Kisah 50 Kg Sayur Tak Terjual, Titik Balik UMKM D’Shafa Tumbuh Optimal

Jualan sayur hidroponik, tapi tak terjual. Bukan satu atau dua kilogram, melainkan 50 kilogram sekaligus! Mendapati kenyataan itu, Haryati hanya bisa terdiam lemas. Alih-alih marah, menangis, atau membuang hasil panen di jalanan, dia memilih tetap berdiri tegak. Dari situlah lahir inovasi yang membuat UMKM D’Shafa besutannya menemukan pijakan baru untuk bertumbuh.
Cukup lama UMKM D’Shafa bergantung pada mitra untuk menjual hasil panen sayur hidroponiknya. Kala itu, seperti biasa, D’Shafa mengirimkan hasil panennya. Sekitar 40-50 kg sayur dikirim ke Mitra. Namun, apa lacur, sayuran tersebut dikembalikan. Saat kembali, kondisi sayuran sudah tak layak jual lagi.
“Frustrasi, capek, karena sayurnya nggak bisa dijual lagi. Ternyata yang sayurnya ditolak mitra nggak cuma saya, tapi yang lain juga. Saat itu terpikir, mau lanjut jual ke mitra atau nggak,” tutur Haryati saat ditemui mamanesia.com di rumah produksi D’Shafa, Duren Sawit, Jakarta Timur.
Pengembalian sayuran tersebut sudah pasti membuang waktu, tenaga, dan modal D’Shafa. Bayangkan, berapa kerugian yang harus ditanggung. Agar tidak menemui kasus yang sama, Haryati memutar otak untuk mencari cara penjualan hasil panennya.
Akhirnya, dia membawa sayuran hidroponik lengkap dengan instalasinya ke pasar tradisional. Apa yang dilakukannya menarik perhatian pembeli. Dari situlah, akhirnya muncul peluang penjualan. Tidak hanya sayuran yang diminati pembeli, tetapi juga bibit, nutrisi tanaman, dan instalasi hidroponik.
Satu Inovasi Melahirkan Inovasi-inovasi Lainnya

Terbukanya pasar baru tidak membuat Haryati berhenti berkreasi. Dia justru semakin bersemangat menelurkan inovasi demi mengembangkan D’Shafa. Dari sekadar menjual sayuran hidroponik, lahirlah ide untuk mengolah hasil panen menjadi camilan sehat. Jadilah deretan produk baru seperti keripik seledri, keripik pegagan, dan aneka varian lainnya.
Tidak berhenti di sana, Haryati juga mulai memasak hasil panennya menjadi hidangan siap saji. Respons pasar begitu positif, hingga akhirnya dia memberanikan diri membuka layanan katering. Sedikit demi sedikit, usahanya bertumbuh. Kini, katering D’Shafa sudah terbiasa menerima pesanan snack box dan nasi kotak dalam jumlah besar.
“Dari usaha ini malah bisa bantu penjual sayuran hidroponik lain yang kelebihan stok. Sayuran itu bisa kami masak untuk katering, atau diolah menjadi keripik,” tutur ibu tiga anak tersebut.
Lagi-lagi, Haryati tidak berhenti di satu titik. Dia kemudian meluncurkan paket edukasi agrowisata bagi anak-anak sekolah. Dalam paket ini, peserta diajak belajar menanam hidroponik secara langsung. Setiap anak yang membeli paket akan mendapatkan kit berisi bibit tanaman, media tanam, serta sayuran segar untuk dibawa pulang.
Ide ini pun disambut antusias. Rombongan siswa TK hingga SD kerap datang untuk belajar sekaligus merasakan pengalaman bertani modern. Melalui agrowisata ini, D’Shafa tak hanya menghadirkan produk pangan sehat, tetapi juga membuka ruang edukasi yang menyenangkan bagi generasi muda.
YDBA di Balik Inovasi UMKM D’Shafa yang Tiada Henti

Siapa sangka, Haryati yang kini dikenal sebagai penggerak UMKM D’Shafa, dulunya bukanlah petani. Dunia hidroponik dia tekuni secara otodidak sejak 2018, berawal dari keterlibatannya bersama ibu-ibu PKK dalam lomba lingkungan hidup bertema gang hijau.
Saat itu, Haryati masih aktif sebagai kader jumantik. Meski begitu, dia serius menghadapi lomba. Bahkan dia rela menggunakan honornya untuk membeli tanaman toga dan sayuran demi menghijaukan lingkungan. Usaha itu tidak sia-sia. Kerja keras mereka diganjar kemenangan, sekaligus titik balik bagi Haryati untuk menekuni pertanian hidroponik. Dari semangat itulah lahir Kelompok Wanita Tani yang kemudian berkembang menjadi UMKM D’Shafa.
Tahun 2019, di tengah pandemi COVID-19, Haryati bertemu dengan Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA). Pertemuan inilah yang membuka banyak pintu baru bagi D’Shafa.
“Kami diajak berdiskusi tentang apa harapan ke depan, juga mau dibawa ke mana usaha ini. Karena ada usaha katering dan pertanian, ternyata bisa saling mendukung dan berjalan beriringan,” kenang Haryati.
Dari YDBA, Haryati belajar hal-hal mendasar tapi penting dalam menjalankan UMKM. Misalnya menyusun company profile agar usaha lebih dipercaya, memisahkan fokus usaha supaya lebih terstruktur, hingga membuat proposal yang akhirnya mengantarkan D’Shafa meraih pendanaan. Berkat kemampuan itu pula, lahan kosong di samping Pasar Perumnas Klender yang dulunya hanya dipenuhi sampah, kini berubah menjadi ruang produksi, green house, dan area kegiatan D’Shafa.
“Awalnya saya nggak tahu apa-apa, tapi YDBA terus mendampingi. Alhamdulillah, satu per satu mimpi bisa terealisasi. Kami jadi makin semangat untuk meningkatkan produksi,” lanjut ibu tiga anak ini.
Sekilas tentang YDBA
YDBA didirikan pada 1980 oleh pendiri Astra, William Soeryadjaya. Filosofi yayasan ini adalah “Berikan kail, bukan ikan.” Berpegang filosofi tersebut, sejak awal YDBA berkomitmen memberdayakan masyarakat agar mandiri. Hal itu selaras dengan semangat Astra untuk bermanfaat bagi bangsa dan negara.
Melalui program pembinaan, YDBA terus mendukung UMKM agar bisa naik kelas, mandiri, dan berdaya saing, baik di pasar nasional maupun global. Fokusnya mencakup berbagai sektor. Ada sektor manufaktur, bengkel roda dua dan roda empat, kerajinan, kuliner, hingga pertanian.
YDBA melakukan pendampingan dan pelatihan berlandaskan nilai Compassionate, Adaptive, Responsible, dan Excellent. Selanjutnya, YDBA mendorong UMKM tidak hanya tumbuh, tapi juga membuka lapangan kerja baru yang memberi dampak nyata bagi masyarakat.
Resep Sukses UMKM D’Shafa: Niat, Cinta, dan Komitmen; Sisanya Mengalir

Perjalanan D’Shafa tak selalu mulus. Komplain dari pelanggan kerap datang. Namun, alih-alih tersinggung, Haryati memilih menanggapinya secara positif.
Maaf adalah kata pertama yang dia sampaikan ketika mendapat komplain. Selanjutnya, dia akan mengganti produk yang kurang baik. Tak jarang, Haryati menambahkan bonus seperti ongkos kirim gratis atau menyelipkan produk baru.
“Kalau ada yang bilang keripik kita apek atau berminyak, misalnya, itu jadi bahan evaluasi untuk kami,” tuturnya.
Dari modal operasional hanya Rp500 ribu yang awalnya sekadar untuk membeli media tanam, kini D’Shafa tumbuh menjadi usaha dengan omzet hingga Rp175 juta per bulan. Lini usahanya pun meluas. Lebih membanggakan lagi, D’Shafa membuka jalan rezeki bagi banyak ibu rumah tangga di sekitar.
Banyak ibu-ibu yang mulanya menganggur, kini bisa memperoleh penghasilan. Bahkan, ada yang berani mendirikan usaha sendiri setelah belajar bersama D’Shafa.
Pesan Haryati bagi orang-orang yang sedang memulai atau baru akan mulai usaha adalah jangan pernah minder. “Kalau ada kesempatan ikut pelatihan dari YDBA atau instansi lain, serap ilmunya dan terapkan. Kalau serius, pasti ada jalan,” sambungnya.
Bagi Haryati, rezeki tidak pernah salah alamat. Itu makanya dia tidak pelit berbagi ilmu. Rahasia menanam hidroponik hingga rahasia resep masakannya dibagi ke orang-orang yang bekerja bersamanya. Dia bersyukur jika pengetahuan yang dimilikinya bisa memberi manfaat bagi orang lain.
“Saya percaya, rezeki sudah ada yang mengatur. Justru semakin banyak kita melibatkan orang lain dan memberi dampak bagi sekitar, rezeki makin bertambah.”
Haryati, UMKM D’Shafa
Haryati merangkum resep sukses usahanya dalam tiga kata yakni: niat, cinta, dan komitmen. Niat untuk memberi yang terbaik bagi keluarga dan masyarakat. Cinta pada apa yang dikerjakan, sehingga terus konsisten. Lalu komitmen untuk menjadikan usahanya bermanfaat bagi banyak orang.
“Sisanya mengalir,” ucapnya mengunci pembicaraan.
Penutup

Kisah D’Shafa membuktikan bahwa niat kecil bisa melahirkan dampak besar. Dari modal sederhana dan semangat belajar tanpa henti, lahirlah inovasi demi inovasi. Tak sekadar memberi nilai tambah pada produk, tetapi juga membuka jalan rezeki bagi banyak orang.
Haryati dan timnya telah menunjukkan bahwa bisnis UMKM tidak cuma urusan jual-beli, melainkan tentang membangun ekosistem yang saling menguatkan. Komitmen, cinta pada apa yang dilakukan, serta niat dan keberanian untuk terus mencoba hal baru menjadi kunci keberlanjutan.
Pada akhirnya, seperti diyakini Haryati, rezeki tidak pernah salah alamat. Selama usaha dijalankan dengan hati tulus dan memberi manfaat bagi orang banyak, maka hasilnya akan mengalir, bahkan melampaui apa yang pernah dibayangkan.
Referensi
kontan.co.id. “43 Tahun, Astra Dirikan YDBA Demi Masa Depan UMKM Indonesia,” https://pressrelease.kontan.co.id/news/43-tahun-astra-dirikan-ydba-demi-masa-depan-umkm-indonesia
Aku bayangin 40-50 kg sayuran dikembalikan dan dalam kondisi sudah tidak layak jual itu pasti down banget..bayangin berapa kerugian yg harus ditanggung dan hendak kita apakan sayuran tersebut,,,untungnya bu haryati tidak larut dalam keterpurukan dan bisa bangkit bahkan mendapatkan omzet berkali2 lipat saat ini berkat bantuan dan kerjasama dari YDBA pastinya..salut atas kerja keras patah semangat dari bu haryati