Ubah Limbah Jadi Rupiah! Usaha Mengolah Sampah Plastik dan Kulit Telur Menjadi Karya Mewah

Ke mana perginya kulit telur dan sampah plastik? Mungkin banyak orang akan menjawab, “tempat sampah”. Di tangan yang tepat, mengolah sampah plastik dan kulit telur dapat menghasilkan pundi-pundi rupiah, tidak akan terbuang percuma di tempat sampah.

Ya, siapa sangka, limbah yang dianggap tak berharga bisa menjadi lahan usaha. Tidak percaya? Pria ini buktinya.

Namanya Teguh Joko Dwiyono. Bertahun-tahun, dia setia menjalankan usaha membuat lukisan dari kulit telur dan sampah plastik. Kendati menggunakan limbah, hasil lukisannya tidak kaleng-kaleng. Luar biasa indah.

Coba lihat lukisan ibu dan anak berikut ini. Cantik, bukan? Inilah salah satu lukisan karya Dwiyono yang dibuat dari kulit telur. Benar-benar usaha unik, yang membuat bisnisnya berbeda dari yang lain.

lukisan dari kulit telur
Lukisan dari kulit telur/ Foto oleh Nurvita Indarini

Yuk, lihat lukisan lainnya. Nah, lukisan gadis yang sedang menari tari tradisional Betawi ini pun tak kalah cantik. Lukisannya memadukan warna-warna cerah nan apik. Tentu tak banyak yang menyangka lukisan ini dibuat dari mengolah sampah plastik. Menarik sekali!

mengolah sampah plastik jadi lukisan
Lukisan indah dari sampah plastik/ Foto oleh Nurvita Indarini

Ketika berkunjung ke workshop Wayang Art milik Dwiyono di Rawamangun, Jakarta Timur, siapa pun akan terkagum-kagum. Ada banyak karya indah yang dibuat dengan memanfaatkan limbah. Usaha kreatif Dwiyono ini pun sudah banyak dijual hingga mancanegara. Karena keunikannya, lukisan dari kulit telur karya Dwiyono dibanderol mulai dari Rp30 juta.

Yuk, simak cerita inspiratif pria 69 tahun ini yang sukses membuat usaha mengolah sampah plastik dan kulit telur. Dwiyono pun berbagi tips agar usaha yang dijalani awet, kendati berkali-kali diterpa badai.

Konsultan Properti yang Banting Setir Jadi Pelukis karena Menginjak Kulit Telur

mengolah sampah kulit telur
Dwiyono mengumpulkan kulit telur dari pembuat kue dan penjual martabak/ Foto oleh Nurvita Indarini

Krek! Kaki Dwiyono tak sengaja menginjak kulit telur saat sang istri sedang memasak nasi goreng. Alih-alih segera membersihkan pecahan kulit telur, Dwiyono justru terkesima. Di matanya, efek pecahan kulit sangat bagus dan punya nilai seni tinggi.

Dari situlah, dia mulai melakukan eksperimen menggunakan kulit telur untuk melukis. Awalnya, Dwiyono bukanlah pelukis. Dia adalah konsultan di bidang properti yang senang melukis sejak kecil. Saat duduk di bangku sekolah menengah, dia beberapa kali mewakili sekolah di berbagai perlombaan melukis.

Sayangnya, orang tua tidak mengizinkannya menempuh pendidikan formal di bidang seni. Akhirnya, dia “terpaksa” kuliah di jurusan Teknik Sipil, sembari tetap memeluk impian melukisnya.

Sejak menginjak kulit telur, Dwiyono membutuhkan waktu dua tahun, yakni periode 1995-1997, untuk bereksperimen. Dia melakukan serangkaian percobaan untuk menghasilkan karya indah menggunakan kulit telur. Saat itu, pecahan kulit telur ditempel-tempelkannya ke botol. Ternyata hasilnya sangat cantik dan memiliki nilai seni. Berhasil!

Setelah 15 tahun jadi konsultan, Dwiyono akhirnya banting setir menjadi seniman. Pada tahun 1998, dia menggelar pameran untuk pertama kalinya. Ternyata, karya-karyanya dari kulit telur mendapat perhatian luar biasa. Bahkan orang dari Selandia Baru langsung memesan dalam jumlah banyak. Dwiyono banjir pesanan.

Ironisnya, pesanan yang berlimpah justru membuat usaha Dwiyono jatuh. Kala itu, dia tidak siap menghadapi permintaan pasar yang besar.

Rumah dan mobil yang dimilikinya selama menjadi konsultan habis terjual. Usaha pria kelahiran Magetan itu terpuruk. Dia sadar, dalam menjalankan usaha, memiliki produk yang bagus saja tidak cukup. Perlu modal lain yang harus dimiliki.

Bangkit dari Keterpurukan dengan Dukungan dari Astra

penghargaan-MURI
Penghargaan yang diperoleh Dwiyono dari MURI/ Foto oleh Nurvita Indarini

Meski terpuruk, Dwiyono enggan mengibarkan bendera putih. Harta bendanya memang habis untuk terus menghidupi usahanya, tetapi tekad dan keyakinan untuk maju tidak pupus.

Pada tahun 2000, dengan semangat baru, Dwiyono membuat usaha yang dinamai Wahana Gaya Gemilang (Wayang) Art. Di tahun yang sama, dirinya mendapat pembinaan dari Astra melalui Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA).

Dari kejatuhannya, Dwiyono belajar banyak. Dia menyadari dirinya butuh ilmu untuk melanggengkan bisnisnya. Dari YDBA-lah ilmu-ilmu itu didapat.

“Dari YDBA, saya dibekali ilmu tentang berbisnis, kepemimpinan, manajemen keuangan, marketing, produksi, dan lain-lain,” tutur Dwiyono.

Tak hanya pendampingan, Wayang Art juga mendapat kesempatan untuk mengikuti aneka pameran bersama YDBA. Jaringannya pun berkembang lebih luas.

Saat pandemi Covid-19 melanda, Dwiyono mengakui dirinya tidak bisa berbuat banyak untuk mengembangkan usaha. Bisnisnya mandek, sebagaimana kebanyakan bisnis lainnya. Namun, selepas pandemi, Wayang Art kembali menggeliat.

YDBA kembali mengajak Wayang Art untuk terlibat dalam pameran. Tahun ini, 24 tahun sudah Wayang Art menjadi UMKM binaan YDBA. Hal itu menjadikan YDBA serupa rumah kedua bagi Dwiyono. Bahkan dirinya pun kerap diajak YDBA untuk menularkan pengetahuan mengubah barang yang tidak bermanfaat menjadi bermanfaat.

Merambah Usaha Mengolah Sampah Plastik Menjadi Lukisan Indah

mengolah sampah plastik jadi lukisan
Lukisan indah dari sampah plastik/ Foto oleh Nurvita Indarini

Di awal usahanya, Dwiyono fokus pada pembuatan produk dari kulit telur berupa guci dan vas. Guci penyok dengan hiasan kulit telur adalah ciri khasnya. Namun, seiring waktu berlalu, Dwiyono lebih fokus pada lukisan.

Hingga kini, Dwiyono masih setia melukis menggunakan kulit telur. Baginya, kulit telur memiliki filosofi mendalam. Telur adalah wadah lahirnya kehidupan. Serupa rahim. Maka, melihat kulit telur, mengingatkan pada rahim dan si pemilik rahim; ibu. Pesannya, jangan sampai melupakan ibu yang kasih sayangnya tak pernah lekang.

Kulit telur sekilas memang tampak rapuh, tetapi sebenarnya memiliki kekuatan tak terkira. “Ternyata kulit telur itu tahan hama, tahan air, tahan cuaca, juga tahan gores,” terang Dwiyono.

karya dari sampah kulit telur
Guci penyok dan lukisan dari kulit telur karya Dwiyono/ Foto oleh Nurvita Indarini

Ya, sesuatu yang tampak rapuh belum tentu benar-benar rapuh. Jadi, tidak seharusnya kita memandang sesuatu dengan sebelah mata. Karena bisa jadi, sesuatu itu jauh lebih hebat dari yang kita kira.

Tak hanya kulit telur, Dwiyono juga tertarik pada sampah plastik berupa tas plastik alias kresek. Hal itu bermula dari percakapannya dengan seorang pemulung. Rupanya pemulung itu enggan memulung kresek, melainkan hanya plastik tertentu. Padahal kresek banyak digunakan masyarakat dan butuh waktu lama untuk terurai.

Menukil artikel waste4change, plastik termasuk sampah yang paling lama terurai. Butuh waktu 10 hingga 1.000 tahun untuk menguraikan kantong plastik. Seram membayangkan sampah ini masih tetap ada, kendati orang yang membuangnya sudah tiada.

Berangkat dari keprihatinan itu, Dwiyono pun merambah usaha mengolah sampah plastik menjadi lukisan. Apalagi kresek memiliki warna beragam. Dalam bayangannya, kresek bisa menjadi sarana melukis yang baik.

Usaha mengolah sampah plastik ini mulai ditekuninya sejak sebelum pandemi Covid-19. Ternyata benar, plastik bisa diubah menjadi karya seni yang super cantik. Untuk lukisan dari mengolah sampah plastik, karya Dwiyono dibanderol mulai dari Rp1,5 juta.

Tak hanya diam melukis sendiri di workshop-nya, Dwiyono juga aktif menularkan ilmu ke warga sekitar. Ibu-ibu PKK, anak TK, hingga warga Rawamangun secara umum diajari membuat lukisan dari plastik.

Kata Dwiyono, membuat lukisan dari sampah plastik sangat mudah, murah, cepat, dan antigagal. Hanya tiga kemampuan yang diperlukan untuk membuat lukisan ini, yakni bisa membuat lingkaran, bisa mengelem, dan bisa memegang alat berupa pemanas plastik.

Pria berambut gondrong itu lantas mendemonstrasikan cara membuat lukisan dari sampah plastik. Pertama, membuat lingkaran di kanvas menggunakan lem. Selanjutnya, isi lingkaran tersebut dengan lem sampai rata.

Tahap berikutnya mengambil sampah plastik dan dibentuk serupa lingkaran. Selanjutnya tempel plastik tersebut ke lingkaran di kanvas. Kemudian, panaskan menggunakan alat khusus. Kurang dari tiga menit, jadilah sekuntum bunga nan cantik di atas kanvas.

mengolah sampah plastik jadi lukisan
Lukisan dari sampah plastik karya warga Rawamangun/ Foto oleh Nurvita Indarini

Dwiyono bahkan mengajak 497 warga Rawamangun untuk bersama-sama membuat lukisan bunga dari sampah plastik. Hasil jadinya sungguh cantik. Bunga aneka warna menghiasi kanvas besar. Karya tersebut dipajang di Kelurahan Rawamangun. Keberadaan lukisan itu membetot perhatian siapa saja yang baru masuk ke area kelurahan.

Tips Usaha Mengolah Sampah Plastik Bertahan dalam Berbagai Kondisi

usaha mengolah sampah plastik
Dwiyono dan karya-karyanya yang dibuat dari limbah/ Foto oleh Nurvita Indarini

Jatuh bangun dalam menjalankan usaha berkali-kali dilakoni Dwiyono. Masa-masa emas memiliki 30 karyawan pernah dinikmatinya. Pun saat karyawan tersisa tiga hingga empat orang juga pernah dialami.

Dulu, Dwiyono aktif ikut pameran di mancanegara. Tak terhitung lagi banyaknya negara yang pernah disambanginya untuk memamerkan karya. Sebut saja Jerman, Maroko, Perancis, Bahrain, Singapura, dan lainnya.

Hidup serupa roda itu benar adanya. Kadang Tuhan memberi kesempatan untuk berada di atas, bahkan sampai puncak, agar manusia leluasa melihat ke bawah. Namun, harus bersiap juga ketika berada di bawah. Bahkan kala harus merangkak-rangkak untuk bisa bertahan.

Dua puluh enam tahun menjalankan usaha kerajinan memang bukan perjalanan singkat. Menurut Dwiyono, kunci dirinya bisa bertahan adalah terus mengasah kreativitas. Dia meyakini semua yang diciptakan Tuhan itu indah. Sehingga, keindahan itulah yang dia jadikan modal untuk berkarya.

“Menurut saya ada tiga hal yang penting untuk menjalankan usaha. Pertama, yakin. Bila ragu-ragu untuk menjalankan usaha, lebih baik tidak usah dilakukan. Kedua, kemauan. Termasuk kemauan untuk terus belajar. Ketiga, sabar dan tidak mudah putus asa,” tegas Dwiyono.

Agar yakin dalam memulai dan menjalankan usaha, maka butuh ilmu. Karena itu, membekali diri dengan ilmu adalah hal wajib. Ilmu akan menjadi amunisi penting, sehingga seseorang tahu apa yang perlu dan harus dilakukan dalam situasi tertentu.

Terkadang produk yang dijual tidak laku. Ketika ini terjadi, jangan lantas putus asa. Tidak laku, sambung Dwiyono, bukan berarti gagal. Justru di situlah peluang belajar terbuka lebar. Saatnya pula introspeksi, mencari tahu apa saja yang membuat produk tidak laku.

Saat jatuh, harus ada kemauan kuat untuk bangkit. Yakinlah bahwa Tuhan pasti memberi rezeki pada makhluknya. Nah, rezeki ini harus dicari, bukan ditunggu. Prinsip ini membuatnya terus berusaha bangkit saat jatuh.

Satu hal yang tidak kalah penting adalah jangan berpikir soal uang melulu. Kenapa? Karena saat orientasi hanya uang, akan mudah stres ketika uang yang didapat tidak banyak.

“Orang kalau mau sukses jangan bicara duit, tapi berbuat dulu. Usaha maksimal, bekali diri dengan ilmu, berikan yang terbaik, dan jadilah amanah.”

-Teguh Joko Dwiyono-

Bagi Dwiyono, orang-orang yang datang dalam hidupnya akan menjadi dua sosok. Pertama, menjadi sosok saudara. Kedua, menjadi sosok guru. Karena itulah Dwiyono dia rajin menjaga hubungan dengan orang-orang yang pernah membeli produknya.

Silaturahmi membuka pintu rezeki nyata adanya. Dari menjaga silaturahmi itulah, sering kali Dwiyono mendapatkan pesanan lukisan baru.

Penutup

Hidup terkadang tidak semulus yang dibayangkan. Ada kisah getir nan pilu di antara narasi sukses yang mengesankan. Cerita-cerita itu akan menjadi penguat di masa depan. Usaha yang digeluti Dwiyono bersama Wayang Art memperlihatkan bahwa keyakinan dan konsistensi adalah hal penting dalam bisnis.

Seperti jodoh, apa yang dilakukan Dwiyono sejalan dengan Astra 2030 Sustainability Aspiration. Astra memang gencar berupaya memperkuat ekosistem pengolahan limbah plastik di Indonesia.

Harapannya, pengolahan limbah plastik dapat mendukung peningkatan produktivitas UMKM. Bahkan bisa menjadi inspirasi masyarakat luas untuk memanfaatkan dan mengolah limbah plastik menjadi produk bernilai tambah. Bersama YDBA, #SiapBeraksiUntukNegeri

Workshop mungil Wayang Art menjadi saksi bagaimana seorang pria bekerja keras untuk keluarganya. Sekaligus juga saksi sosok itu berusaha menyelamatkan Bumi dari cekikan sampah plastik. Lalu kita, sudahkah menjalankan peran menjaga Bumi?

Referensi

waste4change.com. “Membedakan Sampah Organik dan Anorganik Berdasarkan Waktu Terurai,” https://waste4change.com/blog/mengapa-sampah-organik-dan-anorganik-dibedakan-berdasarkan-waktu-terurai/, diakses pada 28 September 2024.

ydba.astra.co.id, “Astra Perkuat Ekosistem Pengolahan Lombah Plastik, Astra Runners Serahkan Mesin Pencetak Biji Plastik ke UMKM Binaan YDBA,” https://ydba.astra.co.id/astra-perkuat-ekosistem-pengolahan-limbah-plastik-astra-runners-serahkan-mesin-pencetak-biji-plastik-ke-umkm-binaan-ydba, diakses pada 28 September 2024.

2 Comments
  1. deddyhuang.com says

    Inspiratif sekali baca kisah dari mas Dwiyono dengan mengolah sampah menjadi seni yang memiliki nilai ekonomis. Semoga makin banyak orang yang bergerak untuk berkelanjutan.

    1. Nurvita Indarini says

      Aamiin.. Iya, Koh, aku pribadi juga jadi lebih tergerak untuk hidup bekelanjutan nih.

Leave A Reply

Your email address will not be published.

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.