Ketika Kerja Keras Tidak Dibayar

Pernahkah kerja tanpa bayaran? Jika belum, semoga tidak pernah mengalaminya. Jika pernah atau sedang mengalaminya, semoga Allah buka pintu rezeki lainnya.

Hmm, kerja tanpa dibayar memang menyesakkan sih. Peristiwa ini saya dengar dari grup yang berisi para bloger. Mereka cerita pernah mendapat pekerjaan dari brand tertentu. Semua tugas sudah ditunaikan, eh ternyata tidak ada bayarannya.

Kurang jelas alasannya apa, kenapa tiba-tiba pekerjaan tersebut tidak dibayar. Daan tahu tidak solusinya apa atas pekerjaan tanpa bayaran itu? Tulisan yang sudah telanjur dipublikasikan disarankan untuk di-take down.

Sedih banget mendengarnya. Padahal untuk menulis juga bukan perkara mudah. Ada waktu yang harus dialokasikan, kuota internet yang harus digunakan, juga otak dan tenaga yang harus difungsikan. Apakah itu semua cuma modal dengkul?

Mengenang Masa-masa Gaji yang Dicicil

Ilustrasi gaji dicicil/ Foto: Canva

Selama bekerja, saya juga punya pengalaman suram terkait gaji. Dulu, di awal-awal bekerja di Ibukota, saya pernah mengalami gaji dicicil.

Sudahlah gaji tidak seberapa, setengah dibayar di awal bulan dan sisanya di tengah bulan. Fiuh, padahal beban kerja tidak dicicil. Harus liputan hampir setiap hari. Butuh juga ke warnet, soalnya di kantor kala itu tidak ada koneksi internet.

Mengingat saya punya prinsip, “Jika sudah bekerja, tidak akan bergantung pada orang tua secara finansial” penderitaan ini pun saya telan sendiri. Tak sekali pun saya sampaikan pada Ibu bahwa anaknya merana di Ibukota.

Baca tulisan ini juga yuk: Semangat Kerja Keropos Gara-gara Toxic Boss

Demi bertahan hidup dengan uang yang tidak seberapa itu, saya sampai memilih jalan kaki berkilo-kilo meter. Lumayan, menghemat uang angkot. Saya juga jadi sering berpuasa. Bahkan beberapa kali makan nasi dengan lauk bumbu mi instan.

Jadi, saya sering menyimpan sisa bumbu mi instan. Soalnya kalau pakai 1 bungkus bumbu pasti keasinan, jadilah sisanya saya simpan. Ya Allah, sememprihatinkan itu. Hiks.

Meski finansial terbatas, ternyata hidup saya cukup ajaib. Saya bisa beberapa kali pulang kampung, meski memang menggunakan moda transportasi termurah.

Tak hanya itu, saya juga bisa memberi uang untuk adik saat dia harus memperbaiki komputer. Juga memberi tambahan untuknya saat akan membeli handphone. Masyaallah. Memang ada bagian berdarah-darah, tapi ada juga bagian penuh senyumnya.

Kerja Sosialkah?

Ilustrasi sedih karena kerja tak dibayar/ Foto: Canva

Beberapa waktu lalu saya dapat tawaran pekerjaan untuk me-review suatu produk. Seingat saya, benefit-nya berupa uang cash. Artinya ini bukan pekerjaan dengan sistem barter.

Kala itu, di tengah situasi yang sedang sulit, saya berusaha menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Meski memang saya sempat minta keringanan waktu, lantaran mengalami kedukaan.

Mengingat produknya tidak saya gunakan, maka saya kembalikan. Betapa kaget saya karena transferan yang diterima hanya senilai reimburse produk dan ongkos kirim. Ketika saya konfirmasi, saya malah ditanya balik awalnya perjanjiannya seperti apa.

Saya gulir ke atas pembicaraan kami. Duh! Ternyata info awal tawaran kerjaan tersebut menghilang. Mungkin karena yang bersangkutan mengaktifkan fitur waktu pesan hilang secara otomatis di What’s App.

Katanya, beberapa orang lainnya menjalankan pekerjaan ini dengan skema barter produk. Lha saya kan produknya sudah dikembalikan ya, terus dapat apa dong? Capek doang? Astaghfirullah aladzim.

Saya enggan meneruskan percakapan dengan beliau. Mungkin bukan rezeki saya. Saya juga salah kenapa menerima pekerjaan yang tidak jelas dari awal. Hanya modal percaya saja, saya terima begitu saja. Baiklah, untuk pembelajaran di kemudian hari.

Jangan Sepelekan Pembayaran Upah

Ilustrasi pemberian upah/ Foto: Canva

Nasihat untuk saya sendiri, jangan sampai menyepelekan masalah pembayaran upah. Kesannya sepele, tapi bisa jadi dosa besar.

Kebetulan anak saya ikut beberapa les, seperti bahasa Inggris dan mengaji. Harus ingat banget, bahwa pembayarannya jangan sampai terlambat. Memang sih, saya pernah lupa, terlambat membayar sampai hampir sepekan. Astaghfirullah aladzim. Semoga ke depannya, saya tidak mengulanginya lagi.

Termasuk juga dalam membayar biaya sekolah anak. Jika sampai terlambat membayar, tentu akan berdampak pada orang lain. Gaji bapak dan ibu guru bisa tertunda.

Juga saat membayar kebersihan ke abang pengangkut sampah. Jangan sampai lupa nggak bayar berbulan-bulan, dan baru ingat ketika sampah kita nggak diangkut oleh abang pengambil sampah.

Perlu diingat sekali bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda tentang penundaan penunaian kewajiban (bagi yang mampu) adalah termasuk kezaliman.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memerintahkan memberikan upah sebelum keringat si pekerja kering. Maksud hadits ini adalah agar bersegera menunaikan hak pekerja setelah pekerjaan selesai, atau sesuai kesepakatan pemberian gaji.

Penutup

Setiap hal yang terjadi pada diri kita, bisa jadi ujian, dan bisa juga balasan. Semoga Allah ampuni kesalahan kita. Semoga juga kita tidak lelah bermuhasabah. Siapa tahu ada perilaku yang menggurat luka bagi orang lain.

Kerja keras dan tidak dibayar itu menyakitkan. Paham benar sakitnya. Tahu sekali kecewanya. Kelak, jangan sampai berlaku serupa. Ingat, Allah selalu mengawasi perbuatan kita. Dia pun sebaik-baik pemberi balasan. Kebaikan dibalas kebaikan. Keburukan juga dibalas dengan keburukan.

Referensi


rumaysho.com. Bayarkan Upah Sebelum Keringat Kering, https://rumaysho.com/3139-bayarkan-upah-sebelum-keringat-kering.html

Comments (0)
Add Comment