Mana yang Lebih Menyenangkan Orang Tua: Anak atau Handphone?

Sebagai orang tua, jika disuruh memilih anak atau handphone, apa yang akan dipilih? Pilih anak? Bener nih? Yakin berinteraksi dengan anak jauh lebih menarik dan menyenangkan ketimbang main handphone?

Melalui tulisan ini, saya ingin berefleksi. Mengingat pekerjaan saya banyak menggunakan handphone, apakah benda kecil itu lantas jauh lebih menarik ketimbang berinteraksi dengan si kecil?

Apakah saya terlalu lekat dengan handphone? Bahkan saat tidak ada kerjaan yang penting bin urgent pun, tangan dan mata ini tak sanggup lepas dari handphone? Pun ketika tidak ada notifikasi pesan, apakah ingin selalu mengecek handphone? Ingin selalu membuka kembali password-nya, lalu menyesatkan diri sendiri di dunia maya?

Ya, terkadang handphone membuat kita lupa diri. Niatnya sebentar saja membuka Twitter, mencari tahu apa sih yang sedang trending dan update. Eh, ternyata keasyikan baca-baca berbagai thread dan komentar warga Twitter.

Di saat yang lain, iseng sebentar saja melihat video-video pendek. Seperti kita tahu, di market place saat ini tersedia video-video pendek untuk membuat pelanggannya betah berlama-lama di sana. Hati-hati, meski kayaknya durasinya pendek, bisa menghabiskan banyak waktu kita lho. Gimana nggak, soalnya yang dilihat puluhan video pendek. Wkwkwk.

Di saat yang lain lagi, ada keinginan membeli sesuatu di market place nih. Mungkin sandal pesta, daster, sepatu, atau benda lainnya. Pencarian pun dilakukan. Tak lupa baca penilaian pembeli lainnya, juga membandingkan barangnya dengan toko-toko lainnya. Lama atau sebentar ya kira-kira? Jawabnya: pasti lama. Tuh, menyita waktu banget kan kalau sudah tersedot ke handphone.

Membahagiakan Anak Bukan Sekadar Membelikan Mainan

Dunia anak memang bermain. Sering kita berpikir, saat anak bermain tentu butuh mainan. Lalu anak pun dibanjiri aneka mainan. Anak “disuruh” sibuk bermain. Terus ke mana orang tuanya? Ada di samping anak, tapi sibuk juga dengan handphone-nya.

Terkadang orang tua merasa cukup membelikan mainan untuk anak, sehingga tidak perlu menemani anaknya bermain. Karena merasa sudah membelikan buku cerita, anak dibiarkan membaca sendiri. Anak dibuat sibuk dengan hal-hal yang sudah dibelikan, lalu orang tua bisa bersenang-senang dengan handphone-nya tanpa gangguan.

Ketika mainan rusak atau anak berulah, orang tua jadi marah. Ya, marah karena kesenangannya asyik masyuk bersama handphone jadi terganggu.

Bahkan saat anak mengajak berbicara pun, mata orang tua tak bisa lepas dari layar. Kalaupun lepas dari layar, itu cuma sebentar. Selebihnya sambil tetap lirik-lirik layarnya. Entah apa yang membuat bola mata tak bisa lepas dari layar. Mungkin ada magnetnya ya. Astaghfirullah!

Saking lekatnya dengan handphone, orang tua bisa lho nggak sadar batitanya yang baru selesai mandi tidak segera pakai baju. Kalau pun sadar, menyuruh si batita mencari orang lain di rumah untuk mencarikan dan memakaikan baju. Rasanya enggan untuk mematikan handphone dan beranjak demi mengurus keperluan si kecil.

Kadang pula orang tua merasa kewajibannya cukup sampai membawa anaknya ke arena bermain. Nah, di tempat itu, anak dibiarkan main-main sendiri. Sedangkan dirinya, duduk di pinggir arena sambil asyik-asyikan dengan handphone-nya.

Orang Tua Tak Ingin Anak Kecanduan Handphone, Tapi Sudahkah Memberi Contoh?

Sebagai orang tua, mau nggak sih kalau anak kita kecanduan handphone? Beberapa saat setelah bangun tidur, anak segera duduk di tempat ternyaman sambil handphone-an. Belajar pun sambil buka-buka handphone. Bahkan saat akan tidur, masih saja sibuk dengan handphone. Maukah kita?

Mungkin saya dan orang tua yang lain akan menjawab “tidak mau”. Namun, sudahkah kita memberi contoh untuk tidak terlalu lekat dengan handphone? Jangan-jangan kita hanya bisa melarang tanpa bisa memberi contoh.

Mudah sekali bagi orang tua untuk melarang anaknya. Mata melotot, nada suara ditinggikan, beri ancaman, atau beri cubitan kecil sekalian. Anak pasti langsung ciut. Anak akan mencari kesibukan sendiri, lalu orang tuanya kembali leluasa dengan gadget-nya.

Pernahkah terbayang dampaknya di 10-20 tahun yang akan datang? Mungkin kita akan berkumpul dengan anak-anak, tapi semua sibuk dengan handphone-nya. Tidak ada cerita, tidak ada diskusi, tidak ada tatapan mata. Sesekali memang terdengar tawa, tapi itu suara tawa masing-masing yang sibuk dengan “dunia” yang diciptakan handphone atau barang sejenis lainnya. Banyak orang, tapi sepi!

Atau pernahkah terbayang kita sebagai orang tua dengan rindu yang membuncah, duduk manis sambil berharap mendapat banyak cerita dari anak. Namun, anak yang sudah dewasa malah sibuk dengan handphone-nya. Saking sibuknya, menanggapi dengan malas pertanyaan yang kita ajukan. Persis seperti yang pernah kita lakukan saat mereka masih kecil. Seram bukan?

Atau anak memberi kita banyak hadiah. Ternyata hadiah-hadiah itu hanya sebentar memberikan efek hangat di hati. Sebab si pemberi hadiah lagi-lagi sibuk dengan handphone-nya. Dia membiarkan kita sibuk dengan kertas kado, pita, dan hadiah-hadiah pilihannya.

Ya, persis seperti saat kita menghujani anak-anak dengan mainan atau buku-buku di masa kecilnya. Sedangkan kita juga turut asyik dengan handphone di tangan. Membayangkannya saja menciptakan luka tak berdarah di dalam dada saya. Hiks.

Dampak Jika Orang Tua Terlalu Lekat dengan Handphone

Mama, Papa, hari ini tidak bisa terulang lagi. Jangan sampai kesalahan hari ini terjadi lagi di esok hari. Jangan sampai keinginan kita untuk selalu lekat dengan handphone membuat penyesalan di kemudian hari.

Untuk membangkitkan semangat dan niat untuk tidak terlalu lekat dengan handphone, berikut ini ada beberapa dampak yang bisa terjadi jika kita abai dengan kebiasaan tersebut.

  1. Anak Kurang Diperhatikan

Beberapa penelitian, misalnya yang dilakukan oleh Kildare & Middlemiss (2017) dan Kushlev & Dunn (2019), menemukan ketika orang tua menggunakan handphone kurang memerhatikan anak-anaknya. Alhasil orang tua tidak peduli anak sudah makan atau belum, sudah belajar atau belum, sudah mandi atau belum, bahkan tak peduli dengan perasaan anak. Bisa terbayang dalam jangka panjang akan seperti apa jika anak kurang diperhatikan?

  1. Anak Merasa Dirinya Tidak Penting

Ada temuan menarik dari penelitian internasional terhadap enam ribu anak berusia delapan hingga tiga belas tahun nih, Ma. Penelitian ini melaporkan 32 persen anak merasa dirinya “tidak penting” ketika orang tua mereka menggunakan handphone saat makan, ngobrol, atau di waktu keluarga lainnya.

Anak merasa dirinya tidak penting karena harus bersaing dengan handphone untuk mendapat perhatian orang tuanya. Apalagi, lebih dari separuh anak-anak yang menjadi responden mengatakan orang tua mereka menghabiskan terlalu banyak waktu dengan handphone-nya ketimbang bersama mereka. Hmmm, gimana sama kita nih?

  1. Kehamonisan dengan Pasangan dan Anak Terkikis

Mungkin kita merasa bisa melakukan banyak hal di satu waktu. Misalnya mendengarkan cerita pasangan dan anak, sambil membaca thread di Twitter, dan sesekali membalas pesan teks yang masuk.

Namun, David Greenfield, Ph.D., pendiri The Center for Internet and Technology Addiction dan asisten profesor klinis psikiatri di University of Connecticut School of Medicine memberi peringatan. Kata dia, perhatian memiliki kapasitas yang terbatas. Ibaratnya seperti ini. Kita sedang duduk di ruang keluarga bersama anak-anak, lalu di saat yang sama kita menerima telepon. Nah, saat menerima telepon itu, kita sedang berada di “dunia maya”.

“Jika Anda bersama anak Anda selama lima jam, tetapi Anda terus-menerus menelepon selama waktu itu, maka Anda tidak benar-benar menghabiskan waktu bersama mereka,”

Dr. Greenfield.

Jika itu terjadi, maka keharmonisan akan terkikis. Pasangan dan anak akan merasa berjarak dan diabaikan. Keharmonisan semakin berkurang. Duh, amit-amit. Naudzubillah min dzalik.

Penutup

Kita ingin anak kita tumbuh dan berkembang seperti apa sih? Apakah jadi orang yang “sudahlah begitu saja” atau menjadi sosok yang insyaallah berkembang baik dan memiliki pribadi baik?

Mama dan Papa, anak-anak akan berkembang dengan baik jika mereka menerima perhatian yang konsisten, terfokus, penuh kasih. Nah, menggunakan handphone terlalu lama saat sedang bersama keluarga adalah bentuk penarikan diri secara psikologis.

Yuk, sebisa mungkin singkirkan dulu handphone kita saat family time di rumah. Bangun tidur, jangan langsung bermesra-mesraan dengan handphone di pojokan rumah. Ada baiknya, beri contoh pada anak bagaimana seharusnya berperilaku di pagi hari. Misalnya melakukan pekerjaan domestik sambil mendengarkan murotal.

Kalau sudah selesai kerjaan domestiknya, jangan buru-buru cari handphone-nya. Sabar! Coba berinteraksi lebih banyak dengan anak juga. Para Papa, kalau istrinya pergi ke tukang sayur, jangan jadikan itu kesempatan untuk ber-handphone-ria juga ya.

Saat istri masak, jangan menemani dengan cara duduk manis sambil main handphone juga ya, Pa. Coba lihat sekeliling rumah, adakah yang belum beres? Mungkin lantai masih kotor, cucian baju menumpuk, atau cucian piring menggunung yang butuh penanganan. Atau mungkin anak sedang menghafal surah dan mengulang materi untuk penilaian harian, ya dibantu dan ditemani dong. Jangan dibiarkan ya.

Baca juga: Menumbuhkan Karakter Pantang Menyerah pada Anak

Rumah tangga hendaknya tidak autopilot, yang dibiarkan begitu saja karena pilotnya mau lama-lama handphone-an sebagai “self reward” karena sudah mencari nafkah. Ingat juga, ada istri yang butuh jeda, tapi sayangnya tak juga diberi jeda. Ingat, ada anak yang butuh perhatian ayahnya, bukan melulu dari ibunya.

Yuk, Mama dan Papa kita sama-sama bermuhasabah. Segera bertaubat dan minta dimudahkan Allah untuk menjadi orang tua yang lebih baik. Kalau kita hari ini sudah jaga jarak dari handphone, tapi 2-3 hari rindunya membuncah dan kembali tak terpisahkan dari handphone, mungkin ada yang “salah” dalam diri kita.

Jangan sampai waktu kita dengan handphone ternyata jauh lebih lama ketimbang berinteraksi dengan pasangan dan anak-anak. Yuk, nikmati momen bersama anak-anak untuk membantu mereka tumbuh menjadi orang dewasa yang menyenangkan seperti yang kita harapkan.

Ingat, nggak lama lho waktu bersama mereka. Lebih penting lagi, ayo beri contoh yang baik pada anak! Letakkan handphone-nya!

Referensi:

Jörg Matthes, Marina F. Thomas, Anja Stevic, Desirée Schmuck, Fighting Over Smartphones? Parents’ Excessive Smartphone Use, Lack of Control Over Children’s Use, and Conflict, dalam jurnal Computers in Human Behavior Volume 116, Maret 2021. https://doi.org/10.1016/j.chb.2020.106618

Dona Matthews Ph.D., Why Parents Really Need to Put Down Their Phones, https://www.psychologytoday.com/us/blog/going-beyond-intelligence/201711/why-parents-really-need-put-down-their-phones, diakses pada 27 November 2022.

verywellfamily.com, Why Too Much Cell Phone Usage Can Hurt Your Family Relationships, diakses pada 27 November 2022.

8 Comments
  1. aliyatus sa'diyah says

    baca ini jadi bikin mikir lho, emang kadang tuh ya gak sadar kalo lagi berkutat dengan handphone

  2. Nyonya Faruq says

    Bener pisan terkadang kita keasyikan sehingga anak meniru perilaku kita dekat dengan hp harusnya sebagai keluarga harus me time dengan anak-anak

  3. Duwi lestari says

    Miris sekali memang, jaman sekarang hp adalah segalanya bagi sebagian orang

  4. www.derisafriani.com says

    Ini masih jadi PR terbesar di rumah. Kalau disuruh milih ya auto anak prioritas. Hp dipegang karena butuh saja. Tapi bapaknya anak2 yang masih sulit mengendalikan diri antara perlu dengan membuang2 waktu. Pusing kalau sudah begini.

  5. Tri Ayu Andani Nasution says

    Tulisan ini nyadarin aku bgt bahwa ketika punya anak nanti, jangan hanya melarang anak bermain gadget tapi harus memberikan contoh dari kitanya dulu. Apalagi aku tipe yg apa2 selalu dekat sama handphone. Mungkin dari skrg bisa dikit2 mengontrol diri utk ini.

  6. Ekaduwih says

    Iya nie kadang suka tak sadar kalo udah pegang lama tuh anak2 suka iri banget lihatnya … makanya sekatang verusaha agar lebih intens bersama anak2

  7. antung apriana says

    ini tamparan banget sih buat saya yang masih susah banget benar-benar menemani anak saat mereka bermain. asli perlu komitmen yang sangat besar untuk bisa lepas dari handphone ini

  8. ruziana says

    terus terang anak saya pake hp
    apalagi sejak belajar online
    namun sejak udah normal anak megang hp cuma pulang sekolah
    itung2 dia refreshing nonton youtube ana
    karena anak balik sekolah jam 4 dan saya rumah jam 5 an
    jadi jelang malam itu dia main hp
    nanti malam dia les
    biasanya mau tidur kami ngobrol
    dia cerita2 dan tidak ada yg pegang hp

Leave A Reply

Your email address will not be published.

www.kirmiziyilan.com