dengan karakter penggunanya.

Tidak seperti decoupage yang biasanya penuh motif bunga, karya Isna justru berani bermain variasi. Ada motif kaktus yang lucu, juga kombinasi warna dan desain yang unik. Baginya, kreativitas dan imajinasi adalah kunci agar setiap motif tetap menarik, tapi tidak pasaran.

Bagi yang baru memulai usaha atau belajar decoupage, Isna memberi pesan sederhana untuk tidak takut salah. Sejatinya, tidak ada kesalahan yang sia-sia dalam belajar. Kesalahan dan jatuh bangun akan menjadi pelajaran berharga dalam meningkatkan kualitas produk dan kepuasan pelanggan.

UMKM yang Merangkul Difabel

umkm difabel
Isna dan karyanya/ Foto: Nurvita Indarini

Sebelum terjun langsung menggarap UMKM, Isna menjabat sebagai Sekretaris Yayasan Diffable Action Indonesia (YDAI), yang hingga kini masih aktif mendampingi UMKM difabel. Dari pengalaman itu, dia memahami seluk-beluk kewirausahaan inklusif dan perlahan turut berkiprah di dunia UMKM, membangun usahanya sendiri sekaligus memberdayakan orang lain.

Nah, usaha decoupage dan ecoprint yang dikembangkannya sendiri resmi berjalan sejak 2016. Dalam perjalanannya, usaha ini bukan sekadar bisnis, melainkan ruang belajar bagi teman-teman difabel.

Sebenarnya produksi karya decoupage dan ecoprint ini dikerjakan sendiri oleh Isna. Hanya saja, saat banyak pesanan masuk, dia akan melibatkan teman-teman difabel. Dengan begitu, mereka bisa belajar keterampilan baru, sekaligus terberdayakan.

“Beberapa kali saya dengar kalau UMKM difabel harganya suka “mentung” (dipatok mahal, -red), minta dikasihani sehingga pasang harga mahal,” ujar perempuan berkerudung ini.

Padahal, lanjut Isna, difabel bisa lebih berdaya dengan memiliki hak yang sama dalam kewirausahaan. Mereka bukan sekadar menjadi penerima bantuan atau “aksesoris” sosial. Lebih dari itu, mereka punya potensi nyata untuk menjadi bagian penting dalam roda ekonomi.

YDBA Beri Jejaring dan Peluang Baru bagi UMKM Difabel

umkm difabel
Khanaya Zafira saat mengikuti pameran/ Foto: Instagram diffableaction

Hampir setahun ini Khanaya Zhafira besutan Isna bergabung dengan Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA). Dalam kurun waktu itu, banyak manfaat yang telah dirasakan. Misalnya saja melalui berbagai pelatihan, mentoring, dan jejaring yang lebih luas.

Menurut Isna, pelatihan oleh YDBA sangat terstruktur dan tidak sekadar teori. Apalagi mentoring terlaksana langsung oleh praktisi. Selain itu, jejaring juga terasa lebih besar sehingga dirinya bisa saling bertukar pengalaman dengan sesama pelaku UMKM. Akses pasar pun kian terbuka lebar.

Pelatihan dari YDBA yang pernah Isna ikuti adalah tentang 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin). Selain itu, dia juga pernah mengikuti pelatihan tentang manajemen keuangan dan desain kemasan.

Di Indonesia, menurut Kementerian UMKM, terdapat sekitar 22,9 juta penyandang disabilitas, atau 8,5 persen dari total populasi. Dari jumlah tersebut, 52,65 persen berstatus wirausaha. Artinya, sekitar 12,06 juta orang telah aktif berbisnis. Data ini menunjukkan adanya potensi besar UMKM difabel untuk berkembang dan memberdayakan ekonomi.

Melihat besarnya potensi itu, YDBA turut memberikan pendampingan intensif dan memfasilitasi pemasaran. Di samping itu, mereka juga membuka akses pembiayaan dan permodalan agar UMKM, termasuk yang dimiliki penyandang disabilitas, bisa naik kelas dan berkelanjutan.

Yayasan Dharma Bhakti Astra sendiri lahir sebagai wujud komitmen Astra membangun bangsa melalui pembinaan dan pengembangan UMKM. Tahun ini, YDBA genap berusia 45 tahun dan tetap konsisten menginspirasi serta memperkuat fondasi UMKM Indonesia.

Dengan dukungan YDBA, UMKM difabel seperti Khanaya Zhafira dapat mengembangkan usahanya, memperluas jejaring, dan meningkatkan daya saing di pasar.

Dalam Usaha, Jangan Takut Gagal

Membangun UMKM bukan perkara mudah. Tidak bisa dibangun hanya dalam satu malam, lantas meneguk banyak keuntungan. Isna sendiri paham benar bahwa kegagalan sangat mungkin mengikuti perjalanan sebuah usaha. Tak hanya itu, mental block sebagai pengusaha pun kerap menghantui.

“Bedanya employee dan pegusaha adalah kalau employee tunggu gajian tiap tanggal 25. Akan tetapi kalau pengusaha semua harus diusahakan sendiri, bahkan RP1 pun harus diusahakan sendiri,” papar ibu empat anak ini.

Mental pengusaha terbentuk melalui kegagalan dan keberhasilan. Jadi, setiap kesalahan atau kegagalan merupakan pelajaran. Alih-alih jadi alasan menyerah, kegagalan merupakan momentum untuk bangkit, menganalisis masalah, dan memperbaiki strategi.

Dalam usaha, sambung Isna, modal bukan nomor satu. “Yang penting dapat pesanan dulu. Kalau barang banyak tapi nggak ada yang pesan, jadinya cuma jadi galeri,” imbuhnya.

Penutup

Kisah Isna adalah bukti bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk berkarya dan memberdayakan. Dari wartawan menjadi penggerak UMKM difabel, langkah Isna menunjukkan bahwa ketekunan, kreativitas, dan dukungan ekosistem bisa melahirkan perubahan nyata.

Melalui Khanaya Zhafira dan jejaring seperti YDBA, Isna terus menumbuhkan harapan baru bagi para pelaku UMKM difabel agar semakin berdaya dan mandiri. Setiap langkahnya adalah bukti bahwa usaha kecil bisa menjadi medium besar untuk belajar, menginspirasi, dan dan menghadirkan perubahan positif.

Referensi

umkm.go.id. “Menteri UMKM Dorong Optimalisasi Hak Berwirausaha bagi Penyandang Disabilitas,” https://umkm.go.id/news/qyms5ukkfg7k9syo2ubep4mf

ydba.astra.co.id. Tentang Yayasan Astra – Yayasan Dharma Bhakti Astra, https://ydba.astra.co.id/tentang-yayasan-astra-yayasan-dharma-bhakti-astra

Leave A Reply

Your email address will not be published.

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.