Literasi Digital, Modal Anak Bertahan di Era Persaingan Global

Anak satu tahun fasih mengoperasikan gawai bukan lagi pemandangan mengejutkan. Para balita yang lancar berselancar di dunia maya pun tak lagi mencengangkan. Anak-anak yang semakin akrab dengan teknologi adalah hal lumrah. Alhasil orang tua merasa tidak perlu ada perhatian khusus karena anak yang lekat dengan teknologi adalah sesuatu yang alamiah.

Ya, dianggap alamiah lantaran anak-anaknya adalah penduduk asli era digital. Saat lahir, para generasi alpha telah ditimang mayantara dengan sangat kental. Sejak masa kandungan hingga di ruang bersalin direkam sempurna. Kelahirannya seketika diketahui sejagat raya hanya dari unggahan informasi di dunia maya.

Disadari atau tidak, teknologi digital turut mengasuh anak-anak. Melalui aneka video di internet, beragam game di gawai, rupa-rupa bacaan, dan lainnya. Mereka semakin mahir berlaku menggunakan teknologi. Bahkan maya dan nyata sering kali tak beda.

Generasi alpha dan teknologi digital adalah “sahabat kental”. Namun, sebagai orang tua jangan sampai terlena, membiarkan anak-anak menyusuri cyberspace tanpa kawal. Jangan pernah lupa dan lelah mengajarkan buah hati literasi digital.

Apa Itu Literasi Digital?

literasi digital

Secara umum, literasi merupakan kemampuan membaca dan menulis. Sedangkan literasi digital, menurut The American Library Association Digital Literacy Taskforce adalah kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk menemukan, mengevaluasi, membuat, dan mengkomunikasikan informasi, yang memerlukan keterampilan kognitif dan teknis.

UNICEF menjelaskan literasi digital mengacu pada pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang memungkinkan anak-anak merasa aman dan berdaya di dunia yang semakin digital. Akan tetapi ditegaskan pula oleh UNICEF bahwa literasi digital bisa jadi berbeda-beda menurut usia anak, budaya lokal, dan konteksnya.

Nah, literasi digital termasuk dalam kerangka kerja UNICEF yang berupaya mempersiapkan anak-anak dan remaja untuk bersekolah, bekerja, dan hidup.

Anak yang melek digital diharapkan tidak hanya mampu dan memahami cara menggunakan teknologi. Lebih dari itu, juga mengetahui keterbatasan teknologi, serta memahami bahaya dan pencegahannya dalam penggunaan teknologi.

Pentingnya Literasi Digital untuk Anak

Globalisasi bukanlah ilusi. Ini adalah fenomena nyata yang menyelimuti semua pelosok negeri. Batas-batas negara kian kabur, warga dunia bebas bergerak tanpa sekat yang melingkupi.

Bayangkan, orang-orang dari luar negeri bisa bekerja di Indonesia. Sering kali sosok mereka tak ada di negeri ini, tapi tak jadi soal karena kemajuan teknologi. Pasar lokal dijejali produk mancanegara kendati tak semua barang dagangan mereka ada di Indonesia.

Teknologi digital memudahkan manusia di satu sisi, tapi punya wajah berbeda di sisi yang lain. Aneka hal dan informasi menghambur laksana air yang membobol tanggul. Tak semua baik dan dibutuhkan anak, lantaran sisanya justru menggerus pekerti.

Anak perlu diberi modal agar bisa bertahan di tengah persaingan global. Salah satunya dengan mengajarkan literasi digital. Simak yuk, alasan  lainnya tentang perlunya anak belajar literasi digital.

1. Tidak Mudah Terjebak Informasi Sesat

Kemudahan teknologi digital membuat siapa saja mudah membuat apa saja dan mengunggahnya ke jagat maya. Siapa pun bisa menjadi pembuat konten, bahkan mendulang penghasilan dari kegiatan tersebut.

Sayangnya, tidak semua konten yang tersaji adalah valid. Banyak konten yang mencomot informasi dari sumber yang tidak jelas pertanggungjawabannya. Viral, luasnya jangkauan, hingga banyaknya likes seolah menjadi “dewa” yang diagungkan, sehingga menghalalkan segala cara.

Sering terjadi pula penikmat konten hanya terpaku pada judul tanpa menelaah lebih dalam isinya. Kerap pula tidak membaca dengan teliti informasi yang disampaikan, hanya baca cepat sehingga banyak informasi yang terlewat.

Ingin segera mengabarkan info yang didapat, penikmat konten buru-buru membagi konten tersebut tanpa mengecek lagi ke sumber lainnya. Padahal bisa jadi infonya salah dan sesat.

Jika anak-anak memiliki kemampuan literasi digital, maka dirinya akan terbiasa mencerna informasi dengan baik. Dia akan melakukan cross check info yang didapat ke berbagai sumber tepercaya. Dampaknya, anak tidak akan mudah terjebak informasi sesat.

2. Mendukung Kegiatan Belajar dan Peningkatan Kemampuan di Masa Depan

Penggunaan teknologi di dunia pendidikan semakin masif, apalagi sejak pandemi COVID-19 melanda. Ya, kala pandemi melanda beberapa waktu lalu, beberapa aktivitas dialihkan dari rumah saja. Tak saja pihak sekolah, tapi penyedia jasa pendidikan tambahan pun berlomba-lomba memanfaatkan teknologi.

Teknologi yang digunakan bukan saja aplikasi komunikasi menggunakan video saja, tapi juga berupa game, dan aplikasi lainnya. Hal itu membuka mata bahwa kegiatan belajar mengajar tidak melulu dilakukan secara tatap muka.

Anak-anak yang memiliki kemampuan literasi digital, akan dengan mudah menggunakan platform pembelajaran. Mereka akan belajar lebih cepat dan nyaman, sehingga lebih percaya diri.

Terlebih saat harus mengerjakan dan menyerahkan tugas secara daring. Anak-anak harus mengetik tugasnya sendiri, melakukan riset dengan menggunakan mesin pencari di internet, membuat infografis, hingga membuat tugas video. Hal itu mustahil dilakukan jika mereka tak melek digital.

Saat ini mulai bermunculan lembaga kursus yang menyediakan kegiatan peningkatan kemampuan masa depan. Misalnya dengan memberikan layanan les coding, sehingga anak familier dan terbiasa dengan bahasa pemrograman.

literasi digital

3. Meningkatkan Keamanan Anak dalam Berkegiatan Online

Meski di dunia maya orang-orang tidak bertemu secara fisik, bukan berarti tak lepas dari tindak kejahatan. Risiko kejahatan online bahkan sangat kompleks dan selalu berubah. Salah satu bentuk kejahatan online adalah penipuan online atau phising.

Di masa lalu, phishing dilakukan dengan cara yang sangat sederhana. Pelaku hanya mengetik informasi yang ingin didapat, lalu dikirimkan melalui e-mail. Kala itu masih banyak yang belum tahu adanya penipuan jenis ini, sehingga mudah terkecoh.

Kini, pelaku phising mengubah caranya. Misalnya dengan memberikan tautan langsung melalui e-mail. Tautan tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga terkesan dari lembaga tertentu, sehingga calon korban tidak curiga saat diminta data dan informasi pribadinya. Data tersebut lantas digunakan untuk membobol rekening.

Tak hanya itu, dunia maya juga bisa menyebabkan orang kehilangan nyawa. Beberapa tahun lalu pernah merebak game online “Blue Whale”. Game ini memiliki sejumlah tantangan bagi anak dan remaja yang terlibat dalam permainan ini. Salah satu tantangannya adalah mendesak pemain yang terlibat untuk bunuh diri.

Tantangan keamanan berkegiatan online akan selalu muncul dengan wajah berbeda. Literasi digital mungkin tidak bisa menghindarkan 100 persen anak dari kejahatan dunia digital. Akan tetapi literasi digital setidaknya bisa memberikan pengetahuan dan informasi penting untuk melindungi keselamatan dan privasi anak.

4. Meningkatkan Tanggung Jawab di Dunia Digital

Merasa tidak bertemu secara fisik terkadang membuat seseorang tidak menjaga ucapan dan perilakunya. Coba lihat saja kolom komentar suatu unggahan di media sosial, kerap kali yang pro dan kontra akan suatu isu saling melempar kata-kata kasar. Padahal, bisa jadi saat bertemu langsung secara fisik, yang bersangkutan tidak seberani itu.

Perundungan di jagat maya beberapa kali mencuat. Penghinaan dan pencemaran nama baik di internet acap muncul. Karya yang dipublikasikan di dunia maya malah dijiplak pihak lain. Hal-hal itu adalah sekelumit contoh perilaku tidak bertanggung jawab di ruang siber.

Nah, literasi digital bisa jadi modal berharga bagi anak-anak untuk meningkatkan tanggung jawabnya di dunia digital. Berbekal literasi digital, anak akan mampu mengonsumsi sekaligus mengkomunikasikan informasi secara online dengan cara yang patut. Dengan begitu, anak-anak akan menjadi warga digital yang lebih bertanggung jawab.

Cara Membangun Literasi Digital pada Anak

Menjadikan anak melek digital rupanya tidak dengan memberikan gawai dan menyodorkan akses internet. Lebih dari itu, ketika orang tua memberikan gawai semacam handphone pintar pada anak, dunia ada dalam genggaman mereka.

Hal terpenting sebelum memberikan akses pada aneka gawai yang membawa anak-anak ke dunia maya, adalah dengan membangun literasi digital. Bagaimana caranya? Berikut ini beberapa cara membangun literasi digital pada anak yang bisa dilakukan.

1. Menonton Bersama

Banyak manfaat yang bisa diambil saat orang tua menonton konten bersama anak. Saat itu, sangat mungkin muncul konten yang tidak sesuai dengan norma keluarga. Contohnya video yang memperdengarkan kata umpatan, humor yang mengandung celaan, atau perilaku kasar.

Orang tua bisa mengatakan apa yang sesuai dan tidak sesuai dengan norma keluarga. Ucapkan dengan lantang bagian konten yang tidak sesuai sembari orang tua menjelaskan pemikirannya.

2. Menanyakan Apa yang Anak Tonton

Saat anak menjelajah dunia digital tanpa pengawasan orang tua, hendaknya tanyakan pada mereka apa yang telah ditonton. Tanyakan pula pendapat mereka tentang tontonannya, serta apakah mereka menyukai konten tersebut.

Bukan, ini bukan sedang menginterogasi anak atas apa yang sudah ditonton. Kegiatan ini justru untuk memberi pemahaman pada anak bahwa setiap orang memikirkan reaksinya terhadap teknologi. Jadi, anak bukan sekadar penikmat konten, tapi juga bisa mengkritisi manakala ada hal-hal yang terasa janggal.

3. Membuat Konten Bersama Anak

Membuat konten bersama bisa jadi kegiatan untuk meningkatkan bonding orang tua dan anak. Dalam proses merekam hingga mengedit konten, orang tua bisa melibatkan anak sekaligus sebagai sarana membangun literasi digital.

Anak-anak perlu memahami bahwa setiap orang bisa jadi membuat konten yang sama, tapi dengan sudut pandang berbeda. Pembuat konten pun punya sederet alasan yang ingin disampaikan di balik konten yang dibuatnya.

Membuat konten yang baik dan bermanfaat juga akan menjadi jejak digital yang baik. Dengan begitu anak akan terbiasa berpikir sebelum bertindak, sehingga tidak meninggalkan jejak digital yang buruk.

4. Mendorong Anak untuk Terlibat Aktivitas Digital

Aktivitas digital yang bermanfaat bagi anak banyak ditawarkan oleh berbagai lembaga atau komunitas. Contohnya aktivitas belajar coding, membuat desain digital, hingga membuat buku secara online.

Kegiatan tersebut akan membuat anak lebih memahami dunia digital yang bermanfaat bagi masa depannya. Anak juga akan memiliki kemampuan mencari dan mengidentifikasi sumber tepercaya di internet. Di samping itu, anak pun membiasakan diri untuk tidak sekadar menjadi penikmat dunia digital, tapi juga bisa terlibat aktif dan mengasah kreativitasnya.

5. Ajak Anak Berhati-hati pada Phubbing

Tahukah apa itu phubbing? Ini adalah istilah dari gabungan kata phone (telepon) dan snubbing (menghina atau memandang rendah). Phubbing digunakan untuk menyebut tindakan seseorang yang mengorbankan interaksi dengan orang lain demi tindakan menatap layar. Entah itu layar ponsel, televisi, maupun komputer.

Pernah ‘kan melihat orang yang tidak merespons pertanyaan orang lain karena sibuk melihat ponsel? Nah, itulah phubbing. Jika dibiarkan, tentunya bisa berdampak negatif pada hubungan dengan orang-orang terdekat.

Untuk itu, orang tua perlu memberi contoh yang baik pada anak-anak. Jika sedang menatap layar dan ada orang yang mengajak berinteraksi, maka alihkan perhatian sejenak dari layar. Dengan demikian, orang yang mengajak interaksi tidak merasa dipandang rendah.

Orang tua juga kudu memberikan contoh pada anak teknologi tidak boleh menyita waktu. Jangan sampai terlalu lekat dengan teknologi sehingga tidak bisa lepas dari gawai dan internet di mana pun berada. Ingat, kita hidup di dunia nyata yang tetap butuh interaksi langsung tanpa intervensi dunia digital.

Penutup

Teknologi yang selalu berubah dan berkembang adalah keniscayaan. Membekali literasi digital, akan membuat anak mampu membuat keputusan tepat ketika menggunakan teknologi secara bertanggung jawab.

Anak-anak pun lebih mudah beradaptasi saat teknologi berkembanh lebih maju di masa mendatang. Ini adalah modal berharga baginya menghadapi persaingan global yang tak terelakkan. Kala literasi digital anak terbangun, sedikit banyak turut mengangkat derajat literasi di Indonesia.

Referensi

literacy.ala.org. Digital Literacy, https://literacy.ala.org/digital-literacy/, diakses pada 5 Oktober 2023.

kompas.com. Penipuan Online Kian Canggih dan Membingungkan, https://tekno.kompas.com/read/2012/04/27/12410714/Penipuan.Online.Kian.Canggih.dan.Membingungkan, diakses pada 5 Oktober 2023.

pbs.org. Digital Literacy: Raising Tech and Media Savvy Kids, https://www.pbs.org/parents/thrive/digital-literacy-raising-tech-and-media-savvy-kids, diakses pada 6 Oktober 2023.

1 Comment
  1. Sigarmas says

    Paling mudah sih mengajak anak nobar setiap waktu senggang, nonton bareng, bisa ngasih insight norma keluarga saat muncul konten ga bener. Orang tua jelasin pemikirannya.

Leave A Reply

Your email address will not be published.

www.kirmiziyilan.com