Ketika Orang Tua Marah karena Hal Sepele pada Anak
Terkadang perilaku anak sangat mengesalkan. Apalagi jika mereka berulah di saat mamanya sedang banyak pekerjaan. Akhirnya orang tua marah karena hal sepele pada anak.
Hanya karena anak menumpahkan minuman, memicu keluarnya tanduk. Atau saat anak tidak sengaja menggores cat mobil dengan sepedanya.
Padahal sebenarnya solusinya mudah. Minuman tumpah ya tinggal dilap. Rumah kotor ya disapu dan dipel. Cat mobil tergores ya nanti diperbaiki. Dunia tidak berakhir saat anak-anak melakukan hal-hal yang menurut kita mengesalkan.
Itu makanya, sering kali muncul rasa bersalah setelah orang tua marah karena hal sepele pada anak. Terlebih saat kelepasan berteriak-teriak atau bahkan mencubit si kecil.
Rasa bersalah semakin menjadi saat melihat mereka tertidur. Wajah polosnya yang terlelap menimbulkan rasa bersalah yang semakin besar. Fiuh, kenapa sih harus menjadi orang tua marah karena hal sepele pada anak.
Kenapa ya sampai kelepasan marah-marah sama anak? Padahal jika berhasil mendidik mereka menjadi anak saleh, manfaatnya akan didapat orang tua. Tidak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat.
Kelak, saat diri kita telah tiada, anak saleh inilah yang akan mendoakan kita. Bukankah anak saleh merupakan salah satu yang membuat pahala seseorang terus mengalir kendati sudah berkalang tanah?
Tahan! Jangan Lagi Orang Tua Marah karena Hal Sepele
Menjadi orang tua memang tidak mudah. Ada tanggung jawab besar di bahunya ketika kita dipanggil “Mama dan Papa” oleh si kecil. Tidak saja berkewajiban memberi makan dan kebutuhan primer lainnya, orang tua juga harus bisa membantu anak untuk berbakti dan melenyapkan sifat durhaka.
Jika kita mau meneladani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mendidik anak, maka hendaknya menahan marah pada anak. Apalagi jika orang tua marah karena hal sepele pada anak.
Mungkin kita marah saat anak tidak segera mandi, padahal hari beranjak petang dan anak sudah diingatkan untuk mandi sejak tadi. Jika ini terjadi apa yang Mama lakukan?
Sering kali kita tergoda untuk mengomeli anak. Terlebih ketika anak menyadari belum mengerjakan PR untuk esok hari. Hiih! Sudah tahu ada PR kenapa tidak segera bergegas mandi dan mengerjakan PR sih.
“Kenapa kamu dari tadi nggak mandi? Kenapa nggak kamu kerjakan PR-nya dari tadi. Coba kamu dengar kata-kata Mama ‘kan nggak grusa-grusu seperti ini.” Mungkin rentetan kata-kata itu terlontar dari bibir kita yang maju lima centimeter.
Padahal nih, Anas radhiyallahu ‘anhu ketika menjadi pelayan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selama sepuluh tahun, Nabi Muhammad tidak pernah sekali pun mempertanyakan apa yang dilakukan Anas. Seperti diketahui, sejak usia 10 tahun, Anas bin Malik menjadi pelayan Rasulullah.
Anas pernah mengungkapkan ketika dirinya diminta menyelesaikan sebuah urusan oleh Nabi Muhammad. Bukannya segera menunaikan perintah Nabi, Anas malah bermain-main di pasar bersama sejumlah anak.
Hingga kemudian muncullah Nabi Muhammad. Tebak apa yang dilakukan Rasulullah. Marah? Sama sekali tidak. Ya, alih-alih marah, Nabi Muhammad memegang baju Anas dari belakang sambil menyunggingkan senyum.
Dengan lembut, Muhammad berkata, “Anas pergilah ke tempat yang aku perintahkan.”
Masyaallah. Jadi, metode yang dipakai Rasulullah adalah menumbuhkan perhatian dan rasa malu pada diri anak. Poin ini harus kita ingat benar-benar nih, Ma.
Ketimbang marah dan ngomel-ngomel, sebaiknya langsung mendekati anak dan berikan senyum termanis sambil bilang, “Nak, mandilah seperti yang Mama bilang karena sebentar lagi Magrib tiba.”
Stop Mencela Anak
Mungkin orang tua marah karena hal sepele pada anak, tapi tahan diri untuk tidak mencela anak. Seperti diriwayatkan ‘Abdurrazzaq dari Urwah, dari bapaknya berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, atau Abu Bakar, atau Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata kepada seseorang yang sedang mencela anaknya atas sesuatu yang dilakukannya, “Anakmu adalah anak panah dari tempat anak panahmu.”
Maksudnya, jika kita mencela anak kita, sejatinya kita sedang mencela diri sendiri. Karena kitalah yang telah mendidik anak tersebut.
Jika kita sering mencela anak, nantinya anak memandang remeh segala celaan dan perbuatan tercela. Apalagi jika kita melabeli anak dengan sebutan buruk seperti “si ngeyel”, “si nakal”, “si lelet”, bisa jadi label tersebut akan tertanam dalam otak anak, dan mereka akan benar-benar menjadi sosok seperti label yang kita berikan.
Harus kita ingat Ma, ucapan bisa berarti doa. Jadi sebelum mencela anak, lebih baik diam dan berzikir. Semoga Allah membantu kita untuk bicara yang baik-baik saja.
Sebelum Orang Tua Marah karena Hal Sepele, Begini Mengoreksi Kesalahan Anak
Sebenarnya bisa jadi kesalahan sepele anak terjadi karena mereka tidak sengaja. Bisa pula karena mereka belum pernah melakukan kegiatan tertentu, sehingga melakukan kesalahan.
Nah, dalam mengoreksi kesalahan anak, Nabi Muhammad tidak pernah mencontohkan pada kita dengan melakukan kekerasan lho. Nabi selalu mengoreksi kesalahan anak kecil menggunakan bahasa yang lembut dan indah.
Mengoreksi kesalahan anak juga dilakukan Rasulullah dengan cara praktik langsung. Dengan melihat langsung, akan terpampang dengan jelas gambarannya di pikiran anak.
Hmm, oke, jadi suatu saat nanti jika si kecil menumpahkan minum, jangan langsung ngomel ya, Ma. Lebih baik perlihatkan contoh apa yang harus dilakukan saat minuman tumpah. “Lihat, Mama, ya. Kalau minuman tumpah, ambil lap yang ini, lalu dilap sampai kering.”
Jika Harus Menghukum Anak
Dalam kasus-kasus tertentu, anak sangat sulit dikoreksi kesalahpahamannya. Tentu ini bukan perkara sepele lagi ya, Ma. Apabila anak terus mengulang kesalahan yang sama dan bisa berakibat fatal, maka perlu dihukum.
Eit, tapi bukan hukum sembarang hukum. Menurut buku Prophetic Parenting; Cara Nabi Saw Mendidik Anak, ada beberapa tahapan dalam menghukum anak. Tahapan tersebut yakni sebagai berikut:
1. Memperlihatkan Cambuk pada Anak
Siapa saja umumnya takut pada cambuk, tak terkecuali anak-anak. Memperlihatkan cambuk bisa menjadi cara untuk meluruskan dan mengoreksi kesalahannya.
Bahkan diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab al-Adab al-Mufrad ari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, “Bahwasanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menggantungkan cambuk di dalam rumah.”
2. Menjewer Daun Telinga
Ini merupakan hukuman fisik pertama bagi anak. Jadi, di tahap ini, mereka akan mengenali kepedihan akibat melakukan kesalahan yang berulang-ulang.
Namun, jangan sampai menjewernya sepenuh hati sampai kuping si kecil lecet ya, Ma. Kadang, menjewer ringan saja sudah cukup membuat anak tersadar dari perilakunya yang tidak baik.
3. Memukul Anak
Jika memperlihatkan cambuk dan menjewer tidak berhasil membuat anak kembali ke jalan yang benar, maka memukulnya diharap bisa menjadi peredam. Namun, lagi-lagi kita nggak boleh sembarangan memukul anak. Ada beberapa kaidah di sini, yakni:
Memukul Dimulai dari Umur Sepuluh Tahun
Jadi, memukul di sini bukan untuk membalas perlakuan anak yang sudah bikin orang tua marah. Akan tetapi, memukul digunakan sebagai cara untuk mendidik. Jika harus memukul, harus ingat banget untuk tetap sabar dan tidak buru-buru.
Batas Jumlah Pukulan
Kesimpulan dari beberapa hadis, hukuman berbentuk pukulan bagi anak maksimal adalah tiga kali. Sedangkan untuk balasan atau qishash jumlahnya antara tiga hingga sepuluh kali.
Alat yang Digunakan untuk Memukul Anak
Para ulama dan ahli tafsir menyepakati pukulan dengan cambuk harus mengenai kulit saja. Tidak boleh sampai mengenai daging. Apabila pukulan mengenai daging atau membuat kulit terkelupas, berarti menyalahi hukum Al-Qur’an.
Cambuk atau tongkat untuk memukul haruslah memiliki ciri antara keras dan lunak, serta antara halus dan kasar. Asy-Syaikh al-Faqih Syamsuddin al-Inbani lantas menjelaskan secara ringkas alay yang digunakan untuk memukul adalah sebagai berikut:
– Bentuknya sedang, antara ranting dan tongkat.
– Kelembapannya sedang, jadi tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering agar tidak menyakitkan.
– Jenis apa pun bisa dipakai, seperti kulit, akar, kayu, sandal, atau kain yang dipilin.
Cara Memukul
Saat memukul, jangan sampai mengangkat ketiak. Karena jika sampai mengangkat ketiak tinggi-tinggi, berarti menggunakan kekuatan besar.
Memukul juga tidak boleh beruntun. Jika pukulan dilakukan dua kali, setelah pukulan pertama harus dijeda. Tujuannya untuk menghindari sakit berlebihan.
Tempat yang Dipukul
Pada saat memukul, hendaknya jangan dilakukan di satu tempat saja. Jadi, harus disebar di anggota tubuh lainnya. Selain itu, tidak boleh memukul wajah, kepala, dan tempat berbahaya lainnya. Kesimpulan dari berbagai riwayat, tempat terbaik untuk dipukul adalah tangan dan kaki.
Tidak Boleh Memukul Sambil Marah
Saat anak berbuat kesalahan, Nabi Muhammad mewanti-wanti agar kita tidak marah. Sebaiknya, koreksi perilaku anak dengan perkataan yang tegas dan hindari caci-maki.
Jika amarah menguasai diri, tenangkan diri terlebih dahulu. Jangan sampai menghukum akan dengan pukulan dilakukan saat sedang marah. Memukul anak saat marah itu lebih untuk memuaskan diri kita, bukan untuk mendidik si kecil.
Berhenti Memukul Jika Anak Menyebut Nama Allah
Apabila anak menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta’ala saat mendapat hukuman pukulan, hendaknya kita berhenti. Pelajaran pentingnya, anak sudah menyadari kesalahannya dan akan memperbaikinya.
Jika kita tetap memukul anak padahal dia menyebut nama Allah, atau kesakitan, atau sangat ketakutan, berarti kita adalah orang tua yang zalim.
Penutup
Semoga orang tua marah karena hal sepele pada anak tidak lagi ditemukan. Ya Allah, berikan kami taufik dan hidayah-Mu agar kami dapat membersamai anak-anak kami dengan baik.
Semoga Allah selalu memudahkan dan mampukan kita mendidik anak dengan cara yang Allah ridai ya, Ma. Jangan sampai kita jadi orang tua pemarah yang kesabarannya setipis tisu.
Mama sendiri gimana, saat marah pada si kecil, apa nih yang biasanya dilakukan?
Referensi
muslimahnews.net. “Kisah Anas bin Malik dan Teladan Rasulullah,” https://muslimahnews.net/2022/10/05/12408/.
Dr. Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, “Prophetic Parenting; Cara Nabi Saw Mendidik Anak,” diterbitkan oleh Pro-U Media, 2010.