Pantai Batu Tihang, si Cantik di Pesisir Barat Lampung

Adakah yang dalam waktu dekat ini akan melakukan perjalanan darat dari Jakarta ke Bengkulu? Jika iya, kira-kira akan lewat mana nih? Pesisir Barat Lampung atau melalui Tol Trans Sumatera? Jika melewati Pesisir Barat Lampung, siap-siap menikmati jajaran pantai cantik nan memanjakan mata. Salah satunya, Pantai Batu Tihang.
Saya sudah dua kali mudik ke tiga kali mudik ke Bengkulu melewati Pesisir Barat Lampung. Pertama kali tahun 2015. Kedua, menjelang Lebaran tahun 2024. Nah, yang terbaru adalah di akhir Januari 2025 lalu.
Perjalanan terbaru itulah yang paling menyenangkan. Pasalnya, saya tidak mual dan muntah. Beda banget dengan perjalanan perdana hampir sepuluh tahun lalu. Saya terpaksa meminta suami menepikan kendaraan karena isi perut rasanya seperti diaduk-aduk.
Sedangkan perjalanan kedua, dilakukan menggunakan bus umum. Karena itulah, kami tidak leluasa untuk berhenti lebih lama. Alhasil saya kurang bisa berlama-lama memandangi keindahan pantai yang dilewati.
Penasaran dengan kecantikan pantai di Pesisir Barat Lampung? Sebenarnya ada banyak pantai yang bisa disambangi. Bahkan, ada spot untuk melakukan surfing. Tak heran di jalan berpapasan dengan bule-bule yang naik sepeda motor sambil membawa papan surfing.
Terpesona Batu Karang 25 Meter nan Eksotis di Pantai Batu Tihang

Saat melewati jajaran pantai di sepanjang Pesisir Barat Lampung, rasanya ingin berhenti di setiap pantainya. Namun, tujuan kami bukan untuk berwisata, melainkan pulang kampung ke Bengkulu. Alhasil nggak bisa seenak hati mampir ke setiap pantai.
Hingga akhirnya, saya melihat batu karang menjulang dari dalam mobil. Dengan rayuan maut, akhirnya Pak Suami tergoda untuk meminggirkan mobil sejenak. Kami pun turun untuk melihat lebih dekat pantai yang dihiasi batu karang raksasa nan eksotis.
“Pantai Batu Tihang”. Begitulah tulisan yang terbaca di semacam gapura kecil yang menjadi pintu masuk pantai tersebut. Tertulis pula tiket masuk sebesar Rp5 ribu, akan tetapi tidak ada petugas yang berjaga.
Seperti orang-orang lainnya, kami pun masuk melewati gerbang tersebut. Tiupan angin sepoi seketika membelai wajah kami yang kelelahan menempuh perjalanan berjam-jam.

Wah! Itu dia, batu karang setinggi 25 meter berdiri tegak dengan gagahnya. Di sekitar batu besar tersebut terdapat batu-batu yang lebih kecil. Seperti melihat pemandangan raja batu yang tengah berdiri di antara rakyatnya.
Beberapa kali, batu karang tersebut dihempas ombak besar. Saat itu, gelombang besar memang tengah melanda sejumlah perairan di Indonesia. Byur! Deburan ombaknya menciptakan suara sekaligus pemandangan yang menenangkan.
Para pengunjung ada yang bermain air di bibir pantai. Tepatnya, di area yang terdapat bebatuan. Spot itu merupakan sungai kecil yang bermuara ke laut. Perpaduan batuan dan aliran air yang tenang di satu sisi, sedangkan di sisi lainnya menampilkan deburan ombak, menciptakan pemandangan alam yang dramatis dan unik. Anak-anak saya merengek main air di sana. Duh, Nak, jangan main basah-basahan ya.
Pantai Batu Tihang juga dilengkapi musala. Kami menyempatkan diri untuk salat ashar di sana. Sayangnya, musalanya agak kurang terawat.
Jika ingin duduk-duduk sambil menikmati pemandangan, terdapat gazebo yang bisa digunakan. Namun, jumlahnya tidak banyak.

Kami meminta bantuan seorang ibu untuk mengabadikan foto kami sekeluarga. Tentunya dengan latar belakang Batu Tihang yang menjulang. Jepret! Jepret! Alhamdulillah meski ala kadarnya, ada foto kenangan juga di sana.
Seusai mengambil foto kami, si ibu berlari ke arah bebatuan. Dengan gesit, dia naik ke salah satu batu karang berukuran agak besar dan berpose. Duh, agak ngeri sih melihat tingkahnya. Apalagi ombak dan angin sore itu sedang besar.
Makan Siang di Pinggir Pantai

O, ya, sebelum mampir ke Pantai Batu Tihang, kami sempat mampir ke pantai lainnya untuk makan siang. Saya kurang paham itu daerah pantai apa. Rasanya antara Pantai Mandiri dan Pantai Minang Rua. Yang jelas, banyak orang yang rehat sejenak di sana.
Di pantai tersebut ada beberapa tempat untuk duduk-duduk. Merupakan batang-batang kayu yang ditata sedemikian rupa. Ada pula beberapa gazebo untuk beristirahat lebih nyaman.

Sebuah warung yang menjual kopi, mi instan, dan aneka camilan di sana. Setelah menyelesaikan makan siang, bekal yang kami bawa dari Kota Lampung, mampir untuk menyeruput kopi hitam.
Btw, pantainya sepi sekali. Sejauh mata memandang hamparan pasir berpadu dengan ombak yang datang dan pergi. Kebetulan siang itu terik sekali, jadi siapa juga yang akan bermain air dan pasir.
Saat duduk di gazebo, seekor kucing yang sakit scabies menghampiri. Kasihan sih melihat penampakannya. Terdapat keropeng di telinga, kepala, wajah, leher, dan bagian tubuh lainnya. Kami sempat berbagi telur pada kucing itu. Namun, dia malas-malasan untuk makan.

Penasaran pada Pantai Melasti
Ketika lewat di kawasan Pesisir Barat, mata saya tuh jelalatan melulu. Sibuk mencari deburan ombak yang bisa dilihat dari jalan raya yang dilewati. Sibuk pula mencari papan nama pantai.
Nah, salah satu pantai di kawasan Pesisir Barat yang bikin sata penasaran adalah Pantai Melasti. Ketika membaca papan nama pantai ini, ingatan saya langsung melayang pada Pantai Melasti yang ada di Bali.
Pantai Melasti di Bali menampilkan keasrian alam yang berpadu dengan budaya masyarakan setempat. Di pantai yang terdapat tebing kembar (the twin hills) tersebut sering ditampilkan pertunjukan tari kecak. Wah, tentu memberikan pengalaman menarik yang tak akan terlupakan.
Lalu bagaimana dengan Pantai Melasti di Pesisir Barat Lampung? Sayangnya, saya belum berkesempatan menyambangi pantai ini. Dari hasil baca-baca, nama Pantai Melasti diambil dari upacara Melasti. Ini merupakan ritual penting umat Hindu Bali.
Di pantai ini, terdapat pura besar. Pura ini sering digunakan sebagai tempat digelarnya upacara Melasti oleh warga Hindu di daerah Pesisir Barat. O, ya, di sekitar pantai tersebut memang banyak bermukim warga beragama Hindu. Di depan rumah para warga, terlihat jelas pura. Melewati area tersebut, rasanya seperti melintas di Bali.
Pantai Melasti memiliki pasir putih yang halus. Air lautnya juga tampak bersih. Sementara itu, di sepanjang pantai terdapat rumput yang menyerupai karpet hijau. Suasana bertambah asri dengan keberadaan deretan pohon kelapa yang menjulang.
Saya penasaran sekali melihat matahari terbenam di Pantai Melasti. Konon, pemandangan ini sangat menawan. Yah, sebagai anak senja, tentu melihat matahari terbenam di pantai merupakan daya tarik tersendiri.
Satu lagi nih yang bikin saya semakin penasaran. Fenomena bioluminesensi di Pantai Melasti. Hal ini membuat munculnya cahaya biru yang berkilauan di permukaan air laut.
Kenapa bisa begitu? Ternyata ini merupakan reaksi kimia dari organisme laut yang menghasilkan cahaya di sekitar pantai. Semoga suatu saat jika berkesempatan mampir ke Pamtai Melasti bisa beruntung menyaksikan fenomena bioluminesensi.
Penutup
Sepuluh tahun lalu, saya pernah datang ke sebuah pantai yang dihiasi batu-batu berlumut. Di daerah Pesisir Barat Lampung juga. Cantik sekali. Melepas penat di sana rasanya damai sekali. Sayangnya, saya lupa nama pantainya.
Kayaknya suatu hari nanti perlu mengalokasikan waktu lebih lama untuk pulang kampung ke Bengkulu. Dengan begitu, bisa mengeksplorasi lebih banyak pantai di daerah Pesisir Barat Lampung.
Adakah Mama yang sudah berkunjung ke Pantai Batu Tihang, serta mengeksplorasi pantai-pantai lain di Pesisir Barat Lampung?