Wahai Anak Bungsu, Maaf Jika Kadang Terlupakan

Untuk kamu, Anak Bungsu kesayangan Mama…

Kamu datang ke dunia saat dunia sedang kacau.

Bukan karena kami tak ingin menyambutmu, tapi karena dunia sedang sepi dan takut. Pandemi memaksa pintu-pintu rumah tertutup, dan tangismu hanya disambut oleh sunyinya lorong sebuah klinik bersalin.

Tak ada kumpulan keluarga besar yang tertawa di ruang bersalin. Pun, tak ada foto-foto bersama kerabat. Juga, tak ada pelukan dari orang-orang yang mestinya menyayangimu sejak hari pertama.

Kau lahir di masa kami tak bisa berbagi kabar gembira selain lewat layar. Dan dari situlah semua terasa berbeda.

Kini, saat kau tumbuh, aku kadang masih melihat sorot kecewa di matamu. Ketika harapan dan doa di hari lahir yang kau terima bisa dihitung dengan jari sebelah tangan. Sewaktu orang-orang lebih dulu menyapa kakakmu, atau saat hadiah untukmu lebih sedikit dari yang pernah diterima kakakmu dulu.

Aku tahu kau kadang cemburu. Kadang ingin ikut bermain, tapi malah dianggap mengganggu. Kamu kadang ingin mengambil alih semua perhatian. Itu bukan karena kamu anak yang “kurang baik”, tapi karena kamu ingin diakui bahwa “Aku juga ada.”

Dan kamu benar. Kamu ada. Kamu penting. Penting sekali.

Maaf ya, Nak. Kadang ibumu ini mungkin terlalu sibuk membereskan dunia, sampai lupa membereskan perasaanmu yang diam-diam terluka.

Maaf kalau selama ini aku terlalu sering membandingkan:

kenapa tak setenang kakakmu?

kenapa tak sebaik anak-anak lainnya?

Padahal yang kau butuhkan bukan perbandingan, tapi pelukan.

Anakku, di mataku kau bukan cadangan kasih sayang. Bukan pelengkap. Bukan yang terakhir lalu terabaikan. Kau adalah cerita baru yang layak disambut utuh. Dan aku ingin belajar menyambutmu seutuh itu sekarang.

Aku ingin kau tahu. Meski dunia kadang lupa, tapi Mama tidak. Semoga, dengan segala keterbatasan dan perbaikan yang terus kulakukan, kau bisa tumbuh dengan luka yang tidak membusuk.

Karena luka itu akan kusentuh dengan cinta. Yang meski tak selalu sempurna, selalu ingin utuh untukmu.

Dariku yang selalu belajar memahamimu setiap hari dengan penuh cinta,

-Mama-

Mencoba Lebih Memahami si Anak Bungsu

ilustrasi anak bungsu sedih
Ilustrasi anak bungsu sedih/ Foto: Canva

Anak bungsu seringkali datang di waktu yang sudah terlalu ramai, atau justru terlalu sepi. Dalam kasus kami, dia datang saat pandemi. Ya, saat semua orang sibuk bertahan, bukan merayakan.

Sejak itu, saya sering merasa ada yang kurang. Bukan dalam dirinya, tapi dalam cara dunia menyambutnya. Dia tak punya banyak foto kelahiran bersama keluarga dan kerabat. Tak ada keramaian yang menyambutnya, bahkan hingga kini.

Saya sering melihatnya ingin ikut bermain kakak dan teman-temannya, tapi malah dianggap menyebalkan. Tak jarang pula dia mendapat penolakan, karena sikapnya yang cemburu dan keras kepala.

Saya tahu, dia bukan anak yang “sulit”. Dia hanya belum tahu cara tepat untuk menunjukkan bahwa dirinya ingin dicintai dan tidak dilupakan. Kerap kali dia memberikan aneka perhatian untuk orang-orang terdekat, bahkan untuk orang-orang yang menolaknya. Namun, kerap kali pula upayanya diabaikan. Dianggap tidak dibutuhkan.

Sebagai ibu, rasa bersalah itu nyata. Karena meski saya mencintainya, kadang saya terlalu sibuk membandingkan atau menuntut. Padahal anak-anak tidak meminta untuk dibandingkan. Mereka hanya ingin dianggap cukup.

Dalam keseharian, kita sering tak sadar bahwa anak bungsu sering tumbuh di bawah bayang-bayang saudaranya yang lebih tua. Kadang mereka lebih usil, lebih ribut, lebih “nempel”, itu bukan karena nakal. Akan tetapi karena sedang mencari cara untuk merasa layak dicintai.

Dalam psikologi perkembangan, anak usia dini yang merasa kurang mendapat perhatian cenderung menunjukkan perilaku “negative attention-seeking” seperti mengganggu, cemburu, atau mendominasi.

Usilnya Anak Bungsu adalah “Bahasa Cinta” yang Belum Sempat Diterjemahkan

Ilustrasi anak bungsu sedih/ Foto: Canva

Kerap kali, kita sebagai orang tua hanya fokus memperbaiki perilaku negatif anak. Sayangnya, kita tidak pernah benar-benar berusaha memahami sumbernya. Kita menyuruh mereka diam, tanpa benar-benar mendengarkan.

Di sisi lain, pandemi juga membuat banyak anak lahir tanpa pengalaman sosial awal. Tanpa kunjungan, tanpa keramaian, tanpa interaksi. Banyak dari mereka tumbuh dengan dunia yang lebih sunyi, serta lebih terbatas secara afeksi. Kata dokter anak saat saya berkonsultasi, hal tersebut bisa berdampak anak lebih “haus perhatian” saat akhirnya mulai bersosialisasi.

Saya sadar, anak-anak butuh rasa aman. Ya, rasa aman bahwa mereka diterima dan dicintai secara penuh, sehingga tidak perlu bersaing untuk mendapatkan pelukan.

Secara teori, ketika anak merasa dilihat dan didengarkan, emosi mereka lebih stabil, dan hubungan sosialnya pun lebih sehat.

Jika Mama merasakan seperti apa yang saya rasakan, bisa dicoba sama-sama yuk ikhtiar ini.

Buat waktu khusus hanya dengan si bungsu, tanpa gangguan kakak atau pekerjaan.

Validasi perasaannya, bukan hanya perilakunya. Misalnya dengan mengatakan, “Kamu sedih ya sewaktu abang main sama temannya?”

Berikan cinta secara sengaja, bukan cuma otomatis.

Jangan lupa cerita masa kecilnya. Kendati tidak semeriah kakaknya, pasti ada hal-hal menarik yang patut disyukuri. Itu bagian dari sejarahnya, dan dia berhak merasa bahwa ia pernah hadir, dicatat, dan dikenang.

Penutup

ilustrasi anak bungsu
Ilustrasi anak bungsu sedih/ Foto: Canva

Jika Mama punya anak bungsu atau anak yang lahir di masa sulit, peluklah mereka sekarang juga. Memang, kita tidak bisa menjadikan hari-hari pertamanya di dunia terasa ramai dan penuh sorak. Hanya saja, kita bisa membuat hari-hari selanjutnya dipenuhi cinta yang hangat. Cinta yang mungkin tak dirayakan dunia, tapi dirawat diam-diam setiap waktu.

Kita bisa menjadi orang pertama yang selalu mengingat namanya, menatap matanya saat dia bercerita, dan memeluknya saat dia mulai merasa tak cukup berarti. Sesunyi apa pun dunia saat mereka lahir, pelukan ibu yang tulus bisa jadi sambutan paling agung yang dibutuhkan untuk terus tumbuh.

Leave A Reply

Your email address will not be published.

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.