12 Pelajaran dari 12 Tahun Menikah, Refleksi dari Tepuk Sakinah

Mama, ada yang sudah hafal lirik tepuk sakinah yang viral itu?

Berpasangan, berpasangan, berpasangan.

Janji kokoh, janji kokoh, janji kokoh.

Saling cinta, saling hormat, saling jaga, saling rida.

Musyawarah untuk sakinah.

Lirik sederhana itu selalu membuat saya tersenyum dan merenung. Tahun ini, pernikahan saya genap dua belas tahun. Selama lebih dari satu dekade itu, kami menapaki perjalanan panjang yang penuh warna.

Setiap hari menyimpan cerita, tawa, air mata, dan pelajaran berharga. Namun, perjalanan ini juga mengingatkan kami bahwa setiap rumah tangga memiliki ujiannya masing-masing. Kadang terasa berat, tapi Allah tidak pernah salah memilih pundak.

Saya juga sadar bahwa tidak semua rumah tangga berakhir bahagia. Ada yang kandas, dan itu pasti menyesakkan. Ada pula yang masih berjalan, tapi dengan perih di sana sini. Refleksi ini untuk menghargai bahwa setiap perjalanan itu unik.

Berikut 12 pelajaran yang kami petik dari 12 tahun pernikahan, yang juga selaras dengan Tepuk Sakinah dan wawasan dari artikel HuffPost dan LinkedIn.

1. Berpasangan

Pernikahan adalah kemitraan sejati. Dua belas tahun bersama mengajarkan bahwa pasangan bukan lawan, tetapi mitra hidup yang harus selalu didukung. Tepuk Sakinah menekankan prinsip “berpasangan, berpasangan, berpasangan” sebagai pengingat untuk selalu berjalan bersama dalam suka dan duka.

Belajar mendengarkan pasangan dengan sepenuh hati menjadi salah satu kunci. Seperti disebutkan dalam sebuah tulisan di LinkedIn, komunikasi yang efektif dimulai dengan mendengar terlebih dahulu sebelum berbicara. Mendengarkan bukan hanya soal kata-kata, tapi juga membaca bahasa tubuh dan memahami emosi pasangan. Dengan demikian, kebersamaan terasa lebih hangat dan kokoh.

2. Janji Kokoh, Lebih dari Sekadar Kata

Janji dalam pernikahan diuji dari hari ke hari. Mulai dari pertengkaran kecil hingga keputusan besar tentang anak, rumah, atau karier, janji itu harus tetap kokoh.

Tepuk Sakinah selalu mengulang “janji kokoh, janji kokoh, janji kokoh”. Ini mengingatkan kita bahwa komitmen bukan sekadar kata di saat akad nikah, tapi harus dibuktikan dalam tindakan sehari-hari.

Selain itu, menghargai dan memuji pasangan setiap hari juga bisa memperkuat ikatan. Artikel HuffPost menekankan pentingnya saling menghargai dalam pernikahan. Alasannya, pengakuan dan apresiasi kecil dapat menjaga semangat cinta tetap hidup. Janji kokoh bukan hanya janji di bibir, tetapi tercermin dari kebiasaan saling mendukung dan memperkuat satu sama lain.

3. Cinta Dewasa, Ketika Tindakan Lebih Penting dari Kata

Cinta dalam pernikahan bukan hanya soal romantisme atau kata-kata manis. Dua belas tahun mengajarkan bahwa cinta sejati terlihat dari perhatian, kesabaran, dan upaya menjaga hati pasangan. Saling menanyakan kabar, membantu beban sehari-hari, dan menghargai pilihan pasangan adalah bentuk nyata cinta yang dewasa.

Cinta dewasa juga berarti tetap bersama meski perasaan romantis sedang turun. Seperti prinsip Tepuk Sakinah, saling menjaga dan rida adalah bagian dari cinta yang matang. Mengasuh anak, mengatur rumah, dan menghadapi tekanan hidup bersama merupakan latihan sehari-hari untuk menguatkan cinta.

4. Hormat dan Menjaga, Fondasi Penting Rumah Tangga

Hormat dan menjaga pasangan adalah fondasi rumah tangga yang harmonis. Seperti pesan Tepuk Sakinah, “saling hormat, saling jaga, saling rida.” Hormat pada pilihan, pendapat, dan perasaan pasangan membuat perbedaan tidak menjadi jurang pemisah.

Hormat berarti menghargai dan mengakui nilai seseorang. Suami ingin merasa dihargai atas apa yang dia lakukan untuk keluarga. Sedangkan istri ingin merasa dicintai dan istimewa di mata suami, serta ingin pengorbanannya dilihat dan diapresiasi.

Sebenarnya, suami dan istri hanya ingin diakui dan dicintai. Sederhana, tapi sering terlupa di tengah rutinitas.

Menjaga pasangan berarti peduli pada hati, pikiran, dan kepercayaan. Dua belas tahun berumah tangga mengajarkan bahwa saling menjaga membuat hubungan lebih tenang dan harmonis. Ini terutama melalui hal-hal kecil, seperti menahan ucapan saat emosi, dan mengingat hal yang penting bagi pasangan.

5. Rida Allah, Landasan yang Tak Tergantikan

Semua keputusan besar maupun kecil harus mencari rida Allah. Dari membesarkan anak, mengatur keuangan, hingga memilih tempat tinggal, rida Allah menjadi fondasi yang membuat rumah tangga diberkahi.

Selain itu, mengingat rida Allah membuat kita bersikap adil, sabar, dan lembut terhadap pasangan. Rida Allah juga memberi arah dan ketenangan. Ketika menghadapi ujian, doa dan keikhlasan menjadi pengingat bahwa hubungan ini bukan hanya untuk dunia, tapi juga untuk akhirat.

6. Musyawarah, Kunci Keputusan Bersama

Musyawarah adalah kunci menjaga keharmonisan rumah tangga. Diskusi bersama memastikan setiap keputusan adil dan diterima kedua belah pihak. Dari memilih sekolah anak hingga keputusan finansial, musyawarah membuat kedua pihak merasa dihargai dan terlibat.

Belajar bermusyawarah juga mengajarkan keterbukaan. Tidak ada keputusan yang lahir dari ego satu pihak, melainkan hasil kesepakatan yang bijak. Tepuk Sakinah menekankan prinsip ini dengan nada ringan, tapi maknanya sangat dalam, yakni musyawarah untuk sakinah.

7. Bersabar Menghadapi Ujian

Setiap rumah tangga punya ujiannya sendiri. Kadang ujian terasa berat, masalah datang bertubi-tubi, atau perbedaan tampak sulit dijembatani. Namun, pengalaman 12 tahun mengingatkan bahwa Allah tidak salah memilih pundak. Ujian bukan untuk melemahkan, tetapi untuk menguatkan.

Kesabaran adalah senjata utama. Belajar menahan emosi, tetap tenang, dan berusaha menyelesaikan masalah bersama membuat hubungan lebih kokoh. Ujian juga mengingatkan bahwa tidak ada rumah tangga yang sempurna.

8. Memaafkan dan Melepaskan

Tak ada manusia yang sempurna. Kita dan pasangan pasti akan berbuat salah. Karena itu, kunci utamanya adalah memaafkan.

Jangan tergoda untuk menyimpan dendam atau mengungkit masa lalu. Semua manusia punya kekurangan, dan justru dari kesalahan itulah kita belajar menjadi lebih baik.

Dua belas tahun berumah tangga mengajarkan bahwa memaafkan bukan tanda lemah, melainkan bentuk cinta yang matang. Memaafkan berarti melepaskan rasa sakit, memberi ruang bagi hati untuk kembali tenang.

Dengan hati yang lapang, konflik lebih mudah diselesaikan. Energi pun bisa dialihkan untuk menumbuhkan cinta. Inilah inti dari prinsip Tepuk Sakinah, bukan hanya menjaga secara fisik, tapi juga menjaga hati demi kebahagiaan bersama.

Saat hubungan terasa renggang, cobalah mencatat sepuluh hal baik dari pasangan setiap hari. Sekecil apa pun, misalnya “suami mencuci baju” atau “suami menemani anak belajar.”

Hindari menambahkan pikiran sinis seperti, “baru dikerjakan kalau diminta.” Pokoknya, kita harus fokus hanya pada hal baik. Dengan begitu, hati kita akan melunak. Ketika pasangan merasakan energi positif itu, hatinya pun ikut melembut lho.

9. Tertawa Bersama Itu Penting

Pernah nggak merasa sulit tertawa bersama pasangan? Biasanya itu terjadi karena kita berasumsi tahu benar apa yang dipikirkan pasangan.

Padahal, kita bukan pembaca pikiran. Sering kali, dugaan negatif kita justru salah. Daripada menebak-nebak atau membuat skenario sendiri di kepala, lebih baik tanyakan langsung dan jelaskan perasaan kita. Komunikasi terbuka mencegah kesalahpahaman, sementara berprasangka baik membantu menjaga kehangatan hubungan.

Kalau tidak ada salah paham, humor dan tawa akan lebih mudah hadir di antara kita dan suami. Hal ini bahkan bisa menjadi perekat rumah tangga di tengah tekanan kehidupan. Canda ringan atau momen mengenang hal lucu bersama bisa menjadi sumber energi baru.

Selain itu, tertawa bersama membantu meredakan stres dan memperkuat ikatan emosional. Tawa adalah pengingat bahwa rumah tangga bukan hanya tentang tanggung jawab, tapi juga tentang menikmati perjalanan bersama.

10. Nikmati Momen Kecil Sehari-hari

Momen sederhana sehari-hari bisa menjadi sumber kebahagiaan. Ya, kebahagiaan rumah tangga tidak selalu datang dari hal besar. Dengan memperhatikan detail kecil dan menikmati kebersamaan, kita akan lebih menghargai hidup.

Momen kecil sehari-hari yang rutin dilakukan Mama dan suami apa? Kalau saya, pillow talk. Meski suami dikenal pendiam, tapi kami selalu bisa cerita panjang lebar begitu lama. Memang benar, suami adalah pemegang rahasia terandal.

Kadang kami motor-motoran berdua atau bersama anak-anak. Kendati sekadar mengantarkan baju ke penyedia jasa laundry atau beli beras. Momen kecil itu bikin dekat dan hangat.

11. Saat Ada Badai, Percayalah Pasti akan Berlalu

Setiap rumah tangga pasti melewati masa naik turun. Dalam dunia kerja, ada teori bernama Tuckman’s stages of group development yang menjelaskan empat tahap perkembangan sebuah tim yakni forming, storming, norming, dan performing. Menariknya, tahapan ini juga sangat relevan dengan pernikahan.

Di awal pernikahan (forming), semua terasa indah dan penuh semangat saling mengenal. Lalu datang masa storming, yaitu fase penuh perbedaan, gesekan, dan penyesuaian yang bisa melelahkan. Namun, justru di sinilah cinta diuji. Dengan kesabaran, komunikasi, dan doa, kita bisa melangkah menuju tahap norming.

Norming adalah saat suatu pasangan mulai punya ritme dan tujuan yang sama. Hingga akhirnya tiba pada fase performing, yakni ketika hubungan menjadi lebih matang, saling memahami tanpa banyak konflik, dan bisa bekerja sama sebagai satu tim.

Dua belas tahun pernikahan membuat saya percaya, “badai” adalah bagian alami dari perjalanan cinta. Terkadang, badai bukan tanda akhir, tapi proses menuju tahap yang lebih kuat dan dewasa. Ketika tanda-tanda badai akan datang, pegang tujuan bersama, hadapi bersama, dan bismillah, badai itu pasti berlalu.

12. Syukur dan Doa, Kunci Rumah Tangga Sakinah

Syukur menjadi penutup dan inti dari semua pelajaran. Bersyukur atas kebersamaan, ujian, tawa, dan pelajaran. Harapannya, segala hal itu bisa membuat rumah tangga penuh berkah dan sakinah.

Penutup

Setelah 12 tahun menikah, kami belajar bahwa rumah tangga sakinah terbentuk dari usaha sehari-hari. Melalui cinta, kesabaran, dan saling menjaga hati. Tepuk Sakinah selalu mengingatkan, “saling cinta, saling hormat, saling jaga, saling rida… musyawarah untuk sakinah.”

Semoga rumah tangga kami dan rumah tangga setiap pasangan, selalu diberkahi cinta, kesabaran, saling menjaga, dan rida Allah. Untuk mereka yang menghadapi ujian berat atau rumah tangganya kandas, semoga diberikan ketabahan, hikmah, dan jalan yang lebih baik. Apa pun perjalanan dan langkah kita, semoga selalu membawa keberkahan, kedamaian, dan kebahagiaan lahir-batin.

Referensi

HuffPost. (2016, March 16). 8 lessons I’ve learned in 12 years of marriage. HuffPost. https://www.huffpost.com/entry/8-lessons-ive-learned-in-12-years-of-marriage_b_7036026

Norton, R. (2014, August 21). How to be happily married: 12 years, 12 lessons. LinkedIn. https://www.linkedin.com/pulse/20140821015307-5421400-how-to-be-happily-married-12-years-12-lessons/

Leave A Reply

Your email address will not be published.

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.