Flexing atau Personal Branding?

Keberadaan media sosial membuat orang lebih mudah untuk menunjukkan eksistensi dirinya. Citra diri lantas dibangun dengan memanfaatkan media yang satu ini. Akibatnya, kadang ada yang tidak bisa membedakan antara flexing dan upaya personal branding.

Pernah melihat seseorang yang memposting foto diri dengan mobil yang berganti-ganti? Kira-kira ini flexing atau personal branding?

Lalu ketika melihat seseorang memposting prestasinya, termasuk flexing atau personal branding? Hayo, ada yang bingung?

Sekilas, flexing atau pamer dan personal branding mungkin mirip. Namun, keduanya jelas-jelas berbeda. Lebih baik sih ya, kalau menurut saya, ketimbang julidin postingan orang lain dengan ngatain “flexing“, mending ambil hikmahnya.

Sulit mendapatkan hikmah, dan malah lahir hasad? Wah, kita harus perbaiki hati nih. Better skip saja.

Omong-omong soal personal branding, beberapa hari lalu ikut materinya bloger panutan banyak orang, Mbak Jihan Mawaddah. Materi ini adalah salah satu hak istimewa yang didapat peserta Oprec Komunitas One Day One Post (Komunitas ODOP)2024.

Ingin tahu seperti apa materi yang disampaikan Mbak Jihan tentang personal branding? Saya coba rangkumkan ya. Selamat membaca!

Membangun Personal Branding dengan Karya

Mbak Jihan memulai materinya dengan menukil buku “You Do You” karya Fellexandro Ruby.

Be so good that people google about you and your work.

Be so good that people can’t ignore you.

Be so good that your reputation precedes where you live and who you know.

-Fellexandro Ruby-

Jadi, dalam membangun personal branding, yang harus diperhatikan adalah apa karya yang bisa dibanggakan. Karya kita menjadi semacam pembuktian seperti apakah kita ini. Inilah yang membedakan orang punya karya dengan orang yang hanya gaya untuk pencitraan.

Bahkan, sudah punya aneka karya saja, kita tenggelam dalam berbagai kebisingan yang tidak relevan. Menurut Mbak Jihan, karya seseorang bisa tenggelam bisa jadi karena lingkaran pergaulan yang terlalu sempit, sehingga karyanya hanya berputar di orang itu-itu saja.

Ingin membangun personal branding seperti apa? Apakah ingin menjadi penulis buku cerita anak, penulis parenting, pengulas barang, pengulas makanan, pengulas tempat wisata, pegiat gaya hidup sehat, pegiat diet, atau lainnya? Apa pun itu, sah-sah saja.

“Gali apa yang menjadi kelebihan kita dan fokuskan untuk mendalami itu hingga menjadi seorang expert. Kalau masih belum tahu apa yang menjadi kelebihan dari diri kita, bisa berangkat dari apa yang paling kita gemari? Apa yang membedakan kita dari orang lain?” saran Mbak Jihan dalam materinya, Kamis (20/6/2024).

Dalam membangun personal branding, saat ini sangat bisa dilakukan secara daring. Kemudahan teknologi memfasilitasi hal ini. Meski di sisi lain, kemajuan teknologi juga bisa membuat kita lelah menunjukkan penjenamaan pribadi.

Saat lelah, boleh banget untuk istirahat. Namun, sebaiknya jangan berhenti untuk mengakhiri. Kita nggak akan pernah tahu ada apa di depan sana.

Flexing Vs Personal Branding

membangun personal branding

Membangun personal branding/ Foto dari Canva

Di awal tulisan, saya sedikit menyinggung tentang flexing. Nah, Mbak Jihan menjelaskan nih bedanya flexing dan personal branding.

Jadi, kata Mbak Jihan, personal branding adalah orang-orang yang talk the walk. Maksudnya, orang-orang yang berani melakukan apa yang mereka khutbahkan. Sebelum bersuara, mereka sudah melakukan lebih dulu.

Artinya, karya yang dibagikan bisa berupa pembelajaran, proses memulai dari nol, atau ilmu yang dikumpulkan selama ini. Pokoknya, apa pun yang bisa bermanfaat bagi orang-orang yang mengonsumsinya.

Ibu satu anak ini kembali menambahkan bahwa personal branding adalah orang-orang dengan mentalitas berbagi pengalaman, ilmu, dan pemikiran personal yang bermanfaat bagi orang lain. Dalam berbagi, yang bersangkutan menggunakan menggunakan media yang cocok.

Untuk media yang menggunakan audio, kita bisa menggunakan Google Podcast, Podcast, Spotify, Instagram, dan LinkedIn. Untuk teks, media yang digunakan bisa blog baik WordPress maupun Blogspot, Kompasiana, Wattpad, Medium, Twitter, juga Instagram dan LinkedIn.

Jika menggunakan video, maka bisa menggunakan Twitch, Tik Tok, YouTube, Instagram, dan LinkedIn juga. Sedangkan untuk gambar, media yang bisa dimaksimalkan adalah Instagram dan Linked In.

“Personal branding adalah membangun reputasi dengan memamerkan karya dan skill yang kita miliki, no gap, dan butuh track record yang baik,” terang Mbak Jihan.

Sedangkan flexing atau pencitraan semata adalah melakukan apa saja yang penting  “publik” suka. Flexing dilakukan tanpa berdasar kompetensi yang dimiliki.

Terkadang kita nggak perlu peduli pada apa kata orang, apalagi kata orang yang hasad. Satu hal yang penting, tujuan kita memposting karya atau pencapaian untuk personal branding kok. Bukan pamer tanpa isi,

“Sekilas mungkin orang akan melihat bahwa kita sedang pencitraan, it’s okay. Kita pun tak perlu menjelaskan ke banyak orang kalau kita sedang membangun personal branding,” ucap Mbak Jihan yang bikin hati ini adem seperti disiram es teh.

Setelah Membangun Personal Branding, Lalu Apa?

membangun personal branding

Membangun personal branding/ Foto dari Canva

Ketika personal branding sudah terbangun, lalu harus apa? Jawabnya, harus terus berjalan dan belajar. Jangan berhenti sampai orang mengenal kita sebagai penulis blog bidang parenting saja, misalnya.

Lebih dari itu, perlu mengembangkan personal branding itu sendiri. Mbak Jihan bilang ada tiga hal yang harus ada dalam personal branding, yakni otentik, relevan, dan konsisten.

Makanya, akan menjadi nilai plus ketika kita mampu konsisten dan siap mengembangkan diri. Untuk mengembangkan diri itu, kita perlu belajar hal lain untuk mendukung personal branding kita. Contohnya nih, kita belajar fotografi  dan pubic speaking untuk mendukung personal branding sebagai bloger parenting.

“Mau nggak invest waktu kita, energi, dan extra cost untuk memperdalam skill?” Pertanyaan Mbak Jihan menyentil diri ini.

Penutup

Setelah mendapat materi dari Mbak Jihan, ada semangat dalam diri ini untuk tidak malu unjuk karya. Setuju dengan pernyataannya, personal branding itu seperti megafon yang menceritakan karya kita agar sampai ke audiens yang lebih besar.

Melalui personal branding yang diceritakan oleh katya kita, kita akan sampai ke tempat-tempat baru. Tempat-tempat di mana ada proyek, kolaborasi, rekan bisnis, dan sebagainya.

Mbak Jihan mengakhiri materi dengan mengutip penelitian yang dilakukan Malcolm Gladwell, seorang jurnalis, penulis dan pembicara dari Kanada. “Hasil dari penelitian itu merujuk pada sebuah kesimpulan bahwa orang sukses minimal telah melakukan, mencoba, berlatih selama minimal 10.000 jam.”

Saya pribadi ingin dikenal sebagai penulis bidang keluarga dan parenting. Harapannya ke depan akan lebih banyak hal baru dan menarik yang akan saya jalani. Bukan flexing, tapi about me ini adalah bagian dari ikhtiar personal branding yang saya bangun.

Kalau Mama, ingin dikenal sebagai apa nih?

4 Comments
  1. Laila RI says

    Alhamdulillah jadi tau gambaran materi personal branding hari kamis kemarin, belum sempat ikut soalnya kak. Jadi semangat nulis blog, deh.

  2. Annisa Khairiyyah Rahmi says

    Iya ya kak. Ketika membangun personal branding, memang harus walk the talk. Seru sekali materinya kak Jihan

  3. Uswatun Khasanah says

    Masih bingung nih, Kak, menentukan fokus. Aku suka mengulas berbagai hal, seperti masakan, produk, perjalanan, parenting. Aku juga suka nulis cerita fiksi dan kalimat-,kalimat motivasi 🙈

  4. Analisa Muya says

    Sebelumnya aku malu untuk share tentng karya khawatir ad omongan ini dn itu …tp skrg jadi lebih paham tntf personal branding…alhamdulillah, terimaaksih mbak

Leave A Reply

Your email address will not be published.

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.