Kusta Penyakit Kutukan? Jangan Mudah Percaya, Simak Dulu Faktanya

Kusta adalah penyakit yang sudah dikenal sejak ribuan tahun lalu. Bahkan sejak zaman Nabi Nuh, penyakit ini sudah ada lho. Konon ini adalah penyakit kutukan. Eit, jangan mudah percaya sebelum tahu fakta-faktanya.

Mungkin banyak dari kita yang takut saat berdekatan dengan pasien kusta ya, Ma. Apalagi zaman dulu para pasien kerap diasingkan. Sebut saja Pulau Spinalonga di Yunani.

Pengasingan di masa lalu karena banyak orang yang takut tertular. Terlebih dalam beberapa kasus, penyakit ini mengakibatkan kecacatan.

Stigma pada pasien akan terus ada jika masyarakat tidak punya informasi yang memadai tentang kusta. Nah, kita, bisa membantu menghapuskan stigma lho, Ma. Caranya adalah dengan membantu menyebarkan informasi yang benar.

Kebetulan kemarin, Rabu (24/11/2021), saya mengikuti live YouTube Berita KBR yang infonya saya dapat di komunitas 1Minggu1Cerita tentang “Bahu Membahu untuk Indonesia Sehat dan Bebas Kusta”. So, di tulisan kali ini saya akan berbagi info tentang kusta ya, Ma. Semoga sekecil apa pun upaya kita, bisa menjadi langkah penting untuk menghilangkan stigma.

Berikut ini beberapa fakta tentang penyakit kusta yang saya rangkum dari live YouTube Berita KBR.

Bukan Penyakit Kutukan

Bukanlah kutukan, tapi disebabkan bakteri/ Foto: Canva

Jika ada orang yang bilang bahwa kusta adalah penyakit kutukan, kita jangan langsung percaya ya, Ma. Soalnya kusta atau lepra atau Hansen atau Morbus Hansen itu penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Nama bakterinya adalah Mycobacterium leprae.

Kusta menimbulkan serangkaian gejala. Ingat baik-baik gejalanya ya, Ma, agar kita bisa mengingatkan orang dengan gejala tersebut untuk segera berobat.

  1. Muncul bercak keputihan atau kemerahan di kulit, mirip panu atau penyakit kulit lainnya.
  2. Kerusakan saraf yang mengakibatkan hilangnya rasa di lengan dan kaki.
  3. Lemah otot dan lumpuh, utamanya di tangan dan kaki.
  4. Terdapat masalah penglihatan yang bisa menyebabkan kebutaan.

“Kalau gejala masih awal, belum sampai mengganggu. Karena itu biasanya pasien di rumah saja. Gejala bisa diikuti adanya lesi, bercak di tubuh. Bisa terjadi juga kemampuan memegang benda berubah. Kalau mengalami itu, ayo periksa,” ujar dr. Febrina Sugianto, dari NLR Indonesia, salah satu narasumber di acara tersebut.

Memang Menular, Tapi…

Yup, betul sekali, Ma, kusta bisa menular. Hanya saja tingkat penularannya tidak tinggi. Jika dibandingkan, penyakit Covid-19 justru lebih tinggi daya tularnya.

“Kusta memang menular, tapi rate penularan tidak tinggi. Sedikit sekali untuk bisa terkena, dan harus kontak erat lebih dari 20 jam dalam 1 minggu. Jadi harus ada interaksi intens,” terang dr. Febrina.

Dikutip dari CDC, sifat bakteri Mycobacterium leprae adalah tumbuh lambat. Hal ini mengakibatkan butuh waktu yang lama untuk mengembangkan tanda-tanda penyakit. Tanda serta gejalanya dapat muncul mulai dari beberapa bulan hingga 20 tahun.

Selain itu, saking rendahnya daya tular kusta, NLR juga menjelaskan bahwa hanya 2 dari 100 orang yang berisiko tertular. Orang dengan kekebalan tubuh dan gizi yang sedang turunlah yang memiliki risiko lebih besar tertular kusta.

Tidak Menular Hanya karena Bersentuhan

Penularan melalui dropletm bukan sentuhan/ Foto: Canva

Kusta tidak menular saat kita bersentuhan dengan pasien. Ini dikarenakan penularannya adalah melalui percikan cairan dari saluran pernapasan (droplet), yaitu ludah atau dahak, yang keluar saat pasien batuk atau bersin.

CDC menegaskan kita tidak akan tertular hanya dari kegiatan berikut:
Berjabat tangan atau berpelukan
Duduk bersebelahan di bus
Duduk bersama saat makan

Kusta juga tidak ditularkan dari ibu hamil ke calon bayinya. Bakteri penyebab lepra juga tidak menyebar melalui hubungan seksual.

Bisa Disembuhkan

Multi drug therapy (MDT) adalah cara untuk menyembuhkan kusta. Kata dr. Febrina, dengan minum obat dosis pertama, penularan turun hingga 72 persen.

Pengobatan MDT bisa didapat secara gratis di puskesmas. Pengobatan berlangsung dalam kurun enam hingga dua belas bulan.

Jika pengobatan dilakukan sejak dini, maka bisa mencegah kerusakan saraf dan kecacatan fisik. Seperti kita tahu, jika saraf mengalami kerusakan, maka pasien bisa lumpuh. Selain itu, pasien juga bisa mengalami cedera berkali-kali tanpa merasakan sakit. Bahkan tubuh bisa ‘menyerap’ jari-jari sehingga lama kelamaan jari akan menghilang.

“Karena itu penting banget meningkatkan awareness tentang apa itu kusta, sehingga semakin rendah stigma kusta. Ketika stigma rendah, makin banyak kasus yang dideteksi, makin banyak yang disembuhkan, sehingga disabilitas semakin rendah juga,” papar dr. Febrina.

Baca tulisan ini juga yuk: Jika Titipan Itu Diambil Pemiliknya

Terkait deteksi dini, Eman Suherman dari PT Dahana (Persero) rutin menggelar pemeriksaan kesehatan massal gratis di daerah yang terdapat pasien kusta. Dari pemeriksaan ini, memudahkan tracing pasien kusta. Bahkan masayarakat pun turut terlibat dalam mitigasi.

“Cuma karena masih ada PPKM, hasil tracing yang didapat tidak sebanyak sebelumnya,” ujar Eman.

Semoga tulisan ini semakin membuat kita paham tentang penyakit tua ini, sehingga bisa menyebarkannya kepada orang sekitar. Yuk, semangat hapus stigma pada pasien kusta!

Leave A Reply

Your email address will not be published.

www.kirmiziyilan.com