Tantangan Menyusui Tak Mudah Dijalani, tapi Jadi Cerita Indah Suatu Saat Nanti

“Sudah dua tahun lebih, disapih saja.” Begitu selalu saran dari orang-orang yang melihat si bungsu masih menyusu pada ibunya. Hanya saja, si kecil masih belum mau. Ya sudah, saya nikmati saja momen ini dengan berbagai tantangan menyusui yang dijalani.

Kadang, saya ikut terbawa omongan orang. Di tengah malam ketika sedang bekerja sebagai freelancer, eh si kecil beberapa kali terbangun dan minta menyusu. Sering kali saat menyusuinya, saya ketiduran. Akibatnya deadline beberapa kali terlewat. Apalagi saat ikut lomba menulis yang baru mau submit di jam cinderella, lalu ketiduran karena menyusui. Hiks, menyesakkan. Tulisan sudah selesai, tinggal submit saja tapi gagal.

Di saat seperti itu, saya mengamini omongan orang untuk bergegas menyapih si kecil. Saya sudah sounding padanya untuk berhenti menyusu karena sudah besar dan giginya sudah banyak. Namun, tetap saja dia mencari nenen di berbagai kesempatan.

Pernah pula saya oleskan odol di bagian puting. Harapannya dia akan takut melihat nenen yang kotor. Nyatanya, dia tetap maju terus pantang mundur. “Nenen enak,” begitu malah ujarnya karena memakan olesan odol.

Namun, di saat yang lain, saya nggak ingin buru-buru menyapih dia. Biarlah dia menikmati momen ini. Bisa jadi tahun depan, saat usianya tiga tahun, dia tak lagi mau menyusu.

Oh ya tanggal 1 hingga 7 Agustus adalah pekan menyusui sedunia. Di momen ini, saya ingin mengingat kembali berbagai tantangan menyusui yang saya hadapi.

Tantangan Menyusui #1: Puting Berdarah

tantangan menyusui

Pengalaman ini terjadi saat saya menyusui si Sulung. Sebagai ibu baru kala itu, saya berusaha keras bisa menyusui bayi yang baru lahir dengan baik. Sepertinya mudah, nyatanya butuh perjuangan.

Perlekatan mulut bayi dan payudara yang tidak baik membuat posisi menyusui tidak tepat. Hal itu menyiksa payudara dan menjadikannya luka. Perih luar biasa, tapi saya tahan demi bisa memberikan ASI pada si kecil.

Namun, alangkah terkejutnya saya mendapati mulut si bayi terdapat darah. Astaghfirullah, rupanya darah itu berasal dari luka di puting. Rasanya ingin menangis saking sakitnya.

Suami membelikan losion untuk puting agar cepat sembuh. Saya pun rajin mengoleskan sisa ASI ke puting karena katanya bisa membantu mempercepat penyembuhkan lukanya.

Saya tergoda sekali untuk tidak memberikan ASI dari payudara yang putingnya berdarah. Akan tetapi membayangkan nantinya akan lebih sakit karena ASI yang tidak keluar, alhasil saya urungkan. Tergoda pula untuk menyerah, tak lahi memberikan ASI. Namun, pikiran itu saya buang jauh-jauh. Saya harus lebih berusaha. Toh ASI diproduksi dengan baik.

Tantangan #2: Milk Blister

Pernah dengar milk blister, Ma? Ini semacam lepuh kecil di puting payudara. Kecil banget, dan penampakannya mirip jerawat berwarna putih. Saat milk nlister datang tak diundang, rasanya “nikmat” sekali. Saya sampai keringat dingin setiap kali memompa ASI atau memberikan ASI secara langsung pada si bayi.

Kasus ini saya alami lagi-lagi ketika menyusui anak pertama. Kala itu saya masih bekerja kantoran, sehingga di jam kerja tidak bisa menyusui secara langsung.

Tak cuma sekali, milk blister ini datang berkali-kali. Penyebabnya apa? Seturut penjelasan Alodokter, penyebabnya macam-macam sih, Ma. Bisa karena kelebihan pasokan ASI. Bisa pula karena tekanan berlebih di area tertentu payudara. Bisa juga karena pinggiran mulut pompa ASI kurang pas, atau pompa ASI yang terlalu kuat sedotannya.

Untuk kasus saya, dugaanya karena pompa ASI yang diatur terlalu kuat sedotannya. Ingin cepat selesai memerah ASI, akhirnya saya atur sedotan yang kuat. Eh, bukannya jadi lebih cepat malah jadi sakit gara-gara muncul milk blister.

Apa yang saya lakukan untuk mengatasi milk blister? Waktu itu saya datang ke konselor laktasi di rumah sakit ibu dan anak. Olehnya disarankan untuk mengompres menggunakan kompres hangat. Kompres hangat menurut saya juga bikin relaks dan mengurangi rasa tidak nyaman.

Biasanya ada sedikit sumbatan ASI di payudara, sehingga saya melakukan pijatan untuk mengeluarkan ASI. Sakit sekali saat disentuh, apalagi dipijat, tapi harus tetap dilakukan.

Tantangan Menyusui #3: Penggumpalan ASI

tantangan menyusui

Penggumpalan ASI saya rasakan saat menyusui anak pertama dan kedua. Kalau saya perhatikan, seringkali penyebabnya adalah bra yang terlalu ketat atau posisi tidur yang salah sehingga menekan payudara. Ketika masih bekerja kantoran, penyebabnya adalah telat pumping.

Penggumpalan ASI menyebabkan payudara bengkak. Jika diraba, seperti ada benjolannya. Saat tersentuh, sakit sekali.

Ketika menyusui anak kedua, penggumpalan payudara bahkan bikin saya meriang. Badan menggigil, rasanya benar-benar tidak nyaman.

Untuk mengatasinya, saya kompres panas dan dingin di payudara yang terdapat benjolan gumpalan ASI. Selanjutnya saya beri pijatan lembut menggunakan ibu jari, ke atah puting, sehingga keluar ASI-nya sedikit demi sedikit.

Saya juga minta bantuan si kecil untuk terus menyusu dari payudara yang bengkak tersebut. Seringkala isapan bayi adalah cara terbaik mengatasi penggumpalan ASI.

Tantangan #4: ASI Seret

Ketika masih bekerja kantoran, beberapa kali ASI terasa seret. Penyebabnya adalah karena sering terlambat pumping. Pernah pula saat saya sedang serius pumping, ada panggilan meeting dadakan. Ya Allah, ASI-nya bisa nggak ngalir seketika.

Untuk mengatasinya, di rumah memerah ASI lebih sering. Metode power pumping seringkali jadi solusi efektif untuk meningkatkan produksi ASI. Dua jam sekali saya pumping selama 60 menit. Kebetulan breast pump di rumah bertipe single alias satu corong, sehingga harus dilakukan bergantian payudara kanan dan kiri. Ketika anak menyusu, sebelah payudara pun tetap saya perah ASI-nya

Tantangan #5: ASI Perah Tumpah

Tantangan lain saat memberikan ASI yang saya temui adalah ketika ASI perah tumpah. Duh, beneran nyesek banget sih. Susah payah pumping, eh tumpah begitu saja. Hmm, ya sudah, anggap saja belum rezeki.

Kejadian ini terjadi karena saya yang kurang hati-hati saat memindahkan ASI perah dari botol breast pump ke botol kaca. Pernah juga terjadi karena si bayi tidak sabar saat meminum ASI.

Jadi ceritanya suami menyendoki ASI perah sambil memangku si bayi. Karena bayinya tidak sabar, mungkin saking haus atau lapar, suami pun keder. Tumpahlah ASI perah di gelas yang dia pegang. Sejak itu kami memutuskan menggunakan botol dot untuk memberikan ASI perah.

Penggunaan botol dot memang menimbulkan pro dan kontra dalam pemberian ASI perah. Khawatirnya si bayi akan mengalami bingung puting. Alhamdulillah anak sulung saya sama sekali tidak bingung puting meski di siang hari saat di daycare harus minum menggunakan botol dot.

Kami memilih menggunakan dot dengan lubang untuk newborn yang kecil sekali, sehingga bayi tidak akan “keenakan” saat menggunakan dot. Setelah melalui serangkaian survei, botol dot dengan merek Medela paling pas untuk bayi kami.

Baca juga: Hadapi Tantangan Menyusui, Begini Cara Agar ASI Lancar

Nah, itulah beberapa tantangan menyusui yang saya hadapi. Tantangan yang sering kali bikin ingin menyerah menyusui. Namun, setiap kali melihat bayi kecil tidur pulas setelah kenyang menyusu, keinginan itu menguap begitu saja.

Ternyata menyusui itu tidak bisa begitu saja. Saya dan si bayi harus belajar untuk saling menyesuaikan dan memahami. Semoga setiap tetes ASI yang masuk ke tubuhnya menjadi bekal berharga menjaga daya tahan tubuh.

Leave A Reply

Your email address will not be published.

www.kirmiziyilan.com